Sukses

Kepala Penyelenggara Piala Dunia 2022: Ban Lengan Pelangi Bisa Memecah Belah

Kepala Penyelenggara Piala Dunia 2022, Hassan Al-Thawadi menyebutkan bahwa kita harus menghormati apa yang menjadi nilai-nilai negara Islam.

Liputan6.com, Jakarta Kepala penyelenggara piala dunia 2022, Hassan Al-Thawadi mengomentari penampilan Wales melawan Inggris di laga grup B. Pasalnya pada pertandingan yang berlangsung dini hari tadi, Rabu, (30/11/2022) pukul 02.00 WIB, ada tim yang yang ingin mengenakan ban lengan OneLove yang berwarna pelangi. Ban lengan OneLove ini memberikan simbol mendukung dan promosi LGBTQ. 

Melansir laman Dohanews, Rabu (30/11/2022) Hassan Al-Thawadi menyebutkan bahwa tim yang ingin memakai ban lengan OneLove di ajang piala dunia Qatar, memberikan pesan yang bisa membuat perpecahan. "Pesan yang sangat memecah belah," ungkapnya yang merujuk pada aturan Islam dan Arab. 

Komentar Hassan Al-Thawadi ini muncul saat menteri olahraga Inggris, Stuart Andrew mengatakan bahwa dia akan mengenakan ban lengan pelangi pada pertandingan Inggris melawan Wales, pada hari Selasa (waktu Qatar). 

Komunitas Conservative Frontbencher, yang mendukung gay, mengatakan bahwa aturan itu tidak adil. "Sangat tidak adil," ungkap Frontbencher Konservatif.

Frontbencher Konservatif merasa keberatan dengan peraturan FIFA yang mengancam akan memberikan sanksi olahraga pada jam ke-11, terhadap tujuh tim Eropa yang berencana mengenakan ban kapten (OneLove) di Qatar. 

Menjawab pernyataan Komunitas Conservative Frontbencher tersebut, Hassan Al-Thawadi mengatakan bahwa ban lengan OneLove mewakili nilai-nilai yang tidak islami. Selain itu, penting untuk mengingat bahwa Islam merupakan identitas negara tuan rumah (Qatar). 

"Jika timnas memutuskan untuk melakukannya sepanjang musim, itu menjadi satu hal," ungkapnya. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Qatar negara Islam

Lebih lanjut, ia juga mengatakan, "Akan tetapi jika Anda datang untuk membuat poin atau pernyataan di Qatar, itu adalah sesuatu yang menjadi masalah bagi saya. Selanjutnya, kembali ke fakta sederhana bahwa ini adalah bagian dari dunia, yang memiliki nilai-nilainya sendiri," tegasnya. 

"Ini bukan Qatar yang saya bicarakan, ini dunia Arab," tambahnya. 

"Bagi tim yang datang dan memprotes aturan tersebut, tidak masalah. Tapi apa yang Anda permasalahkan sebenarnya adalah negara Islam yang mengadakan acara ini. Lalu, kita harus bagaimana? Apakah negara Islam tak boleh berpartisipasi dalam ajang (olahraga) apapun?" 

3 dari 4 halaman

Memecah Belah

Selanjutnya, Hassan Al-Thawadi mengatakan bahwa akan ada pandangan berbeda tentang aturan itu, tetapi jika ada yang menentang peraturan Qatar yang merupakan negara Islam, hal itu meninggalkan pesan yang sangat memecah belah. 

"Akan ada nilai dan pandangan berbeda yang masuk. Jadi, bagi saya, jika Anda akan datang secara khusus untuk membuat pernyataan di sini, di Qatar, atau secara khusus ditujukan ke Qatar dan selanjutnya, dunia Islam. Itu meninggalkan sebuah pesan yang sangat memecah belah," ungkapnya. 

4 dari 4 halaman

Saling Menghormati

Keputusan untuk mengikat ban lengan OneLove dibuat oleh badan sepak bola, FIFA. Selama pertandingan terlihat beberapa penggemar yang menghadiri laga mengenakan atribut pelangi, termasuk T-Shirt dan topi ember Wales dan hal ini diizinkan dipakai di stadion. 

Namun, Thawadi mengatakan pihak penyelenggara hanya ingin pengunjung menghormati budaya dan agama daerah tersebut. 

"Nilai-nilai ini bersifat regional. Nilai ini untuk dunia islam, untuk dunia Arab, dan untuk Timur Tengah. Ada hal-hal tertentu yang tidak akan kita setujui," ungkapnya. 

"Tapi mari kita temukan cara untuk hidup berdampingan dan bergerak maju, dengan satu atau lain cara. Di situlah rasa saling menghormati menjadi fundamental," tambahnya menutup. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.