Sukses

Jokowi Hitung Kenaikan Harga BBM Bikin Inflasi Melambung 1,8 Persen

Sebelumnya subsidi BBM sebesar Rp 152 triliun kemudian naik 3 kali lebih menjadi Rp 502 triliun. Namun demikian diperkirakan subsidi BBM akan habis di Oktober 2022.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa situasi saat ini masih belum normal. Masih ada tantangan yang harus dihadapi sebagai dampak dari pandemi Covid-19, perang antara Ukraina dan Rusia dan lainnya. Semuanya itu mengakibatkan krisis pangan, krisis energi hingga krisis keuangan.

Di beberapa negara, harga bahan bakar minyak (BBM) sudah berada di angka Rp 17.000 per liter hingga Rp 30.000 per liter. Bahkan harga gas di Eropa naik 6 kali hingga 7 kali lipat dari kondisi normal.

Oleh karena itu, ia melihat langkah kenaikan harga BBM di Indonesia tidak bisa dicegah lagi. Subsidi BBM yang sudah membengkak ini tidak bisa dibiarkan terus membengkak. "Kita tahan-tahan saat itu subsidi BBM kita agar tidak membengkak lagi ternyata tidak bisa kita lakukan," ujar Jokowi, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (12/9/2022).

Dia membeberkan sebelumnya subsidi BBM sebesar Rp 152 triliun kemudian naik 3 kali lebih menjadi Rp 502 triliun. Namun demikian diperkirakan subsidi BBM akan habis di Oktober 2022.

"Setelah kita lihat lebih detail itu kuota subsidinya hanya untuk 23 juta kl Pertalite dan 15,1 juta kl untuk Solar dan setelah dikalkulasi ini hanya bisa sampai pada awal Oktober. Kalau sampai akhir tahun sampai akhir Desember kebutuhan kita menjadi 29,1 juta kl untuk Pertalite da 17,4 kl untuk Solar ini estimasi akan kuran," jelas dia.

Oleh karena itu ada penyesuaian harga BBM, Jokowi meminta kepada jajarannya yakni provinsi kabupaten dan kota untuk ikut serta secara detail bersama pemerintah pusat membantu masyarakat yang terdampak karena kenaikan harga BBM ini.

"Saya kira bapak ibu sudah tahu semuanya, dan untuk membantu adanya kenaikan BBM ini saya minta bersama pemerintah pusat membantu yang terdampak," kata dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Inflasi

Sementara itu, dirinya melihat akan adanya dampak terhadap inflasi yang diperkirakan akan tambah 1,8 persen. Akan tetapi dia berharap inflasi akan terkendali di bawah 5 persen.

"Oleh sebab itu saya minta gubernur, bupati, walikota agar daerah bersama pemerintah pusat kerja bersama-sama seperti saat kita bekerja secara serentak dalam mengatasi Covid-19. Saya yakin Insya Allah bisa kita lakukan sehingga inflasi tahun ini kita harapkan bisa dikendalikan dibawa 5 persen," tutur Kepala Negara.

Dengan catatan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil sebanyak 2 persen digunakan untuk subsidi dalam rangka menyelesaikan akibat dari penyesuaian harga BBM.

"2 persen bentuknya bisa Bansos, terutama pada rakyat yang sangat membutuhkan, nelayan misalnya harian menggunakan solar, ini bisa dibantu dengan mensubsidi mereka. Ojek misalnya ini juga menggunakan BB, bisa dibantu dari subsidi ini. Juga UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) bis ajuga dibantu dalam pembelian bahan baku yang naik karena kemarin ada penyesuaian harga BBM," kata dia.

"Transportasi umum juga bisa dibantu kenaikan tarifnya berapa aja dibantu, bukan total dibantu tetapi kenaikan tarif yang terjadi bisa dibantu lewat subsidi," tambahnya.

3 dari 3 halaman

Sri Mulyani: Inflasi Indonesia Masih Terkendali

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengatakan inflasi di Indonesia sejauh ini masih terkendali. Hal itu terlihat dari angka inflasi hingga Agustus 2022 yang masih di angka 4,6 persen.

“Jika melihat inflasi Indonesia bulan lalu, Agustus lalu dari 4,9 persen turun sedikit menjadi 4,6 persen,” kata Sri Mulyani dalam webinar Recovery and Resilience: Spotlight on Asean Business, Senin (12/9/2022).

Menkeu memaparkan salah satu komponen yang inflasinya tinggi adalah volatile food. Kunci untuk memastikan volatile food terkendali adalah suplai yang tersedia dan distribusi yang lancar.

Tak hanya itu saja, yang mendorong terjadinya inflasi juga dari situasi geopolitik yang masih memanas, khususnya antara Rusia dan Ukraina.

“Inflasi biasanya terjadi pada bulan September, namun jika melihat komponen inflasi terutama terdiri dari volatile food, yang dapat kita jelaskan misalnya dari gandum dan minyak goreng, dan lainnya, yang juga memiliki korelasi yang sangat tinggi juga situasi geopolitik,” ujarnya.

Lebih lanjut, Menkeu tak menampik bahwa semua negara merasakan dampak dari kenaikan harga komoditas di sektor energi. Namun di Indonesia, terdapat beberapa komponen energi yang harganya ditentukan oleh pemerintah, seperti tarif listrik, LPG 3 kg, dan bahan bakar minyak (BBM).

“Nah, tekanan dari harga pangan dan energi ini sebenarnya cukup berat dari berbagai negara termasuk Indonesia. Jadi, pertanyaannya dari sisi kebijakan, bagaimana kita akan merespon inflasi yang terutama berasal dari gangguan supply,” ujarnya.

Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan rapat koordinasi (Rakor) dengan Pemerintah daerah untuk membahas secara detail guna penanganan pengendalian inflasi di berbagai daerah. Rakor tersebut diharapkan setidaknya bisa mengendalikan inflasi di sisi komoditas pangan.

Reporter: Siti Ayu Rachma

Sumber: Merdeka.com

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.