Sukses

OJK: 8 Perusahaan Pembiayaan Belum Penuhi Ketentuan Modal

Perusahaan pembiayaan berbentuk perseroan terbatas wajib mengantongi ekuitas paling sedikit sebesar Rp. 100 miliar, di mana perusahaan memiliki tenggat waktu mencapai modal tersebut paling lambat pada 31 Desember 2019.

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan ada sebanyak 8 perusahaan pembiayaan atau multifinance yang belum memenuhi ketentuan modal.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman mengatakan, pihaknya telah melakukan supervisory action atau tindakan pengawasan terhadap perusahaan pembiayaan yang belum memenuhi ketentuan modal.

"OJK telah melakukan supervisory action, dengan melakukan monitoring atas aksi realisasi aksi korporasi perusahaan sesuai action plan dan melakukan enforcement terhadap perusahaan pembiayan yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum," kata Agusman dalam konferensi pers Hasil RDK Bulanan OJK Agustus 2023, Selasa (5/9/2023).

Sebagai informasi, tercantum dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, tepatnya dalam Bab XVIII mengenai Ekuitas pada Pasal 87 ayat (1) huruf a.

Dalam POJK tersebut, dituliskan bahwa perusahaan pembiayaan berbentuk perseroan terbatas wajib mengantongi ekuitas paling sedikit sebesar Rp. 100 miliar, di mana perusahaan memiliki tenggat waktu mencapai modal tersebut paling lambat pada 31 Desember 2019.

Adapun sanksi administratif yang dikenakan OJK terhadap 34 penyelenggara fintech P2P Lending pada bulan Agustus 2023 atas pelanggaran yang dilakukan terhadap peraturan OJK terkait peer-to-peer lending.

"Pengenaan sanksi administratif terdiri dari 46 pengenaan sanksi tertulis, 1 teguran tertulis, dan 10 sanksi berupa denda," ungkap Agusman.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

OJK: Sektor Keuangan RI Stabil, Permodalan Kuat dan Likuiditas Memadai

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra siregar mengungkapkan bahwa sektor jasa keuangan di Indonesia tetap terjaga stabil ditopang oleh permodalan yang kuat dan likuiditas yang memadai.

"Rapat Dewan Komisioner bulanan OJK pada 30 Agustus 2023 menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga dan resilien dengan indikator prudensial seperti permodalan, maupun likuiditas yang memadai serta prodil risiko yang terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekomonian global," ungkap Mahendra dalam konferensi pers Hasil RDK Bulanan Agustus 2023 yang disiarkan secara daring pada Selasa (5/9/2023).

Sementara itu, divergensi perekomonian global masih berlanjut dengan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang menunjukkan resiliensi di tengah inflasi inti yang terus-menerus turun.

Mahendra melihat, resiliensi ekonomi tersebut meningkatkan ekspektasi bahwa The Fed dapat lebih hawkish dalam memutuskan kebijakan moneternya.

Sentimen Eropa

Sementara di Eropa, pertumbuhan ekonomi kembali turun menjadi 0,6 persen yoy pada triwulan kedua 2023, menandai kontraksi dari 1,1 persen pada triwulan sebelumnya. Adapun inflasi inti Eropa yang juga masih tinggi.

"Di sisi lain momentum pemulihan ekonomi Tiongkok termoderasi. Indikator ekonomi Tiongkok tercatat di bawah ekspektasi dengan inflasi yang masuk ke zona deflasi dan kinerja eksternal yang berkontraksi," papar Mahendra.

3 dari 3 halaman

Sektor Properti

Selain itu, tekanan pada sektor properti di negara ekonomi terbesar kedua di dunia juga kembali meningkat, seiring munculnya permasalahan pada beberapa pengembangan properti besar.

"Di domestik kita, ekonomi Indonesia tumbuh positif pada triwulan 2 2023 sebesar 5,17 persen yoyo naik dari triwulan sebelumnya 5,04 persen yang didorong oleh kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi yang baik," Mahendra menyoroti.

Namun demikian, dia menyarankan, perlu dicermati kecenderungan pelemahan indikator optimisme konsumen, tren penurunan inflasi inti, dan berlanjutnya penurunan harga komoditas yang telah menekan kinerja eksternal Indonesia.

"Dinamika perekonomian tersebut mendorong pelemahan pasar keuangan global, baik di pasar saham, surat utang, maupun pasar nilai tukar wang juga disertai terjadinya peningkatan volatilitas pasar dan Outlook dari mayoritas pasar keuangan dari emerging market termasuk pasar keuangan Indonesia," jelasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.