Sukses

Bangkrut, Domino's Pizza Cabut dari Rusia

Domino's Pizza di Rusia menyatakan diri untuk menutup semua gerainya.

Liputan6.com, Jakarta Domino's Pizza di Rusia menyatakan diri untuk menutup semua gerainya. Hal ini sebagai imbas dari kondisi ekonomi di negara Beruang Putih tersebut yang menyebabkan Domino's Pizza tak untung lagi.

Dikutip dari Reuters, DP Eurasia (DPEU.L) sebagai pemegang lisensi Domino's Pizza menyatakan kondisi keuangan perusahaan sudah tidak memungkinkan untuk bertahan di Rusia.

Sebenarnya, perusahaan sudah mengupayakan rencana bertahan di Rusia dengan cara divestasi, dan lain sebagainya. Hanya saja, pertimbangan final memutuskan untuk angkat kaki mengikuti perusahaan waralaba lainnya.

 

Sebelumnya, beberapa telah berhasil menegosiasikan jalan keluar yang cepat mengenai kondisi perusahasan dengan cara menjual dengan diskon besar atau menyerahkan operasional perusahaan kepada manajemen lokal.

 

“Dengan lingkungan yang semakin menantang, perusahaan induk DPRussia kini terpaksa mengambil langkah ini, yang akan menghentikan upaya proses penjualan DPRussia sebagai hal yang berkelanjutan dan, yang tak terhindarkan, kehadiran kelompok tersebut di Rusia,” kata DP Eurasia dalam sebuah pernyataan.

Punya 142 Toko

Meskipun masih terlalu dini untuk menentukan dampak finansial dari kebangkrutan tersebut, perusahaan mengatakan utang luar negeri unit tersebut sekitar 520 juta rubel (USD 5,56 juta) telah dilunasi oleh anak perusahaan DP Eurasia di Turki, sehingga mengurangi utang kotor grup tersebut dan menghasilkan kas kotor saldo 162 juta lira (USD 5,97 juta).

DP Rusia, perusahaan pengiriman pizza terbesar ketiga di negara itu, mengoperasikan sekitar 142 toko.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Selain McDonald's, Starbucks Keluar dari Rusia dan Tutup 130 Gerai

Starbucks menghentikan operasinya di Rusia, dan menutup 130 gerai. Starbucks yang menghentikan operasinya pada awal Maret 2022 akan “keluar” dari Rusia setelah invasi ke Ukraina dan tidak lagi memiliki merek di pasar.

Manajemen Starbucks mengatakan hal tersebut pada Senin, 23 Mei 2022. "Kami akan terus mendukung hampir 2.000 mitra apron hijau di Rusia, termasuk pembayaran selama enam bulan dan bantuan bagi mitra untuk transisi ke peluang baru di luar Starbucks,” ujar manajemen Starbucks dikutip dari Channel News Asia, Selasa (24/5/2022).

Langkah ini mengikuti tindakan serupa pekan lalu oleh merek raksasa Amerika Serikat (AS) lainnya McDonald’s yang memiliki kehadiran lebih besar di negara itu sejak periode menjelang akhir perang dingin. Adapun Starbucks buka pertama di Rusia pada 2007. Hingga Maret 2022, ada 130 gerai Starbucks di Rusia, dimiliki dan dioperasikan oleh partner.

Merek-merek AS berada di bawah tekanan untuk memutuskan hubungan dengan Rusia di tengah kecaman internasional atas invasi Ukraina. Starbucks telah berada di Rusia selama 15 tahun. Pada acara investor Desember 2010, para eksekutif menyoroti negara itu sebagai pasar utama yang sedang berkembang untuk merek tersebut bersama dengan China, Brazil dan India.

Starbucks tidak mengungkapkan dampak keuangan dari keluarnya perusahaan tersebut. McDonald’s mengatakan akan hasilkan biaya satu kali sebesar USD 1,2 miliar-USD 1,4 miliar keluar dari negara tersebut.

Pada Kamis,19 Mei 2022, McDonald’s telah mencapai kesepakatan untuk menjual bisnisnya di Rusia kepada pengusaha Rusia Alexander Govor, pemegang lisensi McDonald’s.

Saham Starbucks naik 0,5 persen menjadi USD 73,76 pada Senin pagi,23 Mei 2022.

3 dari 3 halaman

McDonald’s hingga Starbucks Setop Bisnis di Rusia

Sebelumnya, PepsiCo, Coca-Cola, McDonald’s dan Starbucks menangguhkan bisnis di Rusia. Hal ini dilakukan setelah invasi Rusia ke Ukraina.

Pepsi telah menjual produknya di Rusia selama lebih dari enam dekade. Selain itu, McDonald’s membuka lokasi pertama di Moskow hanya beberapa bulan sebelum Uni Soviet runtuh.

Dalam beberapa hari terakhir, Pepsi, Coke, McDonald’s dan Starbucks telah menuai kritik karena terus beroperasi di Rusia. Sementara perusahaan Amerika Serikat lainnya mengumumkan penangguhan dan penghentian penjualan.

Profesor Yale Jeffrey Sonnenfeld menyusun dan mempublikasikan daftar perusahaan AS yang menarik diri dari Rusia telah invasi ke Ukraina. Hingga Selasa sore waktu setemapt, Coke adalah salah satu nama yang paling dikenal.

"Hati kami bersama orang-orang yang menanggung dampak buruk dari peristiwa stragis di Ukraina ini. Kami akan terus memantau dan menilai situasi seiring perkembangan,” tulis Coke dilansir dari CNBC, Rabu, 9 Maret 2022.

Rusia, mewakili salah satu dari sedikit wilayah di dunia, saingan Coke, PepsiCo memiliki kehadiran lebih besar. Dalam dokumen kepada regulator, Coke menyebutkan bisnisnya di Ukraina dan Rusia menyumbang sekitar 1 persen-2 persen dari pendapatan operasional bersih konsolidasi dan laba operasi pada 2021.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.