Sukses

Ini Kebijakan Kepabeanan dan Cukai untuk Maksimalkan Penerimaan Negara di 2024

Salah satu kontributor yang cukup besar dalam pendapatan negara, terutama penerimaan perpajakan adalah kepabeanan dan cukai.

Liputan6.com, Jakarta Salah satu kontributor yang cukup besar dalam pendapatan negara, terutama penerimaan perpajakan adalah kepabeanan dan cukai. Hal itu terlihat dari kinerja kepabeanan dan cukai bulan Oktober 2023 yang mencapai Rp220,8 triliun.

Kontribusi sektor kepabeanan dan cukai tersebut mampu membiayai belanja pemerintah pusat dengan manfaat yang langsung dirasakan masyarakat, yaitu sebesar Rp1.572,2 triliun. Manfaat yang dirasakan langsung tersebut adalah perlindungan sosial, Petani, dan UMKM, pendidikan, hingga infrastruktur.

Kinerja penerimaan kepabeanan dan cukai tersebut pun bisa dibilang sangat dinamis. Sebab, kinerja penerimaan kepabeanan dan cukai sangat dipengaruhi oleh kondisi perdagangan dan konstelasi geopolitik dunia yang berdampak pada harga komoditas.

Di situ lah tantangan penerimaan kepabeanan dan cukai yang akan dihadapi oleh pemerintah. Namun, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) terus berkomitmen dalam menuntaskan amanat penerimaan hingga akhir tahun 2023 dengan memaksimalkan penerimaan kepabeanan dan cukai.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kebijakan Kepabeanan dan Cukai 2024

Menuju visi Indonesia Maju 2045, APBN tahun 2024 pun di-design untuk mempercepat transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. 

Target belanja negara mencapai Rp3.325 triliun yang meliputi pendapatan negara sebesar Rp2.802 triliun dan pembiayaan sebesar Rp522 triliun. Dengan arsitektur itu, APBN diharapkan dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi nasional 5,2% dengan inflasi di angka 2,8%.

Berkaitan dengan itu, peran bea cukai sebagai kontributor penerimaan negara tidak bisa dilepaskan. Pasalnya, di tahun 2024, DJBC menargetkan penerimaan perpajakan mencapai Rp321 triliun.

Dari penerimaan tersebut dapat dialokasikan untuk agenda pembangunan nasional tahun 2024, seperti pembangunan Ibukota Negara Nusantara (IKN) dianggarkan Rp40 trilun dan Pemilihan Umum (Pemilu) sebesar Rp37,4 triliun.

Selain itu, beberapa program lainnya seperti pencegahan Stunting dengan intervensi spesifik pada peningkatan gizi ibu hamil serta imunisasi dan intervensi sensitif pada penyediaan fasilitas kesehatan dan minuman bernutrisi, air minum dan sanitasi layak juga dapat dibiayai dari penerimaan perpajakan.

3 dari 4 halaman

Tantangan Penerimaan Negara

Salah satu kebijakan kepabeanan dan cukai di tahun 2024 adalah penerimaan negara yang optimal. Akan tetapi, pemerintah akan menghadapi beberapa tantangan guna mencapai tujuan tersebut, seperti faktor eksternal dan operasional.

Faktor eksternal yang dapat menghambat penerimaan negara adalah tensi geopolitik dan tekanan ekonomi global yang masih panas dan dapat berimbas pada harga komoditas, terutama mineral dan crude palm oil (CPO).

Selain itu, faktor operasional juga menjadi tantangan, terutama pada penerimaan cukai rokok yang menghadapi tren konsumsi down trading ke jenis rokok dengan cukai lebih rendah atau beralih ke rokok elektrik. Tantangan cukai pun belum selesai, karena masih dibayangi dengan peredaran rokok ilegal.

Menjawab tantangan tersebut, bea cukai pun melakukan upaya intensifikasi tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) melalui kebijakan yang multiyears (tahun 2023 dan 2024) dengan rata-rata kenaikan 10% dan jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) maksimal 5%.

Bea Cukai juga melakukan ekstensifikasi melalui penambahan objek cukai baru dan merealisasikan pemungutan cukai produk plastik dan Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) dengan tetap memperhatikan pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat.

Selain itu, bea cukai juga berupaya melakukan penyederhanaan proses bisnis, terutama cukai. Bahkan layanan yang berbasis digital dilakukan pengembangan, serta mengintegrasikan layanan e-commerce atau marketplace.

4 dari 4 halaman

Pengawasan di Bidang Cukai

Pengawasan di bidang cukai juga dilakukan oleh Bea Cukai seperti operasi gempur BKC illegal, profiling pengguna jasa, hingga pengawasan pemesanan pita cukai. Semua itu dilakukan mulai dari pelayanan hingga pengawasan, diupayakan dengan pemanfaatan TI.

Sebagai bentuk pelaksanaan fungsi fasilitasi perdagangan, bea cukai juga menyiapkan kebijakan terkait Pengelolaan Fiskal yang Sehat dan Berkelanjutan. Salah satunya meningkatkan efektivitas diplomasi ekonomi serta kerjasama kepabeanan internasional.

Dilakukan pula upaya penguatan, harmonisasi, dan sinkronisasi fasilitas fiskal bidang kepabeanan dan cukai, serta pengembangan Pusat Logistik Berikat (PLB). Bea cukai juga memberi dukungan untuk pertumbuhan ekonomi wilayah dan pemerataan yang dilakukan dengan mengoptimalisasi fasilitas Kawasan Khusus.

Tak hanya itu, Bea Cukai juga menyiapkan insentif fiskal untuk mendorong produktivitas sektor ekonomi melalui pemberdayaan UMKM. Bea Cukai memperkuat pengawasannya dengan mengacu kepada konsep lima pilar pengawasan.

Lima pilar pengawasan tersebut adalah follow the goods, follow the money, follow the transporter, follow the documents, follow the people. Kemudian Bea Cukai melakukan perbaikan proses bisnis pelayanan dan peningkatan kinerja logistik melalui implementasi National Logistic Ecosystems (NLE).

Dengan kata lain, Bea cukai senantiasa mengedepankan sinergi dengan seluruh stakeholders dalam rangka pengamanan penerimaan negara serta pengembangan organisasi yang modern serta manajemen transformasi yang dinamis.

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.