Sukses

Mendag Tegas Menolak Kebijakan UU Anti-Deforestasi Uni Eropa, Ini Alasannya

Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan dengan tegas menolak kebijakan undang-undang anti-deforestasi yang diterapkan Uni Eropa.

Liputan6.com, Jakarta Guna melindungi kepentingan produk Indonesia dari berbagai kebijakan yang dapat menghambat ekspor, Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan dengan tegas menolak kebijakan undang-undang anti-deforestasi yang diterapkan Uni Eropa. Ia mengatakan bahwa Kemendag akan terus berupaya melindungi kepentingan nasional, terutama petani rakyat.

"Kita sadari perjuangan tidak mudah, tetapi Kementerian Perdagangan akan terus berupaya melindungi kepentingan nasional, termasuk melindungi petani rakyat di berbagai forum internasional, baik bilateral, regional, dan multilateral," katanya dalam acara Indonesia Food Agri Insight On Location di Jakarta, Selasa (1/8/2023).

"Untuk itu, Kemendag siap mengambil langkah-langkah terukur untuk mengamankan kepentingan nasional," imbuh Zulhas.

Dirinya juga menjelaskan, Uni Eropa sudah memperkenalkan kebijakan perlindungan lingkungan dan mengatasi perubahan iklim dalam kerangka European Green Deal (EGD) untuk mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 55% pada 2030. Mendag Zulhas mengatakan, Uni Eropa telah menerbitkan beberapa kebijakan, pertama, Renewable Energy Directive (RED) yang akan melarang penggunaan biofuel dari minyak sawit pada 2030.

"Kedua, Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) yang akan menjadi dasar pengenaan pajak karbon terhadap produk-produk seperti besi dan baja, semen, pupuk, aluminium, dan listrik. Ketiga, Deforestation-Free Products Regulation atau UU Anti-Deforestasi Uni Eropa," jelasnya.

"UU Anti-Deforestasi Uni Eropa mewajibkan produk yang diekspor atau pun diimpor oleh Uni Eropa harus bebas dari deforestasi atau penggundulan hutan, yaitu sapi ternak, kakao, kopi, minyak sawit, kedelai, karet, kayu dan produk turunannya," tambah Mendag Zulhas.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Berpotensi Diskriminatif

Mendag Zulhas menyebut bahwa kebijakan yang dikeluarkan Uni Eropa tersebut berpotensi diskriminatif, khususnya ketentuan kriteria negara berisiko, penetapan cakupan produk yang tidak mencakup produk utama Uni Eropa, dan penentuan batas waktu barang yang terkena kebijakan.

"Kebijakan ini menciptakan hambatan perdagangan yang tidak perlu melalui kewajiban uji tuntas dan sanksi atas pelanggaran," sebutnya.

Mendag Zulhas juga mengungkapkan bahwa kebijakan Uni Eropa itu telah menjadi sorotan Kemendag jauh sebelum diberlakukan, mengingat potensi dampak negatifnya terhadap produk ekspor Indonesia.

"Kebijakan ini berpotensi menghambat perdagangan dan merugikan petani kecil. Ekspor Indonesia ke Uni Eropa 2022 untuk sawit, karet, kakao, kopi, dan kayu sekitar 6,7 miliar US Dollar," ungkapnya.

"Sementara itu, 8 juta petani kecil kelapa sawit, kakao, kopi, dan karet Indonesia juga akan terdampak akibat kebijakan tersebut," tegas Mendag Zulhas.

Ia kembali menegaskan bahwa Kemendag telah melakukan berbagai langkah dalam melawan kebijakan Uni Eropa tersebut, salah satunya dengan menyampaikan keberatannya ke Uni Eropa dan negara anggotanya.

"Kami juga memanfaatkan forum perundingan Indonesia-Uni Eropa Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) agar Uni Eropa dapat tetap membuka akses pasar produk Indonesia," tegas Mendag Zulhas.

"Selain itu, Indonesia telah mengangkat isu ini bersama anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) lainnya di berbagai komite," imbuhnya.

3 dari 3 halaman

Inisiasi Surat Bersama

Mendag Zulhas berujar bahwa Indonesia juga menggalang posisi bersama dengan perwakilan negara-negara lainnya di Brussels, Belgia. Sebelumnya, Indonesia juga sudah mengisiasi Surat Bersama yang ditekan 14 negara perihal keberatan atas kebijakan Uni Eropa.

"Selain upaya diplomasi, Indonesia juga memiliki hak untuk mengajukan permohonan ke WTO guna menilai kesesuaian kebijakan Uni Eropa dengan ketentuan WTO," ujarnya.

Selain itu, Mendag Zulhas juga mengatakan bahwa konsistensi dalam menerapkan dan menyampaikan kepada publik terkait kebijakan dan program pemerintah yang berkontribusi untuk mengatasi perubahan iklim harus dilakukan. Ia menegaskan bahwa Kemendag akan mendukung upaya tersebut.

"Oleh karena itu, peran dan kontribusi seluru pemangku kepentingan, baik pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat sangat diperlukan untuk mengatasi persoalan yang dihadapi," katanya.

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini