Sukses

Cetak Rekor, CEO JPMorgan Jamie Dimon Kantongi Kompensasi Bayaran Rp 562 Miliar

Dewan JPMorgan menyetujui kenaikan kompensasi CEO Jamie Dimon dari USD 34,5 juta pada 2022 menjadi USD 36 juta atau setara Rp 562,45 miliar pada 2023.

Liputan6.com, Jakarta - CEO JPMorgan Jamie Dimon telah menerima paket kompensasi tahunan tertinggi pada 2023. Jamie Dimon mencatat total gaji USD 36 juta atau sekitar Rp 562,45 miliar (asumsi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 15.623).

Dikutip dari Yahoo Finance, ditulis Sabtu (20/1/2024), Jamie Dimon sering kali menempati peringkat di antara nama-nama dengan bayaran tertinggi di sektor perbankan. Hal itu berkat rekor yang diraih JPMorgan pada 2023. Tren itu tampaknya tidak akan berubah dalam waktu dekat.

Dalam pengajuan SEC yang dilihat oleh Fortune, dewan JPMorgan menyetujui kenaikan kompensasi dari USD 34,5 juta pada 2022 menjadi USD 36 juta pada 2023.

Paket gaji terdiri dari gaji pokok sebesar USD 1,5 juta dan kompensasi insentif variabel berbasis kinerja sebesar USD 34,5 juta. Dari jumlah itu, USD 5 juta akan dibayarkan secara tunai dan sisanya sebesar USD 29,5 juta diberikan dalam bentuk performance share units (PSUs).

Performance share units ini sebagai bentuk kompensasi saham yang merupakan alokasi saham perusahaan yang diberikan kepada manajer dan eksekutif yang diberikan hanya jika kriteria kinerja seluruh perusahaan tertentu terpenuhi seperti target laba per saham atau earning per share (EPS).

"Kompensasi tahunan untuk 2023 mencerminkan pengelolaan perusahaan oleh Dimon, dengan pertumbuhan di semua lini bisnis terdepan di pasar, rekor kinerja keuangan dan neraca yang kuat,” tulis dewan dalam pengajuan.

"Selain itu, perusahaan berhasil menavigasi dan mendukung klien dan pelanggannya melalui gejolak bank regional serta menyelesaikan akuisisi First Republic,” ia menambahkan.

Para eksekutif JPMorgan dan Jamie Dimon benar-benar sibuk pada 2023. Selain mengarahkan perusahaan melalui kondisi inflasi dan tekanan suku bunga yang tidak stabil, runtuhnya SVB pada Maret mengancam akan mengirimkan gelombang kejutan ke seluruh perusahaan Amerika Serikat.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kinerja JPMorgan

Pada Mei, First Republic Bank juga terhuyung dan bangkrut yang merupakan korban terbesar pada saat itu. Akan tetapi, JPMorgan mengambil alih dan mengakuisisi sebagian besar aset dan seluruh simpanannya.

Pada konferensi hasil kuartal kedua pada Juli, lembaga tersebut melaporkan pendapatan bunga bersih (NII) berada pada rekor tertinggi naik 44% termasuk First Republic. Hal ini karena peningkatan laba dari apa yang diperoleh bank dari pinjaman vs apa yang dibayarkan bank tersebut terkait deposito.

JPMorgan menikmati 2023 sebagai tahun yang kuat, meskipun ada tantangan ekonomi.

Pada pekan lalu, grup ini melaporkan laba bersih setahun penuh sebesar USD 49,6 miliar, naik 32% dari 2022, meskipun terjadi perlambatan pada kuartal terakhir ketika laba bersih turun menjadi USD 9,3 miliar dibandingkan dengan USD 11 miliar pada tahun sebelumnya.

3 dari 4 halaman

CEO JPMorgan Ingatkan Faktor-Faktor Pemicu Badai pada Ekonomi AS

Sebelumnya diberitakan, CEO JPMorgan Chase, Jamie Dimon mengatakan dia tetap berhati-hati terhadap kinerja perekonomian Amerika Serikat selama dua tahun ke depan, karena kombinasi risiko finansial dan geopolitik.

"Anda mempunyai semua kekuatan yang sangat kuat yang akan mempengaruhi kita pada tahun 2024 dan 2025," ujar Dimon, dikutip dari CNBC International, Kamis (18/1/2024).

"Ukraina, (konflik) di Israel dan Laut Merah, pengetatan kuantitatif, yang saya masih mempertanyakan apakah kita benar-benar memahami cara kerjanya," kata Dimon dalam dalam wawancara dengan CNBC di sela-sela Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss.

Pengetatan kuantitatif mengacu pada langkah Federal Reserve untuk mengurangi neraca keuangannya dan mengendalikan upaya sebelumnya termasuk program pembelian obligasi.

Dimon telah menganjurkan kehati-hatian selama beberapa tahun terakhir, meskipun rekor keuntungan di JPMorgan, bank terbesar di AS, dan perekonomian negara itu tidak sesuai ekspektasi.

Terlepas dari dampak inflasi yang korosif, sebagian besar konsumen Amerika tetap sehat karena tingkat lapangan kerja yang baik dan tabungan di era pandemi.

Dalam pandangan Dimon, pasar saham yang relatif baik dalam beberapa bulan terakhir telah membuat investor terbuai dengan potensi risiko di masa depan. S&P 500indeks pasar naik 19 persen tahun lalu dan tidak jauh dari level puncak.

"Saat pasar saham sedang naik, ini seperti obat kecil yang kita semua rasakan sangat hebat. Tapi ingat, kita sudah mendapat begitu banyak dorongan fiskal dan moneter, jadi saya sedikit lebih berhati-hati," bebernya.

Selain itu, Dimon juga mengingatkan risiko "badai" pada ekonomi AS di masa depan karena pengetatan kuantitatif dan konflik Rusia-Ukraina.

 

 

 

4 dari 4 halaman

Goldman Sachs Soroti Lonjakan Utang AS

Sementara itu, CEO Goldman Sachs David Solomon mengatakan bahwa meskipun kondisi pasar tidak termasuk masalah geopolitik, kondisi ekonomi saat ini terasa lebih baik dibandingkan tahun lalu.

Tetapi Solomon juga mengingatkan lonjakan tingkat utang AS. "Saya sangat prihatin dengan meningkatnya utang, kata Solomon.

"Ini adalah masalah risiko besar yang harus kita tangani dan perhitungkan, hal ini mungkin tidak akan terjadi dalam enam bulan ke depan," ucapnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.