Sukses

Ketua Bawaslu: Hoaks Jadi Titik Rawan dalam Pemilu 2024

Bagja mengatakan bahwa dampak utama dari hoaks ialah munculnya polarisasi di tengah masyarakat, sebagaimana yang terjadi pada Pemilu 2019 lalu.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja menyebut, berita bohong atau hoaks sebagai titik rawan dalam pemilihan umum (pemilu) yang tak terhindarkan di era digitalisasi saat ini.

Bagja mengatakan bahwa dampak utama dari hoaks ialah munculnya polarisasi di tengah masyarakat, sebagaimana yang terjadi pada Pemilu 2019 lalu.

"Hoaks atau berita bohong merupakan variabel titik rawan dalam pemilu dan pemilihan yang sifatnya tidak terhindarkan di masa digitalisasi dewasa ini," kata Bagja dalam webinar Sosialisasi Perkembangan Tahapan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024, dilansir dari Antara, Sabtu (12/8/2023).

Bagja menambahkan, apabila hoaks tidak dapat ditangani maka dapat menurunkan kredibilitas dan integritas penyelenggaraan pemilu. Menurutnya, hal itu akan berakibat pada menurunnya kualitas pemilu dan merusak rasionalitas pemilih.

Selain itu, lanjut dia, hoaks dapat menimbulkan konflik sosial, ujaran kebencian, dan propaganda, serta membesarnya disintegrasi nasional.

"Kemudian yang kelima, menjadi contoh pemilihan lain di berbagai level sehingga kemudian akan menjadi persoalan di seluruh tingkatan pemilihan," ujarnya.

Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), dia memaparkan bahwa ada 9.814 temuan isu hoaks seluruh kategori pada Agustus 2018 hingga April 2022.

Sedangkan, 922 isu hoaks ditemukan pada rangkaian Pemilu 2019, dengan 557 kasus di antaranya ditemukan pada Maret hingga Mei 2019 yang merupakan masa puncak pemilu. Adapun pada Pilkada 2020, tambah dia, ditemukan 65 isu hoaks.

"Kemudian diseminasi ke kementerian dan lembaga masyarakat 65, kemudian total sebaran ada 1.004, kemudian yang diajukan untuk di-take down 393," paparnya.

Selain isu hoaks, Bagja menuturkan, tantangan lainnya yang menjadi titik rawan pada Pemilu Serentak 2023 adalah politisasi SARA, politik uang dan penyalahgunaan anggaran, pelanggaran netralitas ASN, TNI/Polri, dan kepala desa, serta data dan pemutakhiran data pemilih, hingga kerumitan pemungutan atau penghitungan suara dan memperoleh hasil.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kominfo Gandeng Bawaslu Bentuk Satgas Awasi Kampanye Pemilu 2024 di Ruang Digital

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) membentuk satuan tugas (satgas) guna mengawasi kampanye dan mencegah penyebaran konten melanggar hukum di media sosial menjelang Pemilu 2024.

"Kemenkominfo melalui Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) bersama Bawaslu membentuk satgas untuk mengawasi jalannya kampanye di medsos," kata Direktur Jenderal Informasi Komunikasi Publik (Dirjen IKP), Kementerian Komunikasi dan Informatika, Usman Kansong dilansir dari Antara, Senin 7 Agustus 2023.

Usman mengatakan, pembentukan satgas merupakan tindak lanjut dari perjanjian kerja sama (PKS) Kominfo dengan Bawaslu yang bertujuan untuk mencegah, mengawasi, serta menindak konten negatif di internet yang bertentangan dengan perundang-undangan.

Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 15 Tahun 2023, peserta pemilu dapat melakukan kampanye melalui dua puluh akun paling banyak untuk setiap jenis platform yang harus didaftarkan kepada KPU terlebih dahulu.

Ia menyebutkan, ada tiga platform yang sudah menunjukkan komitmen untuk mendukung pemilu cerdas di Indonesia, yakni grup META, Twitter, dan Google. Dengan demikian, para satgas yang ditunjuk bisa berkoordinasi langsung dengan perwakilan ketiga platform jika menemukan pelanggaran pemilu di media sosial.

Pada kesempatan terpisah, Puadi selaku Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menjelaskan, dalam proses penindakan kampanye di ruang digital, Bawaslu akan menelaah berbagai konten yang diduga melanggar aturan. Setelah itu, apabila terbukti melanggar, maka memberikan rekomendasi kepada Kemenkominfo untuk di-take down.

"Ketika menemukan aduan atau indikasi konten internet yang bermasalah, termasuk dari salah satu calon, Bawaslu menelaah kemudian merekomendasikan Kemenkominfo untuk menurunkan konten atau menutup akun dari platform bila terbukti bersalah," kata Puadi dilansir dari Antara.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini