Sukses

Changpeng Zhao Tunjuk Richard Teng sebagai CEO Baru Binance

Changpeng Zhao menunjuk Richard Teng, mantan CEO Pasar Global Abu Dhabi, regulator jasa keuangan ibu kota UEA, sebagai CEO baru Binance.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan CEO Binance Changpeng Zhao pada Selasa, 21 November 2023 menunjuk CEO baru dari pertukaran mata uang kripto yang ia dirikan. Langkah ini dilakukan setelah ia mengaku bersalah atas tuduhan pencucian uang federal dan mengundurkan diri sebagai kepala perusahaan.

Zhao menunjuk Richard Teng, mantan CEO Pasar Global Abu Dhabi, regulator jasa keuangan ibu kota UEA, sebagai CEO baru Binance. Teng baru-baru ini menjabat sebagai kepala pasar regional global di Binance. Beliau juga sebelumnya menjabat sebagai direktur keuangan perusahaan di Otoritas Moneter Singapura.

Dalam sebuah posting-an di X, Changpeng Zhao berkata dia harus mengambil tanggung jawab dan tidak mudah untuk melepaskannya secara emosional. 

Zhao menggambarkan Teng sebagai pemimpin yang berkualifikasi tinggi dan menambahkan dengan lebih dari tiga dekade pengalaman di bidang jasa keuangan dan peraturan. Tidak hanya itu, dia akan mengarahkan perusahaan melalui periode pertumbuhan berikutnya.”

Pengusaha kripto itu, yang dituduh melanggar Undang-Undang Kerahasiaan Bank AS dan pelanggaran sanksi, menambahkan dia dengan bangga menunjukkan lembaga-lembaga AS tidak menuduh Binance telah menyalahgunakan dana pengguna atau manipulasi pasar.

Kasus terhadap Binance, yang dibuka pada Selasa, menunjukkan bursa tersebut menghadapi tiga tuntutan pidana, termasuk melakukan bisnis pengiriman uang tanpa izin, melanggar Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional, serta tuduhan konspirasi. 

Pertukaran telah menyetujui denda dan penyitaan sebesar USD 4,3 miliar atau setara Rp 66,7 miliar (asumsi kurs Rp 15.515 per dolar AS).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dapat Denda

Zhao secara pribadi akan mengaku bersalah karena melanggar dan menyebabkan lembaga keuangan melanggar Undang-Undang Kerahasiaan Bank, menurut perjanjian pembelaan. DOJ juga merekomendasikan agar pengadilan mengenakan denda USD 50 juta atau setara Rp 775,7 miliar.

"Saya tidak bisa membayangkan diri saya menjadi CEO yang menggerakkan sebuah startup lagi. Saya puas menjadi pengusaha yang sukses,” kata Zhao, dikutip dari CNBC, Rabu (22/11/2023). 

Zhao menambahkan dirinya terbuka menjadi pelatih atau mentor bagi sejumlah kecil wirausahawan yang akan datang, secara pribadi. 

Pernyataan tersebut menandai komentar publik pertama yang dibuat oleh Zhao setelah dia menyetujui kesepakatan pembelaan dengan Departemen Kehakiman AS.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

3 dari 4 halaman

CEO Binance Changpeng Zhao Mengaku Bersalah atas Pelanggaran Pencucian Uang

Sebelumnya diberitakan, Changpeng Zhao mengaku bersalah atas pelanggaran pencucian uang. Binance, sebagai sebuah perusahaan, juga akan mengaku bersalah dan membayar denda USD 4,3 miliar atau setara Rp 66,7 triliun (asumsi kurs Rp 15.515 per dolar AS).

Dilansir dari Yahoo Finance, Rabu (22/11/2023), berita ini muncul setelah kesimpulan dari penyelidikan kriminal seputar pertukaran mata uang kripto. Investigasi berpusat pada dugaan pelanggaran peraturan dan aktivitas terlarang dalam Binance. Sekarang, akhir dari penyelidikan ini tampaknya telah mendorong terjadinya transisi kepemimpinan.

Hasil resmi penyelidikan terjadi hari ini, Bloomberg melaporkan Departemen Kehakiman AS (DOJ) mengumumkan penyelesaian Binances sore harinya. Ini terjadi tepat setelah DOJ mengumumkan tindakan penegakan hukum cryptocurrency besar-besaran akan diambil hari ini juga.

Zhao juga setuju untuk membayar denda USD 50 juta atau setara Rp 775,7 miliar, dan dilarang terlibat dalam bisnis Binance hingga jangka waktu tiga tahun setelah pengawas ditunjuk untuk memastikan Binance mematuhi semua undang-undang dan keluar dari AS sebagai perusahaan yang berkelanjutan.

Pengumuman pada Selasa, 21 November 2023 mewakili tindakan keras kripto yang paling terkenal sejak mantan pendiri FTX Sam Bankman-Fried ditangkap dan didakwa pada 2022 karena mencuri dari bursa kripto miliknya sendiri. Awal bulan ini juri memvonisnya karena menipu pelanggan, investor, dan pemberi pinjaman FTX.

Beberapa pendukung kripto berharap penyelesaian Binance akan memungkinkan industri untuk melewati beberapa masalah hukum baru-baru ini dan mendapatkan kembali kepercayaan lebih banyak investor setelah penurunan dramatis pada 2022 yang menghapuskan beberapa perusahaan dan menarik perhatian regulator.

Changpeng Zhao telah menjadi tokoh besar di dunia mata uang kripto, mengarahkan kenaikan pesat Binance menjadi platform pertukaran Bitcoin dan kripto terbesar di dunia berdasarkan volume perdagangan. Kepergiannya dari kepemimpinan Binance dapat menandai perubahan signifikan dalam industri ini.

4 dari 4 halaman

Senator AS Minta Departemen Hakim AS Tuntut Binance dan Tether

Sebelumnya diberitakan, dua anggota parlemen AS, Cynthia Lummis dan French Hill telah meminta Departemen Kehakiman AS (DOJ) untuk mempertimbangkan tuntutan pidana terhadap Binance dan Tether, dengan tuduhan kedua platform kripto tersebut digunakan untuk mendanai Hamas. 

Lummis menyoroti perlunya penyelidik federal untuk menindak pelaku kejahatan di bidang aset kripto setelah muncul laporan yang menunjukkan Hamas menggunakan aset kripto untuk mendanai perang mereka di Israel. 

“Kami mendesak Departemen Kehakiman untuk mengevaluasi secara hati-hati sejauh mana Binance dan Tether memberikan dukungan material dan sumber daya untuk mendukung terorisme melalui pelanggaran undang-undang sanksi yang berlaku dan Undang-Undang Kerahasiaan Bank,” kata Lummis, dikutip dari Bitcoin.com, Kamis  (2/11/2023).

Lummis menambahkan dalam hal keuangan gelap, kripto bukanlah musuh pelaku kejahatanlah yang menjadi musuhnya. 

Surat tersebut mengutip artikel yang diterbitkan oleh Wall Street Journal pada 10 Oktober yang menyatakan Hamas, Jihad Islam Palestina, dan Hizbullah telah menerima pendanaan kripto sejak Agustus 2021. 

Meskipun mengakui tingkat pendanaan yang dilaporkan dalam artikel tersebut kemungkinan besar tidak akurat, Para anggota parlemen percaya Departemen Kehakiman tetap harus meminta pertanggungjawaban pelaku kejahatan jika mereka terbukti memfasilitasi aktivitas terlarang.

Minggu ini, perusahaan analisis blockchain Elliptic mengklarifikasi tidak ada bukti yang mendukung pernyataan Hamas telah menerima sumbangan kripto dalam jumlah besar. Perusahaan tersebut menambahkan data yang diberikannya telah disalahartikan.

Surat tersebut selanjutnya menggambarkan Binance sebagai platform kripto yang tidak diatur yang berbasis di Seychelles dan Kepulauan Cayman yang secara historis dikaitkan dengan aktivitas terlarang, mencatat perusahaan tersebut konon menjadi subjek investigasi Departemen Kehakiman saat ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.