Sukses

Aneh, Harga Beras Melambung saat Produksi Berlimpah

Harga beras paling tinggi berada di Kalimantan Tengah, yang dipasarkan di kisaran Rp 15.700 per kg.

Liputan6.com, Jakarta - Polemik harga beras antar instansi pemerintah terus berlanjut. Kementerian Pertanian (Kementan) mengklaim produksi beras di tingkat petani tengah melimpah. Sebaliknya, Perum Bulog justru kesulitan menyerap karena tak ada pasokan.

Situasi tersebut membuat harga beras kian terkerek naik. Melansir informasi data Badan Pusat Statistik (BPS), harga beras memang konsisten melonjak sejak Juli 2022.

Kala itu, beras masih dipatok Rp 11.525 per kg, naik jadi Rp 11.555 per kg di Agustus 2022, Rp 11.720 per kg di September 2022, dan menjadi Rp 11.850 per kg Oktober 2022.

Adapun mengutip Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), Selasa (29/11/2022), harga beras di 16 provinsi kini bahkan sudah di atas Rp 12.000 per kg. Termasuk di DKI Jakarta, yang dijual Rp 13.900 per kg.

Harga beras paling tinggi berada di Kalimantan Tengah, yang dipasarkan di kisaran Rp 15.700 per kg.

Lantas, apa yang membuat harga beras terus meroket saat produksi justru melimpah?

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi tak menampik realita, petani saat ini tengah bahagia lantaran harga gabahnya relatif baik. Namun, pemerintah justru cemas terhadap ketersediaan pangan karena di gudang kosong.

"Problemnya cuman satu. Hari ini adalah waktunya mengeluarkan, bukan menyerap, kalau bahasa kasarnya gitu. Menyerapnya harusnya pada April-Mei yang waktu itu. Para petani memiliki kelemahan atau problem likuiditas terhadap aspek penjualan, karena yang belinya enggak ada, yang belinya adalah bandar," ujarnya dalam sesi bincang.

Mantan Bupati Purwakarta ini mengatakan, logika ekonomi berjalan ketika petani sedang menikmati masa panen. Perum Bulog kecolongan oleh tengkulak yang menguasai serapan gabah di tingkat petani.

"Sekarang ini siapa yang pegang berasnya, ya bandar. Makanya logikanya, di pasar harga berasnya naik, tapi berasnya cukup. Berarti yang pegang siapa? Yang pegang adalah bandar beras, juragan beras," ucapnya.

"Sehingga kalau ingin membuat (harga beras) stabil, kan Bulog yang bisa membuat stabilitas. Stabilitasnya tadi, mengisi gudang. Mengisi gudangnya ada dua logika, satu menyerap gabah petani, kedua impor," imbuh Dedi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mentan Pasok 600 Ribu Ton Beras ke Bulog dalam 6 Hari

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menyanggupi permintaan untuk memasok 600 ribu ton beras ke Perum Bulog dalam 6 hari. Pasokan itu ditujukan untuk memperkuat stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang kian menipis.

Mentan Syahrul menganggap produksi beras di lapangan saat ini berlimpah. Sehingga baginya, bukan hal sulit untuk menuruti permintaan DPR dalam menyerap gabah petani untuk disetor jadi beras kepada Bulog.

"Iya dong, harus diserap dong. Kalau enggak diserap nanti petani yang beli siapa. Mau 6 hari mau 1 hari datanya ada kok. Panen juga sudah jalan, dari tahun ke tahun kita overstock," kata Mentan di Jakarta, Senin (28/11/2022).

Ia pun menjamin stok beras petani kini pasti ada dan siap terserap. Meskipun, secara harga sedikit terkerek lantaran terganggu oleh kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu.

"Tugas saya juga bela petani, masa mau dijual rugi. Saya bisa pahami kalau apa-apa naik terus, harga naik, normal aja menurut saya," kata Mentan.

Adapun stok beras yang dikelola Perum Bulog terus menipis dan jauh di atas target cadangan sebesar 1,2 juta ton hingga akhir 2022. Cadangan beras pemerintah (CBP) di Bulog per 22 November 2022 disebut kurang dari 600 ribu ton.

 

3 dari 3 halaman

Bulog Dalam Situasi Sulit

Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) mengaku tengah berada di posisi sulit, lantaran adanya perbedaan data antar institusi pemerintah terkait jumlah lahan produktif sawah.

Namun, Bulog kerap dipersalahkan akibat tipisnya stok cadangan beras yang dikelola. Padahal, Buwas mengatakan, secara aturan Perum Bulog hanya berwenang untuk penyerapan beras di luar produktivitas lahan sawah.

"Data angka antara BPS dengan Mentan itu sangat berbeda. Enggak tahu metodenya apa. Saya kan enggak bisa, bukan untuk mendapatkan," kata Buwas dalam sesi jumpa bos media, Kamis (24/11/2022).

"Kalau tadi kenapa ini kan tanggung jawab Mentan, saya juga enggak bisa ngomong begitu, karena ini bukan kewenangan saya. Tapi kalau produksinya ya tanya aja ke Kementan, kayak apa produktivitasnya," ungkapnya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.