Sukses

Rincian 25 Kurs Pajak Hari Ini 12 Mei 2023, dari Dolar AS hingga Won Korea

Kurs pajak merupakan nilai tukar satu mata uang ke mata uang lainnya yang diaplikasikan dalam setiap transaksi perpajakan di Indonesia. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan tetapkan kurs sebagai dasar transaksi itu.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memutuskan nilai kurs sebagai dasar pelunasan bea masuk, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, bea keluar dan pajak penghasilan yang berlaku 10 Mei 2023-16 Mei 2023.

Hal itu telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24/KM.10/2023. Keputusan tersebut juga menimbang untuk keperluan pelunasan bea masuk, pajak pertambangan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, bea keluar dan pajak penghasilan atas pemasukan barang, utang pajak yang berhubungan dengan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, bea keluar, dan penghasilan yang diterima atau diperoleh berupa uang asing harus terlebih dahulu dinilai ke dalam uang rupiah.

Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan itu, dinilai perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang nilai kurs sebagai dasar pelunasan bea masuk, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, bea keluar dan pajak penghasilan yang berlaku pada 10 Mei 2023-16 Mei 2023. Demikian mengutip dari laman fiskal.kemenkeu.go.id, Jumat (12/5/2023).

Berikut penetapan nilai kurs sebagai dasar pelunasan bea masuk, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, bea keluar dan pajak penghasilan yang berlaku pada 10 Mei 2023-16 Mei 2023:

  1. Rp 14.679,00 untuk dolar Amerika Serikat (USD)
  2. Rp 9.807,17  untuk dolar Australia (AUD)
  3. Rp 10.841,19 untuk dolar Kanada (CAD)
  4. Rp 2.169,65 untuk kroner Denmark (DKK)
  5. Rp 1.870,15 untuk dolar Hongkong (HKD)
  6. Rp 3.299,93 untuk ringgit Malaysia (MYR)
  7. Rp 9.152,79 untuk dolar Selandia Baru (NZD)
  8. Rp 1.369,90 untuk kroner Norwegia (NOK)
  9. Rp 18.418,01 untuk poundsterling Inggris (GBP)
  10. Rp 11.028,03 untuk dolar Singapura (SGD)
  11. Rp 1.430,45 untuk kroner Swedia (SEK)
  12. Rp 16.495,57 untuk franc Swiss (CHF)
  13. Rp 10.827,43 untuk yen Jepang (JPY) per100
  14. Rp 6,99 untuk kyat Myanmar (MMK)
  15. Rp 179,36 untuk rupee India (INR)
  16. Rp 47.942,17 untuk dinar Kuwait (KWD)
  17. Rp 51,71 untuk rupee Pakistan (PKR)
  18. Rp 265,26 untuk peso Filipina (PHP)
  19. Rp 3.913,81 untuk riyal Arab Saudi (SAR)
  20. Rp 45,94 untuk rupee Sri Lanka (LKR)
  21. Rp 430,81 untuk baht Thailand (THB)
  22. Rp 11.034,21 untuk dolar Brunei Darussalam (BND)
  23. Rp 16.166,59 untuk euro (EUR)
  24. Rp 2.117,79 untuk renminbi Tiongkok (CNY)
  25. Rp 11,02 untuk won Korea (KRW)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pengertian Kurs Pajak

Adapun pengertian kurs pajak menurut Kementerian Keuangan adalah nilai tukar satu mata uang ke mata uang lainnya yang diaplikasikan dalam setiap transaksi perpajakan di Indonesia. Kurs pajak bersifat fluktuatif dan nilainya ditetapkan setiap seminggu sekali oleh Kementerian Keuangan melalui KMK yang berlaku selama tujuh hari.

Nilai dari kurs pajak akan berubah-berubah atau fluktuatif tergantung pada perubahan nilai mata mata uang dolar Amerika Serikat yang dijadikan acuan utama. Demikian dikutip dari laman pajak.com.

Bagi pengusaha, kurs pajak ini berfungsi saat akan menghitung bea masuk, menghitung bea keluar, menghitung pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

Adapun payung hukum dari kurs pajak ini antara lain Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang sebelumnya mengacu pada UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

 

3 dari 4 halaman

Lebih Cepat, Proses Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Kini Cuma 15 Hari

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mempercepat pengembalian kelebihan pembayaran pajak, melalui kebijakan terkait kemudahan layanan kepada Wajib Pajak (WP) Kebijakan tersebut berlaku mulai 9 Mei 2023.

Kemudahan dimaksud terkait penyederhanaan proses restitusi pajak dengan jangka waktu dari semula 12 bulan menjadi 15 hari kerja saja. Kemudahan tersebut diberikan khusus kepada WP Orang Pribadi (OP) yang mengajukan restitusi Pajak Penghasilan OP sesuai Pasal 17B dan 17D Undang- Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp100 juta. 

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti, mengungkapkan kemudahan itu diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-5/PJ/2023 tanggal 9 Mei 2023 tentang Percepatan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.

Sebagai catatan, sebelum berlakunya aturan ini, WP OP yang mengajukan restitusi berdasarkan Pasal 17B UU KUP akan diproses melalui pemeriksaan dengan jangka waktu paling lama 12 bulan.

“Perdirjen tersebut terbit untuk lebih memberikan kepastian hukum, keadilan, kemudahan, dan percepatan layanan restitusi yang lebih sederhana, mudah, dan cepat. Proses restitusi yang lebih cepat akan sangat membantu cash flow Wajib Pajak,” ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti, Rabu (10/5/2023).

Dwi menuturkan, proses restitusi tersebut dilakukan secara less intervention dan less face to face antara petugas pajak dan wajib pajak untuk lebih menjamin akuntabilitas dan menghindari penyalahgunaan kewenangan.

 

4 dari 4 halaman

Pengembalian Pendahuluan

Bagi WP yang telah diberikan pengembalian pendahuluan dan jika di kemudian hari dilakukan pemeriksaan lalu ditemukan kekurangan pembayaran pajak, WP dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100 persen.

“Namun demikian, berdasarkan perdirjen ini sanksi administratif tersebut direlaksasi menjadi hanya sebesar sanksi Pasal 13 ayat (2) UU KUP di mana sanksi per bulannya didasarkan pada suku bunga acuan ditambah uplift factor 15 persen untuk paling lama 24 bulan,” ujar Dwi.

Namun menurut Dwi, apabila dibandingkan, sanksi tersebut jauh lebih rendah dari pada sanksi kenaikan 100 persen. Perlu diketahui, relaksasi tersebut dilakukan melalui mekanisme pengurangan sanksi sesuai Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP.

Terakhir, dalam masa peralihan pengaturan, apabila sampai dengan 31 Mei 2023, terhadap SPT Tahunan lebih bayar yang belum dilakukan pemeriksaan atau sedang dilakukan pemeriksaan tetapi Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) belum disampaikan, pemeriksaan restitusi dihentikan dan ditindaklanjuti sesuai peraturan ini. Sedangkan terhadap yang telah disampaikan SPHP, pemeriksaan diteruskan sesuai Pasal 17B UU KUP.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini