Sukses

Jakarta Terancam Mati Listrik, Ini Gara-garanya

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai, polusi udara yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya lebih disebabkan oleh transportasi ketimbang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Liputan6.com, Jakarta Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai, polusi udara yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya lebih disebabkan oleh transportasi ketimbang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

"Terkait PLTU yang disebutkan sebagai penyebab polusi Jakarta di mana sebelumnya belum pernah disebutkan sama sekali dalam kajian BMKG maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK)," ujarnya di Jakarta, Selasa (15/8/2023).

Agus menyatakan, yang paling jelas polusi di Jakarta ini penyebabnya adalah transportasi. "Bahkan Presiden dan Menteri LHK juga menyatakan hal itu. Meski PLTU ada karbon yang dihasilkan, tapi bukan menjadi penyebab utama polusi udara di Jakarta," ungkapnya.

Pemerintah, jelasnya, sudah melakukan kesepakatan di Konferensi Perubahan Iklim (COP 27) di Sharm El-Sheikh, Mesir. Menurutnya, Pemerintah telah menyepakati dengan badan-badan internasional termasuk rencana memensiunkan PLTU demi transisi energi.

Menurut dia, Indonesia tidak bisa langsung memensiunkan PLTU batu bara begitu saja. Pemerintah sepakat untuk memensiunkan PLTU batu bara dan beralih ke energi bersih, namun harus secara bertahap sesuai road map dan mempertimbangkan kemampuan finansial.

"Jika dipaksakan, bisa mati listrik kita. Pada sejumlah konferensi internasional saya sudah bicara soal itu," kata Agus.

Pernyataan senada sempat dilontarkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya. Ia menilai polusi di Jakarta dan sekitarnya tidak terjadi karena sumbangan sisa pembuangan asap PLTU. Hal ini terbukti dari studi yang dilakukan pihaknya dan PLN.

Siti mengatakan, pihaknya sudah melakukan studi menggunakan data satelit sentinel troposperik selama 27 Juli hingga 9 Agustus 2023. Hasil pembuangan PLTU tidak mengarah ke Jakarta, melainkan ke arah Selat Sunda.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

PLTU Suralaya

Khususnya hasil pembuangan PLTU Suralaya yang letaknya dekat dengan Jakarta, atau tepatnya di Cilegon, Banten.

"Sebelumnya, pada tahun 2019 ketika heboh-heboh ini juga ada kami juga lakukan studi. Sama hasilnya, konfirmasi studinya PLN dengan KLHK bahwa dugaan polusi udara karena PLTU Suralaya itu kurang tepat. Sebab hasil analisis uapnya itu pencemarannya dia bergeraknya tidak ke arah Jakarta," terangnya di Istana Negara, Jakarta beberapa waktu lalu.

"Semua bergerak ke arah Selat Sunda ditopang oleh arah angin yang menurut data BMKG," kata Siti.

Dia kembali menegaskan, polusi udara di Jakarta tidak terjadi karena hasil pembuangan PLTU. Penggunaan PLTU batu bara menurutnya hanya berpengaruh tak sampai 1% ke polusi di Jakarta.

"Bisa dikatakan bahwa polusi ini bukan karena PLTU begitu ya. Apalagi kalau dilihat dari hasil studi, penggunaan batu bara yang berpengaruh ke Jakarta sih nggak nyampe 1 persen," tegas Siti.

3 dari 5 halaman

Polusi Udara Jakarta Memburuk, Pengusaha: Tak Semua Bisa WFH

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan tidak semua sektor bisa menerapkan sistem bekerja dari rumah (WFH) sebagaimana arahan Presiden Jokowi untuk bisa mengurangi polusi di wilayah Jabodetabek, khususnya polusi udara Jakarta.

