Sukses

LPS Siap Jadi Penyelenggara Program Penjaminan Polis

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah susun draft pokok-pokok peraturan pelaksanaan yang diamanatkan UU P2SK.

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan siap mengemban amanat barunya sesuai UU No 4 Tahun 2023, yaitu sebagai penyelenggara Program Penjaminan Polis (PPP) yang akan berlaku pada 12 Januari 2028.

"LPS terus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dalam rangka menyusun dan menyelesaikan RPP Program Penjaminan Polis yang diamanatkan oleh UU P2SK. Yang pasti ketika pelaksanaan PPP sudah mulai kita sudah siap,” kata Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa di Jakarta, Jumat (22/3/2024).

Bukti kesiapan mengemban program penjaminan polis, kata Purbaya, LPS juga telah menyusun draft pokok-pokok peraturan pelaksanaan yang diamanatkan oleh UU P2SK.

Hal itu yang meliputi beberapa substansi pengaturan dalam Peraturan Pemerintah (PP), antara lain terkait iuran awal kepesertaan serta iuran berkala penjaminan dan lini usaha tertentu yang menjadi objek penjaminan dan beberapa substansi pengaturan dalam Peraturan LPS (PLPS), yaitu mengenai kriteria persyaratan tingkat tertentu dan ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan likuidasi perusahaan asuransi. Adapun, peraturan pelaksanaan tersebut berdasarkan UU P2SK harus selesai 2 tahun sejak UU ditetapkan atau paling lambat 2 Januari 2025.

"Dalam penyusunan draft dan RPLPS amanat UU P2SK tersebut, LPS juga terus berdiskusi da memperoleh masukan dari OJK, perusahaan asuransi, asosiasi perusahaan asuransi dan dari berbagai pakar dan ahli di bidang asuransi," ujar Purbaya.

Selain berbagai perkembangan tersebut, LPS bersama dengan Kemenkeu dan OJK pada 2024 juga sedang melakukan, penyusunan peraturan teknis pelaksanaan seperti Peraturan Dewan Komisioner (PDK) dan Peraturan Anggota Dewan Komisioner (PADK) dan juga yang tidak kalah penting adalah persiapan pemenuhan SDM dan kompetensi untuk menunjang pelaksanaan PPP dan melakukan pembekalan kepada karyawan dengan pendidikan dan pelatihan mengenai perasuransian.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Perubahan Organisasi

Disamping itu, LPS pun telah melakukan perubahan organisasi di antaranya dengan menambahkan posisi satu orang Dewan Komisioner yang membidangi PPP dan mengisi SDM untuk organisasi terkait PPP, yaitu dengan penunjukan satu orang Direktur Eksekutif dan beberapa pejabat dan staf untuk mengkoordinasikan persiapan pelaksanaan PPP di internal LPS dan juga dengan pihak di luar LPS.

Purbaya mengatakan, belum lama ini, atau pada Oktober 2023 LPS juga telah resmi menjadi anggota penuh International Forum of Insurance Guarantee Scheme (IFIGS), sebuah organisasi internasional yang beranggotakan 25 penjamin asuransi dari 22 negara.

Artinya dengan menjadi anggota IFIGS, LPS dapat lebih mudah untuk memperoleh informasi dan mendapat sharing pengalaman dari pelaksanaan penjaminan asuransi di negara-negara lain yang menjadi anggota IFIGS.

“Dalam rangka menyiapkan Program Penjaminan Polis ini, LPS juga telah bekerjasama dengan Korea Deposit Insurance Corporation (KDIC) antara lain dengan penugasan pegawai LPS di KDIC dan sebaliknya terdapat 1 pegawai KDIC yang ditugaskan di LPS secara full time sejak akhir tahun 2023, selain itu LPS juga akan berkolaborasi dengan PIDM atau lembaga penjamin simpanan Malaysia dan rencananya akan melakukan pertukaran pegawai juga,” ujar Purbaya.

 

3 dari 4 halaman

Bos LPS: Sisa Anggaran Pemerintah Masih Cukup Ketimbang Naikan PPN

Sebelumnya diberitakan, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa, buka suara soal kebijakan negara yang akan menaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 mendatang.

Purbaya mengaku sependapat jika lonjakan pengenaan pajak tersebut diperlukan untuk mengungkit pendapatan negara.Di sisi lain, ia menganggap sebenarnya pemerintah masih punya cukup anggaran sisa dari tahun sebelumnya untuk membiayai negara, di luar harus mendongkrak PPN.

"Tapi saya kritisi lebih bagus diperbaiki sistem yang ada sehingga dari yang ada misal 10 persen kan, tapi masuk semua. Itu lebih baik dampaknya ke keuangan negara," kata Purbaya dalam sesi temu media di Fairmont Hotel, Jakarta, Kamis (21/3/2024).

"Kalau saya lihat juga dari kelebihan dari uang pemerintah setiap tahun yang tidak terpakai, tidak butuh juga kenaikan PPN sebesar itu," tegas dia.

Menurut dia, pemerintah semustinya bisa mengakali kebutuhan uang negara dengan cara memperbaiki efisiensi pengaturan pajak, ketimbang menaikan PPN di tengah situasi ekonomi yang tak menentu.

"Jadi ketika ekonomi susah, harusnya kita memberi stimulus perekonomian memang pendapatan pajak perlu ditingkatkan, tapi bukan dengan berburu di kebun binatang," ungkapnya.

Kenaikan Tarif PPN

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, kebijakan kenaikan tarif PPN yang dinaikkan menjadi 12 persen di 2025 akan dilaksanakan pada pemerintahan selanjutnya.

Dimana, mayoritas masyarakat Indonesia telah menjatuhkan pilihannya kepada keberlanjutan. Dengan demikian, kebijakan masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan terus dilanjutkan oleh pemerintahan berikutnya.

"Pertama tentu masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan-pilihannya adalah keberlanjutan. Tentu kalau keberlanjutan, program yang dicanangkan pemerintah dilanjutkan termasuk kebijakan PPN," kata Airlangga saat ditemui di kantornya beberapa waktu lalu.

 

4 dari 4 halaman

Undang-Undang

Sebagaimana ketetapan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat dinaikkan dari 11 persen menjadi 12 persen sebelum 1 Januari tahun 2025.

Untuk diketahui, tarif PPN sendiri telah ditetapkan pemerintah Indonesia menjadi 11 persen sejak 1 April 2022 lalu, dan akan dinaikkan secara bertahap sampai dengan 12 persen di tahun 2025.

Hal ini disebut dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau lebih dikenal dengan UU HPP Bab IV pasal 7 ayat (1) tentang PPN.

Sedangkan dalam pasal 7 ayat (3) dijelaskan bahwa tarif PPN dapat diubah paling tinggi 15 persen dan paling rendah 5 persen dan perubahan tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah. Tarif PPN ini mengalami kenaikan sebesar 1 persen dimana sebelum perubahan ditetapkan sebesar 10 persen.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.