Sukses

Resesi Global Sudah Dekat, Ini Daftar Negara Besar yang Bakal Ambruk

Berikut adalah deretan negara ekonomi besar yang menghadapi kekhawatiran resesi di 2023.

Liputan6.com, Jakarta - Memasuki awal 2023, Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan bahwa sepertiga dari ekonomi dunia akan mengalami resesi global.  

"Kami memperkirakan sepertiga perekonomian dunia akan mengalami resesi," kata Georgieva, dikutip dari BBC, Senin (20/2/2023).

"Bahkan negara yang tidak dalam resesi, akan terasa seperti resesi bagi ratusan juta orang," ujarnya dalam program berita CBS Face the Nation.

Seperti diketahui, kekhawatiran resesi global datang karena sejumlah isu yang membebani ekonomi, salah satunya yaitu perang Rusia-Ukraina, lonjakan inflasi, suku bunga yang tinggi, dan pandemi Covid-19.

Sejak akhir 2022, negara negara ekonomi besar dunia dihantui oleh kekhawatiran resesi karena tingginya inflasi dan memicu kenaikan suku bunga yang agresif. Mereka juga sempat menghadapi penurunan kinerja ekonomi tahun lalu. 

Berikut adalah deretan negara ekonomi besar yang menghadapi kekhawatiran resesi di 2023 : 

Amerika Serikat 

Amerika Serikat menghadapi lonjakan inflasi di tahun 2022, menyusul dampak perang Rusia Ukraina pada komoditas global. 

Inflasi negeri Paman Sam itu bahkan sempat menyentuh 9,1 persen pada bulan Juni tahun lalu. Meski sudah mereda, Federal Reserve (The Fed) masih terus menaikkan suku bunga untuk mengekang inflasi. 

Pada awal Februari, The Fed menaikkan suku bunga ke kisaran 4,5 persen hingga 4,75 persen, menjadikannya suku bunga tertinggi sejak 2007. 

Meski tingkat inflasi AS sudah turun dari puncaknya menjadi 6,5 persen pada Desember 2022, angka itu masih jauh di atas target acuanThe Fed sebesar 2 persen.

Di sisi lain, langkah The Fed yang agresif terhadap suku bunga memunculkan kehawtiran luas akan memicu resesi pada ekonomi AS. 

Tetapi Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan bahwa kemungkinan resesi di Amerika cukup rendah tahun ini. Menurutnya, hal itu dikarenakan pertumbuhan lapangan pekerjaan dan angka pengangguran yang rendah.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan bahwa kemungkinan resesi di Amerika cukup rendah tahun ini. Menurutnya, hal itu dikarenakan pertumbuhan lapangan pekerjaan dan angka pengangguran yang rendah.

"Anda tidak mengalami resesi ketika Anda memiliki 500.000 lapangan pekerjaan dan tingkat pengangguran terendah dalam 50 tahun," ujar Yellen, dikutip dari CNN Business.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Eropa

Serupa dengan AS, Uni Eropa juga dihantui dengan resesi. 

Pada kuartal akhir 2, Negara ekonomi terbesar di Eropa, Jerman secara tak terduga mengalami penyusutan ekonomi. 

Kontraksi ini semakin menunjukkan kemungkinan bahwa negara itu sudah memasuki resesi seperti yang sebelumnya diprediksi, meskipun kemungkinan terburuk sudah mereda dibandingkan yang dikhawatirkan sebelumnya.

 Mengutip US News, data resmi kantor statistik federal Jerman menunjukkan bahwa produk domestik bruto (PDB) negara itu turun 0,2 persen pada kuartal IV 2022.

Padahal, di kuartal sebelumnya, ekonomi Jerman sempat tumbuh sebesar 0,5 persen yang direvisi naik dibandingkan tiga bulan sebelumnya.

"Bulan-bulan musim dingin berubah menjadi sulit - meskipun tidak sesulit yang diperkirakan sebelumnya," kata kepala ekonom VP Bank, Thomas Gitzel.

"Kehancuran ekonomi Jerman yang parah tidak ada, tetapi sedikit resesi masih akan terjadi," sebutnya.

3 dari 4 halaman

Inggris

Ekonomi Inggris ikut dihantui resesi ketika menyusut selama Agustus hingga Oktober atau Kuartal II dan kuartal III 2022. Inggris berada dalam jalur resesi yang sebelumnya memang sudah diperkirakan.

Tahun lalu, ekonomi Inggris berkontraksi sebesar 0,3 persen selama tiga bulan karena melonjaknya biaya hidup membebeani bisnis dan rumah tangga.

Selama tiga bulan, aktivitas ekonomi di Inggris melambat di semua sektor utama termasuk produksi, konstruksi, dan jasa.

Negara itu juga tengah menghadapi lonjakan biaya hidup salah satunya harga listrik, BBM hingga pangan.

4 dari 4 halaman

Australia

Melansir news.com.au, peluang resesi di Australia diramal meningkat hingga 70 persen, menurut beberapa ekonom, menyusul kenaikan suku bunga agresif Reserve Bank of Australia yang pada tahap ini belum akan berakhir.

Dengan sembilan kenaikan berturut-turut untuk suku bunga sejak Mei lalu, warga Australia merasakan kesulitan dalam pembayaran hipotek mereka dan beberapa ketakutan terburuk berpotensi terjadi.

Sepertiga warga Australia menempatkan resesi pada 2023 sebagai ketakutan utama mereka dan satu dari lima orang mengatakan suku bunga yang lebih tinggi adalah kekhawatiran terbesar mereka, menurut jajak pendapat CPA Australia.

Para ahli mengatakan Australia kemungkinan besar sudah menuju resesi.

Kepala ekonom Penasihat Makr oekonomi Stephen Anthony telah memperkirakan kemungkinan resesi Australia setinggi 50 hingga 70 persen dalam 12 hingga 24 bulan ke depan karena melonjaknya suku bunga dan perlambatan aktivitas ekonomi di China.

"Jika kita akan mengalami resesi, saya pikir itu akan terjadi pada tahun 2024,” katanya kepada Sydney Morning Herald.

"Dampak suku bunga yang lebih tinggi pada neraca rumah tangga akan benar-benar terasa tahun depan," sebutnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.