Sukses

Sri Mulyani Kumpulkan Dana Bersama Penanggulangan Bencana Rp 7,3 Triliun

Sri Mulyani menyoroti alokasi anggaran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terbilang sangat kecil, hanya Rp 250 miliar per tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, telah menyiapkan dana bersama penanggulangan bencana, atau Pooling Fund Bencana (PFB) senilai Rp 7,4 triliun. Ia menjelaskan, PFB merupakan strategi pembiayaan dan dana siaga bencana yang sering disebut sebagai manajemen risiko, atau risk management.

"Mekanisme pooling fund, atau mekanisme pengumpulan dana karena bencana sering terjadi di suatu daerah yang butuh respons cepat," ujar Sri Mulyani dalam Rakornas Penanggulangan Bencana 2023, Kamis (2/3/2023).

"Kita terus memperkuat APBN supaya bisa mendanai suatu kejadian yang sering tidak bisa kita duga. Oleh karena itu, untuk pemerintah pusat dan daerah bisa melaksanakan tanggung jawabnya dalam penanggulangan bencana," tuturnya.

Kementerian Keuangan disebutnya terus berupaya mengkombinasikan instrumen pembiayaan yang sifatnya efektif, efisien dan respons cepat. Sri Mulyani juga melihat profil risiko tiap bencana di masing daerah berbeda-beda.

Di sisi lain, ia menyoroti alokasi anggaran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terbilang sangat kecil, hanya Rp 250 miliar per tahun. Sementara realisasi dananya bisa sangat besar, bisa tiga kali lipat atau 300 persen.

"Belajar dari itu, saya meminta di Indonesia, kalau semuanya membuat sebuah pooling Fund, tahun 2022 kami mengumpulkan sampai Rp 7,3 triliun. Tahun 2022 Rp 3 triliun, dan tahun 2023 ini tambah Rp 4,3 triliun. Kalau enggak kepake kita jaga," paparnya.

Sri Mulyani menyampaikan, pengumpulan uangnya persis seperti dana abadi pendidikan, dimana Kemenkeu setiap tahun akan membayar seperti premi asuransi. Penggunaannya pun akan tergantung dari risk profile dan kontribusi dari masing-masing daerah.

"Jadi sebetulnya bapak/ibu (pemerintah daerah) sudah punya pooling fund ini. Dana ini ada. Sekarang sudah Rp 7,4 triliun. Daerah yang risikonya gede bayar preminya lebih besar. Namun sekarang yang bayarin masih pusat, APBN," terangnya.

"Kalau bapak/ibu daerah memiliki kapasitas fiskal dan ingin melakukan top up, ini akan lebih bagus," sebut Sri Mulyani.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jokowi Singgung Aturan Distribusi Bantuan Bencana: Ruwetnya Setengah Mati!

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku sudah mendengar keluhan warga terdampak bencana, saat menunggu mendapatkan distribusi bantuan bencana.

Menurut mereka, barang yang mereka butuhkan saat terdampak bencana wujudnya ada namun entah bagaimana sangat sulit untuk diterima karena persyaratan berbelit dari pihak otoritas.

"Saya lihat di lapangan itu di posko ditumpuk di kecamatan ditumpuk lalu lalang truk bawa bantuan, masyarakat yang terkena bencana hanya melihat tidak pernah dibagi karena barangnya distok di posko, itu saya peringatkan tapi tolong dibagi," pesan Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (2/3/2023).

"Jangan sampai masyarakat terkena bencana, kehilangan keluarga dan mata pencaharian masih susah dapat bantuan, jadi sederhanakan aturan-aturan," imbuh presiden.

Jokowi meyakini, memang tidak semua sumbangan yang tiba di posko dapat secara instan digunakan korban terdampak bencana. Namun demikian, saat mereka dapat memegang secara nyata bantuan tersebut maka ada rasa terhibur di tengah kesedihan akibat bencana.

"Meski pun saat itu tidak bisa dipakai atau dimasak tapi dipegang itu senang, sebagai hiburan. Tapi (bagaimana) ada sebagai bencana wah ada beras 20kg ada supermi, hanya lewat-lewat bantuan tapi tidak pernah dibagi?," iba presiden.

Jokowi lalu bercerita pengalamannya saat meninjau gempa di NTB, di Palu, di Cianjur. Dia mengaku melihat ada uang yang akan disampaikan ke masyarakat. Namun nyatanya, sudah menunggu dengan harap ternyata prosesnya rumit.

"Ruwet setengah mati, prosedur harus dilalui kenapa tidak dibuat paling sederhana? karena dalam posisi kebencanaan, kita itu semakin banyak aturan paling seneng," singgung Jokowi.

3 dari 3 halaman

Prosedur Aturan Disederhanakan

Jokowi pun mendesak agar prosedur dan aturan tadi bisa disederhanakan bahkan dibuat yang paling sangat-sangat sederhana.

"Buat yang paling simple sehingga uang bisa masuk ke masyarakat, tapi tetap dikontrol, management kontrol dilakukan ini hampir terjadi di setiap bencana dan kita lakukan berulang, saya minta Pak Suharyanto dan kepala BPBD di daerah semua sederhanakan, pak gub, pak wali, pak bup, dalam posisi bencana kecepatan itu sangat dibutuhkan," Jokowi menandasi.

  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.