Sukses

Sri Mulyani: Penerimaan Pajak 2023 Capai Rp 1.869,2 Triliun

Jika dilihat dalam perjalanannya, penerimaan pajak sempat mengalami penurunan yang signifikan yakni pada tahun 2020 penerimaan pajak hanya mencapai Rp 1.072,1 triliun jika dibandingkan dengan tahun 2019 yang sebesar Rp 1.332,7 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mencatat penerimaan pajak sepanjang 2023 mencapai Rp 1.869,2 triliun. Angka penerimaan pajak ini berhasil melampaui target APBN 2023 maupun target revisi menurut Perpres 75 tahun 2023.

Sri Mulyani menjabarkan, penerimaan pajak Rp 1.869,2 triliun di atas target yang ditetapkan berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2023 tentang APBN 2023 yang sebesar Rp 1.718 triliun.

Sementara jika mengikuti target revisi menurut Perpres 75 tahun 2023 sebesar Rp 1.818,2 triliun, maka pencapaian penerimaan pajak sudah mencapai 102,8 persen.

"Tahun ini kita tutup dengan angka Rp 1.869,2 triliun, bayangkan ini kenaikan luar biasa," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) KiTa, Jakarta, Selasa (2/1/2024).

Jika dilihat dalam perjalanannya, penerimaan pajak sempat mengalami penurunan yang signifikan yakni pada tahun 2020 penerimaan pajak hanya mencapai Rp 1.072,1 triliun jika dibandingkan dengan tahun 2019 yang sebesar Rp 1.332,7 triliun.

"(Penerimaan) pajak hanya Rp 1.072,1 triliun bayangkan dari Rp 1.332,7 triliun pada 2019 drop tipis hanya di atas Rp 1.000 triliun," ujarnya.

Kemudian pada tahun 2021, penerimaan pajak mengalami peningkatan menjadi Rp 1.278,6 triliun. Lalu, tahun 2022 penerimaan pajak meningkat menjadi Rp 1.716,8 triliun, dan tren tersebut berlanjut di tahun 2023.

"Kenaikan berturut-turut mulai 2021, 2022, 2023 itu 3 kali growth yang tidak mudah dipertahankan. Jadi, kalau tahun ini kita bisa tumbuh 8,9 persen untuk penerimaan pajak ini adalah sebuah upaya yang luar biasa," pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pemerintah Resmi Tarik Pajak Rokok Elektrik Mulai 1 Januari 2024

Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 143/PMK/2023 mengenai Tata Cara Pemungutan, Pemotongan, dan Penyetoran Pajak Rokok. Pajak Rokok yang dimaksud dalam PMK ini termasuk pajak rokok elektrik. Dengan terbitnya aturan ini, maka rokok elektrik resmi ditarik pajak mulai 1 Januari 2024. 

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Deni Surjantoro menjelaskan, penerbitan PMK Nomor 143 Tahun 2023 mengenai pajak rokok elektrik ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).

"Tujuan diterbitkannya PMK ini sebagai upaya mengendalikan konsumsi rokok oleh masyarakat. Untuk itu, peran para pemangku kepentingan termasuk pelaku usaha rokok elektrik dalam mendukung implementasi kebijakan ini menjadi sangat penting," jelas dia dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (31/1/2023).

Pemberlakuan Pajak Rokok atas Rokok Elektrik (REL) pada tanggal 1 Januari 2024 ini merupakan bentuk komitmen Pemerintah Pusat dalam memberikan masa transisi pemungutan pajak rokok atas rokok elektrik sejak diberlakukan pengenaan cukainya di pertengahan 2018.

Sebagai informasi, rokok elektrik merupakan salah satu barang kena cukai sebagaimana amanat dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang mengatur bahwa cukai dikenakan terhadap barang kena cukai yang salah satunya adalah hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, rokok elektrik, dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL).

3 dari 4 halaman

Target Pemerimaan Cukai

Pengenaan cukai rokok terhadap rokok elektrik akan berkonsekuensi pula pada pengenaan pajak rokok yang merupakan pungutan atas cukai rokok (piggyback taxes). Namun pada saat pengenaan cukai atas rokok elektrik pada tahun 2018, belum serta merta dikenakan Pajak Rokok.

Hal ini merupakan upaya pemberian masa transisi yang cukup atas implementasi dari konsep piggyback taxes yang telah diimplementasikan sejak 2014 yang merupakan amanah dari Undang Undang Nomor 28 tahun 2009.

Pada prinsipnya, pengenaan pajak rokok elektrik ini lebih mengedepankan aspek keadilan, mengingat rokok konvensional dalam operasionalnya melibatkan petani tembakau dan buruh pabrik, yang telah terlebih dahulu dikenakan pajak rokok sejak tahun 2014, selain untuk pendapatan negara.

Dalam jangka panjang penggunaan rokok elektrik berindikasi mempengaruhi kesehatan dan bahan yang terkandung dalam rokok elektrik termasuk dalam barang konsumsi yang perlu dikendalikan.

Adapun penerimaan cukai rokok elektrik pada tahun 2023 hanya sebesar Rp 1,75 triliun atau hanya sebesar 1% dari total penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dalam setahun.

4 dari 4 halaman

Untuk Layanan kesehatan

Kebijakan pengenaan pajak rokok elektrik ini juga merupakan kontribusi bersama antara pemerintah dan para pemangku kepentingan terutama pelaku usaha rokok elektrik yang diharapkan dapat dirasakan manfaatnya secara optimal oleh masyarakat.

Paling sedikit 50% dari penerimaan pajak rokok ini diatur penggunaannya (earmarked) untuk pelayanan kesehatan masyarakat (Jamkesnas) dan penegakan hukum yang pada akhirnya mendukung pelayanan publik yang lebih baik di daerah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini