Sukses

Ketimpangan Industri Keuangan Syariah dan Konvensional Masih Besar, OJK Bongkar Penyebabnya

Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar mempunyai potensi untuk menjadi contoh keunggulan dalam keuangan syariah.

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tingkat ketimpangan (gap) antara industri keuangan syariah dan konvensional masih cukup besar. Setidaknya, terdapat 5 faktor yang menjadi penyebabnya.

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara menerangakan, hal itu menjadi tantangan dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Dia juga mencatat, tingkat inklusi keuangan syariah baru 12,12 persen.

"Masih terdapat tantangan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah yang menyebabkan masih besarnya gap dengan industri keuangan konvensional," ungkap Mirza dalam Ijtima' Sanawi Dewan Pengawas Syariah ke-19, di Hotel Grand Sahid Jakarta, Jumat (13/10/2023).

Dia menjelaskan ada 5 faktor yang menyebabkan besarnya gap tersebut. Diantaranya, market share atau pangsa pasar ekonomi syariah yang masih rendah, sekitar 11 persen.

Lalu, masih rendahnya literasi keuangan syariah, yang berdampak pada terbatasnya laju inklusi keuangan syariah. Kemudian, terbatasnya diferensiasi model bisnis atau produk keuangan syariah.

"Penggunaan teknologi informasi perlu ditingkatkan untuk, serta sumber daya manusia keuangan syariah yang belum optimal," urainya.

"Menjawab tantangan dimaksud, seluruh Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar mempunyai potensi untuk menjadi contoh keunggulan dalam keuangan syariah. Ambisi ini sejalan dengan upaya berkelanjutan kami untuk mendorong ekosistem keuangan yang kuat dan terdiversifikasi yang sejalan dengan prinsip-prinsip syariah," sambung Mirza.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tahan Krisis

Lebih lanjut, Mirza mengatakan industri keuangan syariah sebenarnya mampu membuktikan daya tahannya, termasuk tahan terhadap krisis. Itu dibuktikan dari tingkat pertumbuhan yang tinggi ketimbang keuangan konvensional.

"Namun demikian, kami menyadari bahwa potensi besar ini masih harus dimanfaatkan secara optimal," kata dia.

Menurutnya, OJK telah memiliki tujuan untuk memperkuat posisi keuangan syariah Indonesia dalam lingkup pembiayaan syariah global yang lebih luas. Hal ini menjawab peluang pertumbuhan besar yang ada di depan dan pentingnya memanfaatkan kekuatan kolektif untuk mencapai kehadiran internasional yang lebih menonjol

 

3 dari 3 halaman

Strategi OJK

Sejumlah strategi pun diambil oleh OJK. Mulai dari optimalisasi kinerja pembiayaan syariah, perkuat keuangan syariah, hingga keterlibatannya mendukung UMKM.

Tiga poin inti strategi OJK tersebut diantaranya, Pertama, OJK akan lebih mengoptimalkan kinerja pembiayaan syariah melalui penguatan dan konsolidasi permodalan, serta membina sinergi dan mendorong industri yang kompetitif dan dinamis.

Kedua, perlu memperkuat keuangan syariah dengan menerapkan kebijakan Kerangka Tata Kelola Syariah pada industri dan membentuk Komite Pengembangan Keuangan Syariah.

"Ketiga, dalam hal peningkatan peran jasa keuangan syariah dalam program keberlanjutan, optimalisasi dana sosial syariah sebagai sumber pembiayaan sektor UMKM sangat penting dalam percepatan inklusi keuangan syariah di Indonesia," ungkap dia.

"Selain itu, OJK telah merumuskan inisiatif strategis dan program turunan (action plan) dalam rangka mengembangkan potensi keuangan syariah yang ada di setiap sektor dan mampu menjawab tantangan industri keuangan syariah saat ini yang dituangkan dalam Roadmap OJK 2022 - 2027," pungkas Mirza.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.