Sukses

Ekspor Tembaga Dilarang, Freeport Indonesia Bisa Rugi Rp 120 Triliun per Tahun

Larangan ekspor tembaga berpotensi membuat PT Freeport Indonesia merugi besar. Terlebih, pemerintah sudah mengakuisisi 51 persen kepemilikan saham Freeport.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif tak menampik, larangan ekspor tembaga berpotensi membuat PT Freeport Indonesia merugi besar. Terlebih, pemerintah sudah mengakuisisi 51 persen kepemilikan saham Freeport.

"Kalau misal dilarang ya loss-nya banyak, karena kita 51 persen. Kemudian ada lagi pendapatan-pendapatan yang berbentuk pajak oleh pemerintah," ujar Arifin di Istana Negara, Jakarta, Senin (3/4/2023).

Adapun Freeport Indonesia masih diberi izin melakukan ekspor tembaga hingga Juni 2023. Bila itu disetop, Arifin menghitung, potensi kehilangan pendapatan akibatnya bisa tembus hingga USD 8 miliar, setara Rp 120 triliun (kurs Rp 15.000) per tahun.

"Cukup besar ya. Hitung aja, kalau harganya USD 4,5 per pound tembaga, itu revenue-nya ya satu tahun bisa USD 8 miliar," ungkap dia.

Menurut dia, kebijakan ekspor tembaga ke depan bakal bergantung terhadap pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter). Sehingga Indonesia tidak lagi menjual produk bahan mentah ke pasar internasional, tapi barang jadi.

"Memang kalau izin ekspor itu kan tergantung dari progres pembangunan smelternya. Smelternya sekarang berdasarkan laporan per Q1 2023 itu sudah kurang lebih 60 persen. Jadi mengeluarkan dana hampir USD 2 miliar, progres cukup bagus," tuturnya.

Namun, Arifin menegaskan, ia tak ingin pemerintah begitu saja kehilangan sumber pendapatan yang selama ini bergantung pada ekspor tembaga.

"Nah, cuman kalau larangan ekspor diberlakukan, ini kan saham pemerintah mayoritas ya 51 persen. Belum ada pendapatan lainnya yang harus kita cermati," tegas Arifin.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pidato di HUT PDIP ke-50, Jokowi: Kita Setop Ekspor Tembaga Pertengahan 2023

Sebelumnya, saat menyampaikan pidato di acara perayaan HUT ke-50 PDIP, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan kemungkinan melarang ekspor tembaga pada pertengahan tahun ini.

Hal ini dilakukan untuk mendorong nilai tambah dari bahan mentah dan mineral bagi ekonomi Indonesia.

Jokowi kembali membahas tantangan yang dihadapi Indonesia dalam melakukan hilirisasi, salah satunya gugatan oleh Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait larangan pada ekspor nikel.

"Meskipun kita ditakut-takuti masalah nikel kalah di WTO, kita tetap terus (pantang menyerah). Justru kita tambah stop bauksit, nanti mungkin pertengahan tahun akan kita stop lagi (ekspor) tembaga," ujar Jokowi dalam acara HUT ke-50 PDIP, dikutip dari Youtube PDI Perjuangan Selasa (10/1/2023).

"Kita harus berani seperti itu. Kita tidak boleh mundur, tidak boleh takut, karena kekayaan alam itu ada di Indonesia. Ini kedaulatan kita dan kita ingin (kekayaan alam) dinikmati oleh rakyat dan masyarakat kita" tandasnya.

Presiden pun menceritakan pengalamannya saat menghadiri KTT ASEAN-Uni Eropa di Belgia pada Desember 2022, di mana ia menyinggung pentingnya kesetaraan dalam menjalani kerja sama ekonomi. 

"Karena yang mengugat Uni Eropa, saat (itu kebetulan) ada di KTT, waduh ini kesempatan. Saya menyampaikan, kemitraan itu harus setara dan tidak boleh ada pemaksaan, tidak boleh negara manapun mendikte," ungkap Jokowi.

Jokowi membeberkan lompatan besar dari larangan ekspor nikel mentah pada 1 Januari 2020. Sebelumnya, nilai perdagangan yang diraih Indonesia dari ekspor tersebut hanya Rp. 17 triliun.

Namun setelah larangan ekspor diberlakukan dan diolah di dalam negeri, nilainya melonjak menjadi Rp. 326 triliun.

3 dari 3 halaman

Jokowi di HUT ke-50 PDIP: Saya Ingin Presiden Nanti Berani Lanjutkan Larang Ekspor Bahan Mentah

Dalam pidatonya, Jokowi juga menyampaikan bahwa ia berharap presiden yang terpilih pada 2024 mendatang bisa melanjutkan kebijakan larangan ekspor bahan mentah yang sudah ia jalankan saat ini.

Jokowi berharap, Indonesia tidak akan kembali ke era penjajahan VOC 400 tahun lalu dengan dipaksa melakukan eskpor bahan mentah, sehingga tidak mendapat nilai tambah pada ekonominya.

"Inilah yang harus kita balik bahwa bahan-bahan mentah yang kita miliki baik tambang, pertanian, perkebunan, semuanya harus dihilirasi agar nilai tambahnya berada di dalam negeri" ujar Jokowi, alam acara perayaan HUT PDIP ke-50, dikutip dari Youtube PDI Perjuangan Selasa (10/1/2023).

"Kenapa ini terus saya ulang-ulang, karena saya ingin presiden ke depan juga berani melanjutkannya. Tidak gampang ciut nyali, tidak gentar demi kepentingan bangsa dan negara," tuturnya.

Namun Jokowi mengakui bahwa mengintegrasi industri bukan lah hal yang mudah, karena jauhnya tambang-tambang bahan mentah yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.

Maka dari itu, pekerjaan besar ke depan adalah bagaimana membangun sebuah sistem besar agar Nikel, bauksit, tembaga, dan timah bisa terigentrasi dan memproduksi barang jadi maupun setengah jadi, serta memberikan nilai tambah utamanya lapangan kerja bagi rakyat. 

Jokowi pun membeberkan contoh salah satunya ketika Indonesia masih mengekspor bahan mentah nikel.

"Dulu, waktu masih mentah kita ekspor itu per tahun nilainya hanya Rp 17 triliun. Setelah kita stop, dalam setahun bisa menghasilkan Rp 360 triliun, ini baru nikel," bebernya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.