“Jadi kami sudah sampaikan memang ada sektor-sektor tertentu yang tidak memungkinkan untuk WFH. Memang semenjak pandemi, kita sudah belajar mana yang bisa (WFH). Masih ada juga sektor tertentu yang masih hybrid tapi memang ada yang memang tidak bisa,” katanya dikutip dari Antara, Selasa (15/8/2023).

Menurut Shinta, jika mau dikaitkan dengan masalah polusi udara yang belakangan memburuk, solusinya tidak hanya bisa dipecahkan dari sisi transportasi. Sektor transportasi hanya satu di antara banyak penyebab tingginya polusi, khususnya di Ibu Kota.

Sistem WFHIa pun telah mengimbau para pengusaha yang bisa menerapkan sistem WFH agar bisa diatur dengan baik. Di sisi lain, aspek lain yang seperti penerapan konsep hijau dalam operasional usaha juga perlu dikedepankan. 

“Jadi memang saat ini kami mengimbau yang bisa, ya mungkin bisa diatur yang lebih baik tapi yang memang tidak bisa, kita harus tetap komit untuk bagaimana lebih menjalankan misal program hijau. Hal semacam itu yang saya rasa juga belum menjadi perhatian para pengusaha,” imbuhnya. 

Shinta menekankan saat ini sudah banyak perusahaan yang menerapkan WFH (Work From Home) atau jam kerja fleksibel kepada para pekerjanya.

4 dari 5 halaman

Siapa Penyumbang Polusi Udara Terbesar, Mobil atau Motor?

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan kendaraan bermotor menjadi penyebab utama kasus polusi udara Jakarta.

"Dalam catatan kami ada 24,5 juta kendaraan bermotor pada tahun 2022," ujarnya dikutip dari Antara, Selasa (15/8/2023).Sebanyak 24,5 juta kendaraan bermotor di Jakarta, mayoritas adalah sepeda motor dengan komposisi mencapai 78 persen. Rata-rata pertumbuhan kendaraan bermotor per tahun sebesar 5,7 persen atau setara 1,2 juta unit dan sepeda motor 6,38 persen atau setara 1,04 juta unit.

Sepeda motor menghasilkan beban pencemaran per penumpang paling tinggi dibandingkan mobil pribadi bensin, mobil pribadi solar, mobil penumpang, dan bus.

Menteri Siti menuturkan tak hanya emisi kendaraan bermotor saja yang berpengaruh terhadap kualitas udara, tetapi juga ada kemarau panjang, konsentrasi polutan, hingga manufaktur industri.

Pemerintah mengajak masyarakat untuk melakukan uji emisi kendaraan bermotor sebagai salah satu langkah cepat untuk menangani polusi udara. Uji emisi menggerakkan masyarakat melakukan inspeksi dan perawatan terhadap kendaraannya sendiri.

 

5 dari 5 halaman

Uji Emisi

Berdasarkan data Vital Strategies, tingkat kepatuhan masyarakat Jakarta terhadap kewajiban uji emisi masih sangat rendah. Jakarta Barat hanya 7,45 persen, Jakarta Selatan hanya 4,53 persen, Jakarta Pusat hanya 3,86 persen, Jakarta Timur hanya 4,72 persen, dan Jakarta Utara sebanyak 10,69 persen.

"Uji emisi merupakan langkah yang sangat tepat dan perlu dilakukan dengan hasil yang bisa dirasakan segera," kata Siti.

Lebih lanjut dia menyampaikan aturan uji emisi itu dilakukan terlebih dahulu di Jakarta atau Jabodetabek. Bila kegiatan itu berjalan baik, maka pemerintah bakal memperluas aturan itu hingga ke seluruh Indonesia.

Selain itu, semua kementerian/lembaga dan pemerintah daerah wajib untuk memberlakukan uji emisi bagi semua kendaraan bermotor yang masuk fasilitas perkantoran. "Kemudian, memasukkan persyaratan lulus uji emisi untuk perpanjangan STNK dan pembayaran pajak kendaraan bermotor," pungkas Menteri Siti.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini