Sukses

Kawasan Industri Nikel di Maluku Utara Catat Kontrak Rp 700 Miliar dengan UMKM Lokal

Kawasan Industri Nikel pertama di Maluku Utara, PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) mencatatkan angka kontrak jumbo dengan UMKM lokal.

Liputan6.com, Jakarta Kawasan Industri Nikel pertama di Maluku Utara, PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) mencatatkan angka kontrak jumbo dengan UMKM lokal. Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, kawaasan industri Nikel menjalankan kontrak senilai Rp 700 miliar dengan UMKM.

Nilai akumulasi kontrak ini dikumpulkan dari bebeberapa sektor. Seperti sektor jasa hingga sektor perdagangan. Direktur PT IWIP Scott Ye menilai UMKM memiliki peran penting dalam perekonomian nasional utamanya dalam penciptaan lapangan kerja serta meningkatkan pendapatan masyarakat.

“Program kemitraan IWIP dengan UMKM di Maluku Utara akan terus dilakukan, dan Kami berharap hal ini dapat memberikan dampak yang baik terhadap pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara Khususnya di Halteng (Halmahera Tengah) dan Haltim (Halmahera Timur),” ujar Scott Ye dalam keterangannya, Sabtu (20/1/2204).

Sejalan dengan itu, IWIP sejak 2018 telah melakukan penyerapan tenaga kerja lokal secara bertahap, demi menunjang aktivitas industri yang kian meningkat.

70.000 Tenaga Kerja Lokal

Saat ini, Kawasan Industri Weda Bay telah menyerap lebih dari 70.000 tenaga kerja lokal dari Maluku Utara melalui rekrutmen langsung, dan akan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan Kawasan Industri.

"IWIP telah menargetkan sebanyak 100.000 Tenaga kerja sampai pada tahun 2027 mendatang. Dengan terus bertambahnya jumlah tenaga kerja IWIP di kawasan lingkar Industri dan tambang di daerah Halmahera Timur, Halmahera Tengah, dan Halmahera Selatan tentunya akan meningkatkan kebutuhan primer masyarakat," tuturnya.

Scott Ye menilai upaya tadi bisa memggenjot perekonomian daerah yang juga turut berkontribusi pada ekonomi nasional. Mengacu laporan perekonomian Provinsi Maluku Utara dari Bank Indonesia edisi November 2023, pertumbuhan ekonomi provinsi tersebut pada triwulan III 2023 mencapai 25,13 persen secara tahunan (yoy).

"Menjadikannya provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia. Pencapaian ini, sebagian besar, ditopang oleh sektor pertambangan dan industri pengolahan, yang turut didukung oleh realisasi produksi ore nikel yang dihilirisasi," ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Potensi Nikel RI

Sebelumnya, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan, Indonesia masih memiliki 1,2 juta ha cadangan nikel yang belum dieksplorasi lebih lanjut.

Sekretaris Badan Geologi Rita Susilawati menerangkan, dari total 2 juta ha lahan yang berpotensi mengandung nikel, saat ini baru sekitar 800 ribu ha saja yang telah dikeruk.

"Lokasi yang berpotensi jadi greenfield nikel masih cukup luas. Dilihat dari formasi potensi pembawa nikel 2 juta ha, saat ini baru 800 ribu saja yang sudah menjadi IUP. Sehingga masih ada potensi 1,2 juta yang belum dieksplorasi," jelasnya dalam konferensi pers virtual, Jumat (19/1/2024).

Jadi Incaran Dunia

Untuk diketahui, nikel saat ini jadi incaran dunia sebagai salah satu bahan baku pembentuk baterai kendaraan listrik. Indonesia ditenggarai bahkan masih menyimpan potensi cadangan nikel dengan jumlah jauh lebih besar dari yang sudah ditemukan.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, Indonesia saat ini menyimpan hingga sekitar 5,3 miliar ton cadangan nikel. Bahkan, potensinya lebih besar hingga tiga kali lipat lebih.

"Kalau potensi nikelnya sih kalau lihat sekarang kan ada cadangan nikel, ada potensi. Cadangan kita nih 5,3 miliar ton, nah potensi kita ada 17 miliar (ton)," ujar Arifin di Kantor Kementerian ESDM beberapa waktu lalu.

 

3 dari 3 halaman

Ada 2 Jenis

Arifin menjelaskan, nikel sendiri terbagi menjadi dua jenis. Pertama, nikel berkadar tinggi lebih dari 1,5 persen yang disebut saprolit. Lalu, nikel berkadar rendah kurang dari 1,5 persen atau limonit.

"Jadi kalau dipakai pemakaian, kita produksi setahun, nah itu kalau kan dibagi dua. Satu untuk limonit, satu untuk saprolite, untuk besi-baja," terang Arifin.

Menurut dia, dengan cadangan nikel sebesar 5,3 miliar ton yang dimiliki saat ini cukup untuk kapasitas produksi hingga 15 tahun. Namun, usia pemakaiannya bisa bertambah jika potensi yang ada dikembangkan, dan turut membuat industri daur ulang baterai kendaraan listrik.

"Jadi kalau yang sekitar 5 miliar (ton) ini dengan kapasitas yang sekarang bisa 15 tahun. Tapi kalau kita bisa kembangin yang potensi ini kita bisa panjang," kata Arifin.

"Nah, ke depannya juga kan industri baterai ini bisa ada industri recycle. Jadi ya recycle itu kenapa bisa top up, jadi ya makin panjang lah ya, cuman kita jangan boros," pinta dia

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.