Sukses

Ketua ASEAN-BAC: Pengesahan UU kesehatan Dorong Pengembangan Obat Hepatitis

Virus hepatitis merupakan salah satu ancaman utama kesehatan masyarakat di seluruh dunia, termasuk Asia Tenggara (ASEAN). Khusus untuk kawasan ASEAN, Indonesia, Kamboja, dan Vietnam menjadi 3 besar negara yang memiliki angka kematian tertinggi akibat virus hepatitis menurut Global Burden of Disease (GBD) pada 2019 lalu.

Liputan6.com, Jakarta - Pengesahan Undang-Undang (UU) Kesehatan 2023 mendapat tanggapan positif dari Ketua ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC), Arsjad Rasjid. Menurutnya, UU Kesehatan 2023 ini mampu mendorong investasi dan pengembangan obat termasuk untukhepatitis

"Dengan UU (Kesehatan) ini, Indonesia siap terbuka terhadap investasi dalam penelitian dan pengembangan, pengembangan pasar baru dan manufaktur, serta meningkatkan pelayanan di sektor kesehatan," kata Arsjad Rasjid dalam pernyataannya di Jakarta, Sabtu, (29/7/2023).

Arsjad menyatakan, virus hepatitis merupakan salah satu ancaman utama kesehatan masyarakat di seluruh dunia, termasuk Asia Tenggara (ASEAN). Khusus untuk kawasan ASEAN, Indonesia, Kamboja, dan Vietnam menjadi 3 besar negara yang memiliki angka kematian tertinggi akibat virus hepatitis menurut Global Burden of Disease (GBD) pada 2019 lalu. 

"Virus Hepatitis mempengaruhi jutaan orang di wilayah ASEAN. Indonesia mencapai 2,14 per 100.000 penduduk, diikuti Kamboja 1,87 dan Vietnam 0,7," ungkap Arsjad.

Sementara untuk delapan negara ASEAN lainnya, yakni Kamboja, Vietnam, Brunei, Malaysia, Laos, Myanmar, Thailand, Filipina, dan Singapura memiliki angka kematian kurang dari 1 per 100.000 penduduk. Oleh karena itu ASEAN-BAC telah berusaha untuk merumuskan solusi konkret untuk meningkatkan komitmen investasi di tingkat kawasan ASEAN. 

Arsjad menambahkan bahwa kunci untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan membentuk kemitraan publik dan swasta yang lebih besar di sektor kesehatan wilayah ASEAN. Antara lain membangun iklim bisnis yang lebih menarik untuk pengembangan infrastruktur kesehatan. 

"Kita banyak belajar selama pandemi kemarin, bahwa infrastruktur kesehatan adalah salah satu hal yang perlu menjadi prioritas melalui pengesahan UU Omnibus Reformasi Kesehatan," terangnya. 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pakar Unair: UU Kesehatan Bisa Tingkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat

Pakar hukum pidana dan hukum kesehatan Universitas Airlangga (Unair) Riza Alifianto Kurniawan menanggapi Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan akhirnya disahkan menjadi UU Kesehatan.

Menurutnya, RUU Kesehatan yang telah disahkan memberikan perubahan kebijakan dalam pengelolaan dan pemberian hak atas kesehatan kepada warga Indonesia.

“RUU ini berpeluang untuk berkontribusi dalam peningkatan derajat kesehatan di Indonesia,” ujar Riza, Senin (17/7/2023).

Riza juga mengomentari isu perlindungan hukum bagi nakes. Menurutnya, perlindungan hukum terhadap tenaga medis dan nakes tidak berubah. Negara tetap menjamin bahwa tenaga medis dan nakes dilindungi oleh hukum dalam menjalankan tugas keprofesian mereka.

“Terkait dengan tidak melibatkan partisipasi masyarakat, sebenarnya draft RUU sudah pernah dibagikan kepada organisasi profesi dan akademisi. Sudah ada usulan dan tanggapan juga dari perwakilan organisasi profesi dan akademisi untuk penyempurnaan draft RUU,” tutur Riza.

Selaku pakar hukum pidana, Riza turut mengomentari isu kriminalisasi nakes. UU Kesehatan yang baru mengatur tentang nakes yang dapat dipidana apabila melakukan kesalahan atau kelalaian. Menurutnya, pengaturan itu bukan merupakan bentuk kriminalisasi bagi nakes.

“Tindakan ceroboh atau sembrono yang berakibat luka atau mati dilarang oleh hukum, sehingga semua orang yang bersikap ceroboh dan lalai (negligence) layak untuk dipidana termasuk nakes,” jelas pengajar mata kuliah Kejahatan Terhadap Nyawa dan Harta Kekayaan tersebut.

3 dari 3 halaman

Penanganan Sengketa Medis

Riza menambahkan, sengketa medis yang terjadi antara dokter dengan pasien, menurut UU Tenaga Kesehatan, wajib diselesaikan secara mediasi dahulu sebelum ada proses litigasi. Ia menegaskan hal ini cukup menunjukkan tidak adanya kriminalisasi khusus bagi dokter atau nakes.

Sebagai penutup, terkait dengan isu mandatory spending oleh pemerintah, Riza mengatakan bahwa negara harus berkomitmen kuat untuk menjamin pembiayaan kesehatan masyarakat Indonesia ke depannya.

“Komitmen kuat disertai pelaksanaan yang baik ini bertujuan agar penurunan derajat kesehatan masyarakat Indonesia dapat dicegah,” tukasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.