Sukses

Hati-Hati, Jangan Tertipu Flexing Kekayaan dari Crazy Rich Abal-Abal

Jangan tertipu pamer harta yang dilakukan crazy rich abal-abal, berikut tips untuk menghindarinya agar tak terjerumus.

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa pelaku yang sering disebut crazy rich mulai dari Indra Kenz hingga Doni Salmanan telah ditetapkan sebagai tersangka penipuan investasi. 

Keduanya sama-sama pamer kekayaan di media sosial, menunjukkan gaya hidup mewah, kemudian mengajak banyak orang awam untuk berinvestasi di sebuah platform trading yang nyatanya bukan trading sungguhan melainkan Binary Option

Binary Option adalah suatu cara trading yang secara khusus dibuat terlihat mudah, tapi sebenarnya merugikan tradernya. Jadi di Binary Option hanya meminta trader menebak suatu aset akan naik atau turun dalam kurun waktu tertentu. Dengan sistem seperti itu, Binary Option lebih masuk ke arah judi dibandingkan trading.

Lalu bagaimana para crazy rich tersebut bisa mendapatkan uang hingga miliaran rupiah dari hal tersebut sampai akhirnya bisa pamer kekayaan di media sosial? 

Perencana keuangan Oneshildt serta CEO PT Cerdas Keuangan Indonesia, Mohamad Andoko menjelaskan ada beberapa cara yang membuat para crazy rich mendapat keuntungan hingga miliaran rupiah. 

"Mereka dapat uang dari member get member, kemudian mereka juga dapat komisi dari transaksi yang dilakukan member-membernya, komisi tersebut juga terbilang besar bisa sekitar 60 sampai 70 persen,” kata Andoko kepada Liputan6.com, Selasa (15/3/2022). 

Ia menuturkan, kegiatan member get member atau MLM tidak selamanya buruk, bahkan beberapa Multi Level Marketing ada yang teregulasi. Begitupun juga komisi, layaknya investasi saham ada pemberian komisi, tetapi yang berbeda adalah komisi dalam saham sudah teregulasi. 

Investasi Bodong Sudah Ada Sejak Dulu

Andoko memandang fenomena investasi bodong seperti ini sudah ada sejak dulu, tetapi saat ini para pelaku memanfaatkan teknologi. Selain itu, pelaku juga telah mengetahui perilaku orang-orang Indonesia yang kebanyakan Fear of Missing Out (FOMO) 

“Sebenarnya investasi bodong sudah ada sejak 2000-an, waktu itu banyak yang menggunakan tokoh-tokoh berpengaruh. Saat ini, influencer juga termasuk dalam tokoh berpengaruh di media sosial,” ujar Andoko. 

“Mereka juga menggunakan teknologi, seperti website misalnya, ditambah lagi mereka juga sudah tahu perilaku masyarakat kita yang FOMO jadi mudah tergoda dengan investasi semacam itu,” lanjutnya. 

Dengan adanya pengaruh dari teknologi, Andoko mengatakan teknologi layaknya pisau bermata dua bisa memberikan manfaat dan dapat membunuh. Namun, pada dasarnya bukan teknologinya yang jahat, melainkan orang yang menyalahgunakan teknologi. 

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tingkat Literasi Keuangan Masih Rendah

Selain itu, melihat tingkat literasi finansial yang masih rendah di Indonesia yaitu 38 persen berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Andoko mengatakan agar tidak tergoda dari pamer kekayaan yang dilakukan influencer semacam itu, masyarakat paling tidak harus merubah pola pikir.

"Masyarakat setidaknya harus paham untuk menjadi sejahtera itu butuh proses, tidak bisa instan. Karena seringkali tergoda dengan hal instan tanpa kerja keras, akhirnya terjerumus. Karena pada dasarnya pelaku selalu menyodorkan hal instan agar banyak orang tertarik,” tuturnya. 

3 dari 3 halaman

Tips Agar Tak Terjebak

Tak hanya itu,Andoko juga membagikan tips agar masyarakat tidak mudah terjebak dengan hal-hal tersebut. 

"Pertama lakukan analisa sebelum investasi. Kedua, biasanya investasi bodong menawarkan member get member, di mana nanti member terakhir yang bisa menjadi korban,"

Tips selanjutnya, hati-hati karena investasi bodong biasanya menggunakan tokoh-tokoh berpengaruh atau terkenal. Selain itu jika sebuah tawaran investasi tidak transparan nilainya, lebih baik hati-hati, karena investasi yang sungguhan nilainya selalu transparan, misalnya investasi saham, semua datanya ada dan bisa dilihat. 

“Hal terpenting juga melihat legalitas dari perusahaan investasi serta produknya apakah sudah terdaftar atau belum,” pungkas Andoko. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.