Sukses

4 Macam Opini Hasil Audit BPK, Simak Penjelasannya!

Opini yang paling banyak dikejar oleh entitas pemerintah dan lembaga negara saat proses audit BPK adalah wajar tanpa pengecualian (WTP).

Liputan6.com, Jakarta -  Setiap tahun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia mengeluarkan hasil pemeriksaan keuangan atau biasa disebut dengan audit terhadap seluruh kementerian dan lembaga di Indonesia. Hasil pemeriksaan tersebut akan disimpulkan dalam bentuk opini. 

Terdapat 4 opini yang dikeluarkan BPK usai melakukan aiaudit yaitu wajar tanpa pengecualian (WTP), wajar dengan pengecualian (WDP), opini tidak wajar dan menolak memberikan opini. Penilaian dengan kesimpulan opini ini sudah tertuang dalam UU No.15/2004. 

Apakah arti masing-masing opini tersebut? Berikut penjelasannya seperti dikutip dari Belasting.id, Kamis (13/10/2022):

Opini yang paling banyak dikejar oleh entitas pemerintah dan lembaga negara saat proses audit BPK adalah wajar tanpa pengecualian (WTP).

Opini dengan predikat WTP menyatakan laporan keuangan yang disajikan sudah wajar dalam semua hal. Kriteria wajar berlaku pada aspek material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Predikat WTP atas laporan keuangan diberikan jika sistem pengendalian internal memadai dan tidak ada salah saji yang bersifat material atas pos laporan keuangan.

Opini kedua adalah wajar dengan pengecualian (WDP). Predikat ini diberikan saat laporan keuangan yang disampaikan sudah wajar dalam hal meterial , posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas entitas tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan.

Opini WDP dapat diandalkan pada aspek akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara. Tetapi, entitas yang mendapatkan opini WDP memiliki kepentingan yang harus memperhatikan masalah yang diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan BPK.

Ketiga, opini tidak wajar. Opini ini diberikan saat laporan keuangan entitas yang diperiksa tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip umum akuntansi.

Opini TW diberikan jika sistem pengendalian internal tidak memadai dan terdapat salah saji pada banyak pos laporan keuangan yang bersifat material.

Opini keempat adalah pilihan BPK untuk menolak memberikan opini atau disclaimer of opinion. Opsi untuk tidak memberikan pendapat karena lingkup audit t yang dilaksanakan tidak cukup untuk membuat suatu opini. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

BPK Ungkap 9.158 Temuan Masalah Keuangan Pemerintah Senilai Rp 18,37 Triliun

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah temuan permasalahan dalam laporan keuangan pemerintah di semester I 2022. Totalnya ada 9.158 temuan yang memuat 15.674 permasalahan sebesar Rp 18,37 triliun.

Mengutip Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2022 permasalahan itu meliputi 7.020 atau setara 44,8 persen permasalahan kelemahan sistem pengendalian intern (SPI). Kemudian sebanyak 8.116 atau 51,8 persen permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketidakpatuhan ini jika dinilai mencapai Rp17,33 triliun. Kemudian ada 538 atau 3,4 persen permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan sebesar Rp1,04 triliun.

Dari permasalahan ketidakpatuhan sebanyak 8.116 permasalahan, di antaranya sebanyak 5.465 (67,3 persen) sebesar Rp17,33 triliun merupakan permasalahan ketidakpatuhan yang dapat mengakibatkan:

Kerugian sebanyak 3.471 atau 63,5 persen permasalahan sebesar Rp 5,96 triliun. Potensi kerugian sebanyak 763 atau 14,0 persen permasalahan sebesar Rp880,10 miliar.

Kemudian, Kekurangan penerimaan sebanyak 1.231 atau 22,5 persen permasalahan sebesar Rp10,49 triliun. Selain itu, terdapat 2.651 atau 32,7 persen permasalahan ketidakpatuhan yang mengakibatkan penyimpangan administrasi.

"Dari 538 permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan sebesar Rp1,04 triliun, terdapat 53 (9,9 persen) permasalahan ketidakhematan sebesar Rp787,90 miliar, 7 (1,3 persen) permasalahan ketidakefisienan, dan 478 (88,8 persen) sebesar Rp257,90 miliar permasalahan ketidakefektifan," tulis dokumen tersebut, dikutip Rabu (5/10/2022).

3 dari 4 halaman

Rekomendasi

Atas permasalahan yang ditemukan, BPK memberikan 24.796 rekomendasi yang menyasar ke sejumlah posisi. Yakni, Pimpinan entitas terkait agar menetapkan dan/atau menarik kerugian, memungut kekurangan penerimaan, dan menyetorkannya ke kas negara/daerah/perusahaan, serta mengupayakan agar potensi kerugian tidak menjadi kerugian.

BPK juga meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk menginstruksikan Direktur Jenderal Pajak untuk memutakhirkan sistem pengajuan insentif WP dengan menambahkan persyaratan kelayakan penerima insentif dan fasilitas perpajakan sesuai ketentuan pada laman resmi DJP Online. Serta menguji kembali kebenaran pengajuan insentif dan fasilitas perpajakan yang telah diajukan WP dan disetujui, selanjutnya menagih kekurangan pembayaran pajak beserta sanksinya untuk pemberian insentif dan fasilitas yang tidak sesuai.

Kemudian, Memerintahkan Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur/SMI (Persero) selaku Pelaksana Investasi Pemerintah untuk mengembalikan sisa dana Investasi Pemerintah Pemulihan Ekonomi Nasional/IPPEN PT Garuda Indonesia/GIAA sebesar Rp7,50 triliun ke Rekening Kas Umum Negara.

"Melakukan inventarisasi atas piutang macet yang belum kedaluwarsa penagihan per 30 Juni 2022 dan melakukan tindakan penagihan aktif sesuai ketentuan," tulis rekomendasi tersebut.

4 dari 4 halaman

Rekomendasi Lainnya

Selanjutnya meminta BPK meminta pemerintah untuk menetapkan kebijakan akuntansi penyajian Investasi Jangka Panjang Non Permanen Lainnya terkait pengelolaan Dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) pada BP Tapera sebagai badan hukum lainnya yang ditunjuk sebagai Operator Investasi Pemerintah (OIP).

Memerintahkan Tim Task Force Dukungan Percepatan Penyelesaian Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan/PSAP mengenai Imbalan Kerja dan PSAP mengenai Pendapatan dari Transaksi Non Pertukaran.

Lalu berkoordinasi dengan Komite Standar Akuntansi Pemerintahan/KSAP untuk memfinalisasi dan menetapkan PSAP yang mencakup seluruh transaksi pajak, serta PSAP Imbalan Kerja, termasuk pengaturan terkait masa transisi selama proses perubahan peraturan perundang-undangan terkait pensiun.

Untuk diketahui, IHPS I Tahun 2022 disusun untuk memenuhi ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004. Ikhtisar ini merupakan ringkasan dari 771 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang diselesaikan BPK pada semester I tahun 2022 yang terdiri atas 682 LHP keuangan atau setara 88,5 persen, 41 LHP kinerja setara 5,3 persen, dan 48 LHP dengan tujuan tertentu/DTT-Kepatuhan setara 6,2 persen.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.