Sukses

Bantah Faisal Basri, Jokowi Ungkap Hitungan Keuntungan Hilirisasi Indonesia

Ekonom Senior Indef Faisal Basri mengkritik kebijakan hilirisasi yang dinilai tidak menguntungkan. Malah, Faisal menyebut Indonesia hanya menikmati 10 persen hasil dari hilirisasi nikel.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengungkap hitung-hitungan keuntungan yang didapat dari hilirisasi yang dilakukan di Indonesia. Hal ini mempertegas kalau hilirisasi memberikan nilai tambah ke Tanah Air.

Sebelumnya, Ekonom Senior Indef Faisal Basri mengkritik kebijakan hilirisasi yang dinilai tidak menguntungkan. Malah, Faisal menyebut Indonesia hanya menikmati 10 persen hasil dari hilirisasi nikel.

Jokowi pun membantah hal tersebut. Dia mencontohkan adanya nilai tambah berkali-kali lipat yang didapat Indonesia.

"Ngitungnya gimana? Kalau itungan kita, contoh saya berikan contoh nikel, saat diekspor mentahan, bahan mentah setahun kira-kira hanya Rp 17 triliun, setelah masuk ke industrial downstreaming, ke hilirisasi menjadi Rp 510 triliun," ujarnya di Stasiun LRT Dukuh Atas, Jakarta, Kamis (10/8/2023).

Kepala Negara mengambil logika dari setoran pajak yang didapat dari hasil hilirisasi tersebut. Dia mencoba membandingkan besaran pajak yang diterima dari angka Rp 17 triliun sebelum hilirisasi nikel, dan Rp 510 triliun pasca hilirisasi nikel.

"Bayangkan saja kita negara itu hanya mengambil pajak, mengambil pajak dari Rp 17 triliun sama mengambil pajak dari Rp 510 triliun, lebih gede mana?," ungkapnya.

"Karena dari situ, dari hilirisasi kita bisa mendapatkan PPN, PPH badan, PPh karyawan, PPh perusahaan, royalti, bea ekspor, penerimaan negara bukan pajak, semuanya ada di situ. coba dihitung saja dari Rp 17 triliun sama Rp 510 triliun, gede mana?," sambung Jokowi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kritik Faisal Basri

Sebelumnya, Faisal Basri menyoroti kebijakan hilirisasi yang dinilai tidak menguntungkan. Menurutnya, hilirisasi tidak lebih jauh menguntungkan ketimbang negara menggenjot industrialisasi.

"Sayangnya tidak ada kebijakan industrialisasi, yang ada adalah kebijakan hilirisasi. Beda, kalau industrialisasi memperkuat struktur perekonomian struktur industri meningkatkan nilai tambah di dalam negeri," jelasnya dalam Diskusi Indef, ditulis Kamis (10/8/2023).

Dia mencontohkan soal hilirisasi nikel menjadi NPI dan feronikel. Data yang dikantonginya menyebut kalau 99 persen hasilnya itu diekspor ke China.

"Kalau hilirisasi sekedar dari bijih nikel menjadi NPI atau jadi feronikel, NPI dan feronikelnya 99 persennya diekspor ke China. Jadi hilirisasi di Indonesia nyata-nyata memdukung idustrialisasi di China," bebernya.

Faidal menyebut kalau paling besar, Indonesia hanya menikmati 10 persen dari proses hilirisasi nikel. "Dan sungguh hilriisasi itu kita gak dapat banyak, maksimum 10 persen, 90 persennya lari ke China," tegasnya.

3 dari 4 halaman

Tak Gentar Hilirisasi Digugat, Jokowi Bongkar Bukti Nyata Indonesia Untung Besar

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan sikapnya terkait hilirisasi mineral hingga pertanian. Dia tak gentar meski berulang kali digugat di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan diperingati Dana Moneter Internasional (IMF).

Dia menegaskan, hilirisasi di berbagai sektor menjadi kunci bagi Indonesia untuk bisa menjadi negara maju. Pasalnya, sumbangan secara ekonominya bisa meningkat berkali lipat.

"Hilirisasi apapun harus kita teruskan meskipun kita digugat oleh WTO meskipun kita diberikan peringatan oleh IMF apapun barang ini harus kita teruskan," ujar Jokowi dalam Pengukuhan Pengurus Apindo, di Jakarta, Senin (31/7/2023).

Ada 2 hal penting untuk membawa Indonesia menjadi negara maju. Pertama, pengembangan sumber daya manusia (SDM). Kedua, adalah hilirisasi di mineral, pertanian, perikanan.

"Semuanya bisa dihilirisasi kalau hitungannya World Bank, IMF itu di 2040-2045 saya yakin ini bisa agak maju," ungkapnya.

 

4 dari 4 halaman

Hilirisasi Nikel

Dia kembali menguraikan kesuksesan dari hilirisasi nikel yang dimulai sejak 2020 lalu. Contohnya, hilirisasi Nikel di Sulawesi Tenggara yang mampu menyerap 71.500 tenaga kerja di sisi pengolahan nikel.

Kemudian, di Maluku Utara ada peningkatan serapan tenaga kerja dari 500 orang menjadi 45.600 orang setelah hilirisasi.

"Kemudian kalau kita liat ini untuk seluruh produk turunan nikel, tidak hanya besi saja. USD 1,1 miliar, itu hanya besi baja ini untuk seluruh produk turunan nikel. 2014 hanya USD 2,1 billion. Setelah hilirisasi jadi Rp 510 triliun, dari USD 2,1 billion. melompat jadi USD 33,8 billion," katanya.

"Berarti melompatnya berapa kali. Ini baru berapa turunan saja. Kalau nanti turunannya sudah berkembang, bapak ibu dan saudara-saudara bisa membayangkan berapa angka yang akan muncul, dan ini baru nikel," imbuhnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.