Sukses

Rupiah Hampir Sentuh 15.500 per Dolar AS, Harga Pertalite Bisa Naik Lagi

Pelemahan nilai tukar rupiah tentu akan berpengaruh ke banyak hal, apalagi sudah mendekati level 15.500 per dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami pelemahan dan bahkan pagi ini rupiah hampir sentuh 15.500 per dolar AS.

Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Ronny P Sasmita, mengatakan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah tentu akan berpengaruh ke banyak hal, apalagi hari ini sudah mendekati level 15.500 per dolar AS.

“Pertama, efeknya kepada pembengkakan biaya impor, baik BBM, bahan baku, dan barang modal, yang semuanya akan mempengaruhi harga-harga di dalam negeri. Jika sudah menembus 15.500 per dolar AS misalnya, saya kira kalkulasi harga BBM bisa berubah lagi, karena nilai subsidinya akan naik lagi,” kata Ronny kepada Liputan6.com, Selasa (18/10/2022).

Artinya, kata dia, boleh jadi harga BBM subsidi seperti Pertalite dan Solar akan naik lagi. Begitu juga dengan harga barang yang berbahan baku impor dan nilai proyek yang berang modalnya diimpor.

Menurutnya, ujung dari kenaikan harga-harga tentu pelemahan permintaan domestik, yang akan berpengaruh langsung pada pertumbuhan ekonomi, sehingga ekonomi bisa kontraksi.

Kedua, jika ekonomi terkontraksi maka permintaan (demand) akan menurun, dunia usaha dan UMKM juga akan kena imbas. Bisnis mereka akan ikut terbawa turun karena permintaan turun, lalu produksi harus dikurangi, dan ujungnya akan ada lay off tenaga kerja di satu sisi dan ancaman kredit macet di sisi lain.

Ketiga, imbasnya tentu ke nominal utang luar negeri, baik utang pemerintah maupun perusahaan. Meski nominal dollarnya tetap, tapi nominal rupiahnya bertambah.

“Jika terlalu parah depresiasinya, peningkatan nominal rupiah atas utang luar negeri semakin melebar, lama-lama perusahaan-perusahaan bisa "insolvent" satu per satu alias bangkrut,” ujarnya.

Lebih lanjut, dia juga menyoroti keterkaitan nilai tukar yang melemah dengan APBN. Kedua hal itu menurutnya sangat erat, karena di dalam APBN ditetapkan kurs rupiah jauh dibawah existing prices hari ini.

“Seperti yang saya sebutkan, subsidi BBM bisa kembali membengkak dan pemerintah akan dipaksa untuk mengutak-atik anggaran lagi jika subsidi tidak dikurangi, misalnya,” ujarnya.

Kemudian anggaran untuk proyek-proyek infrastruktur bisa makin membengkak karena harga barang modal yang diimpor untuk keperluan proyek akan ikut naik seiring dengan pelemahan rupiah. Kalau dilakukan penyesuaian, maka otomatis akan menambah beban APBN.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Data Manufaktur AS Jeblok, Rupiah Menguat Lawan Dolar AS

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Selasa pagi menguat seiring data Indeks Manufaktur Amerika Serikat (AS) yang lebih buruk dari perkiraan.

Rupiah pagi ini menguat 20 poin atau 0,13 persen ke posisi 15.468 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.488 per dolar AS.

"Dolar AS melemah karena pesimisnya data Empire State Manufacturing Index AS," tulis Tim Riset Monex Investindo Futures dalam kajiannya dikutup dari Antara, Selasa (18/10/2022).

Data Empire State Manufacturing Index AS yang dirilis kemarin hasilnya lebih buruk dari estimasi yaitu mencapai minus 9,1 dibanding estimasi pasar minus 4,3.

Banyak pendapatan perusahaan yang kuat di Wall Street mendorong selera risiko dan mendorong para pedagang untuk menjauh dari dolar AS.

Kendati demikian, aset berisiko tinggi seperti saham dan valuta asing adalah pihak yang diuntungkan lebih besar dari tren tersebut.

Laporan pendapatan yang lebih baik dari perusahaan-perusahaan besar Wall Street juga mendorong pembelian dengan harga murah, setelah pasar saham anjlok minggu lalu.

 

3 dari 3 halaman

Prospek Suku Bunga AS

Di sisi lain, prospek kenaikan suku bunga AS, terutama dengan inflasi yang tetap dekat dengan level tertinggi 40 tahun.

Federal Reserve (Fed) juga telah mengisyaratkan bahwa suku bunga akan mengakhiri tahun pada tingkat yang lebih tinggi daripada yang terlihat selama krisis keuangan 2008, di tengah memburuknya prospek ekonomi.

Pelaku pasar juga menyambut baik pernyataan dari menteri keuangan Inggris yang baru Jeremy Hunt yang akan menghapus sebagian besar anggaran mini multi miliaran pound pemerintah.

Pada Senin (17/10) lalu, rupiah ditutup melemah 61 poin atau 0,39 persen ke posisi 15.488 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.427 per dolar AS.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.