Sukses

Nadiem Makarim Pamer ke Bank Dunia Program Kurikulum Merdeka, Jadi Jurus Tangani Learning Loss

Kepada Bank Dunia, Nadiem Makarim mengatakan, Kemendikbudristek mengetahui sekolah mana yang mampu dipertahankan.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengakui bahwa learning loss atau menurunnya pengetahuan dan keterampilan siswa secara akademis dialami oleh pelajar di Indonesia, terutama saat mereka terpaksa belajar di rumah semasa pandemi Covid19.

"Saya dapat meyakinkan Anda bahwa learning loss tidak tembus pandang di Kementerian Pendidikan. Kami telah mengetahui tentang learning loss ini dan telah melacaknya menggunakan alat baru kami, yaitu pengukuran penilaian sekarang. Jadi kami memiliki data cloud dari hampir setiap sekolah di Indonesia, sensus lengkap yang melacak numerasi dan literasi di seluruh negara. Kami tahu persis sekolah mana yang berkinerja lebih buruk," kata Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam acara peluncuran Indonesia Economic Prospects, Senin (26/6/2023).

Kepada Bank Dunia, Nadiem juga mengatakan, pihaknya mengetahui sekolah mana yang mampu dipertahankan.

"Dalam skala nasional, hal pertama dan terpenting sebenarnya adalah mengubah fleksibilitas kurikulum itu sendiri. Jika kita menerapkan segala macam reformasi, dan kita memberi ruang, dalam kebijakan kurikulum, untuk benar-benar mengejar ketertinggalan kita agar pulih dari learning loss ini," jelasnya.

Salah satu inisiatif Kemendikbudristek untuk meredam learning loss adalah melalui program Kurikulum Merdeka.

Sebagai informasi, Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi.

Dalam program Kurikulum Merdeka, guru juga memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik.

"Selama COVID, kami menjalankan eksperimen, dimana sebelum Kurikulum Merdeka diterapkan. Kami melakukan satu reformasi jalan tengah, menyediakan kurikulum opsional yang disebut kurikulum darurat, atau Anda dapat menyebutnya kurikulum pandemi, yang merupakan versi kurikulum yang dipotong secara besar-besaran," ungkap Nadiem.

Nadiem menjelaskan, Kurikulum Merdeka memungkinkan guru untuk fokus dan mendalami kurikulum, dan konsep dasar nyata yang benar-benar penting. Bukan jumlah informasi, tetapi konsep dan proses pembelajaran yang benar-benar penting.

Hal kedua yang kami lakukan dalam kurikulum adalah untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, guru diberi hak untuk naik turun kurikulum sesuai dengan tingkatan siswanya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang guru matematika kelas enam atau wali kelas enam mampu mundur beberapa tahun ke belakang untuk mengajar matematika di kelas empat, atau pelajaran membaca di kelas empat, untuk memastikan bahwa seluruh kelas tidak tertinggal," bebernya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Simak! 5 Penjelasan Kemendikbudristek Guna Luruskan Miskonsepsi Kurikulum Merdeka

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengimplementasikan Kurikulum Merdeka tahun ajaran 2022/2023. Kurikulum Merdeka ini ditujukan untuk mengatasi krisis pembelajaran yang terjadi, salah satunya akibat dampak dari pandemi Covid-19.

Hingga sekarang, sudah banyak satuan pendidikan yang mulai mencoba mengimplementasikan Kurikulum Merdeka lewat jalur mandiri. Namun, banyak miskonsepsi terkait implementasi Kurikulum Merdeka ini.

Untuk meluruskan miskonsepsi tersebut, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (Kepala BSKAP), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Anindito Aditomo, memberikan 5 penjelasan terkait miskonsepsi tersebut.

5 Penjelasan Kemendikbudristek

Pertama, Kurikulum Merdeka sebagai alat perbaikan di sekolah dan kelas. Kedua, bahwa ada penerapan Kurikulum Merdeka yang benar atau salah secara absolut.

“Kurikulum diterapkan sekolah A berbeda dengan sekolah B. Kriteria benar atau salah penerapan Kurikulum Merdeka adalah apakah penerapan menstimulasi tumbuh kembang karakter dan kompetensi anak didik. Yang bisa tahu terjadi atau tidak adalah bapak/ibu guru yang di kelas,” terang Anindito, pada Silaturahmi Merdeka Belajar (SMB) bertajuk “Meluruskan Miskonsepsi Implementasi Kurikulum Merdeka”, secara daring, Kamis (21/7).

 

3 dari 4 halaman

Meluruskan Miskonsepsi Kurikulum Merdeka

Selanjutnya, hal ketiga yang perlu diperhatikan adalah adanya miskonsepsi yang menyatakan harus menunggu pelatihan dari pusat sebelum menerapkan Kurikulum Merdeka. 

“Jangan menunggu dari pusat, guru dapat  mengambil inisiatif untuk mengembangkan kapasitas secara mandiri. Peran Kemendikbudristek adalah menyediakan sumber daya atau perangkat untuk digunakan sekolah secara mandiri sesuai konteksnya sendiri,” terang Anindito. 

Keempat adalah miskonsepsi terkait proses belajar menerapkan Kurikulum Merdeka bisa instan, sekali belajar dan pelatihan langsung bisa dan tuntas. Penting untuk diperhatikan agar terus melakukan penerapan siklus  belajar dan direfleksikan. Kelima, adanya miskonsepsi bahwa Kurikulum Merdeka hanya bisa diterapkan di sekolah fasilitas lengkap. 

“Justru Kurikulum Merdeka fleksibel sehingga bisa diterjemahkan dan diturunkan serta diterapkan di manapun, dioperasionalkan menjadi kurikulum yang dibutuhkan sekolah-sekolah yang ada di pelosok dengan fasilitas minim,” jelas Anindito. 

“Prinsip utamanya adalah berorientasi pada murid dengan memprioritaskan tumbuh kembang anak secara utuh, mementingkan pengembangan kompetensi dan karakter murid. Kurikulum Merdeka memudahkan dan mendorong guru untuk berorientasi pada murid, misalnya berfokus pada materi esensial, jadi materi tiap mata  pelajaran lebih sedikit sehingga guru tidak perlu terburu-buru dalam mengajar. Guru bisa menggunakan metode yang lebih interaktif, lebih mendalam, dan lebih menyenangkan,” tambahnya. 

4 dari 4 halaman

Memusatkan Pembelajaran pada Siswa

Senada dengan Anindito, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara, Suparmin Setto, mengatakan kata kunci dari penerapan Kurikulum Merdeka adalah memusatkan pembelajaran pada siswa dan berdasarkan pada kebutuhan siswa, tidak bisa disamaratakan, dan harus berbasis pada asesmen diagnosis. 

“Untuk implementasi Kurikulum Merdeka pada jenjang sekolah dasar ruhnya sudah dapat dengan berorientasi  pada siswa. Siswa jangan berorientasi pada guru, ataupun kepentingan guru. Guru jangan sampai terbelenggu kepada tataran administrasi, tetapi orientasi materi esensial,” terang Suparmin.

“Ada guru yang mengajar mengatakan bahwa materi sudah habis. Sebetulnya jangan berbicara materi sudah habis, tetapi bagaimana cara guru itu sendiri mengembangkan target untuk siswa berkembang secara holistik,” tambahnya.

Pada kesempatan yang berbeda Anindito mengatakan bahwa tidak ada pembatalan implementasi Kurikulum Merdeka. Surat Keputusan (SK) Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Nomor 044/H/KR/2022 yang ditandatangani 12 Juli 2022 adalah untuk menetapkan lebih dari 140 ribu satuan pendidikan yang menerapkan Kurikulum Merdeka pada tahun ajaran 2022/2023. 

“SK tersebut merevisi SK sebelumnya karena terdapat perubahan beberapa satuan pendidikan yang melakukan refleksi dan mengubah level implementasinya, misalnya dari level mandiri belajar ke mandiri berubah atau sebaliknya,” terang Anindito.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini