Sukses

Terbitkan Recovery Bond, Sri Mulyani Bahas Strategi dengan BI

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani menyebutkan pemerintah mempertimbangkan opsi recovery bond untuk pembiayaan pelebaran defisit.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani menyebutkan pemerintah mempertimbangkan opsi recovery bond untuk pembiayaan pelebaran defisit. Pemerintah bersama dengan Bank Indonesia (BI) masih akan membahas lebih dalam apakah akan mengambil opsi tersebut atau atau tidak.

"Untuk recovery bond, kami dengan BI membuka pintunya. Kalau enggak dipakai pintunya, alhamdulilah. Kalau dipakai ya kita kasih rambu-rambu," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers melalui sambungan video, Rabu (1/4/2020).

Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengatakan, dalam waktu dekat akan bertemu dengan Sri Mulyani untuk membahas rincian skenario penerbitan recovery bond.

"Berbagai hal yang memang perlu didiskusikan, rinciannya skenario seperti apa, dan dalam waktu dekat saya dan menkeu akan ketemu untuk membicarakan perencanaan penerbitana SUN dan SBSN seperti apa, kebutuhannya berapa, kemampuan pasar penyerapannya seperti apa," bebernya.

Perry juga menegaskan, jika situasi normal, maka BI akan kembali pada UU BI bahwa Bank Indonesia tidak bisa beli pasar perdana. Namun karena saat ini situasi sedang tidak normal, maka opsi-opsi ini harus diambil untuk mencegah lonjakan suku bunga SBN.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tambahakan Alokasi Belanja

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja mengumumkan penambahan alokasi belanja dan pembiayaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 sebesar Rp 405,1 triliun untuk menangani wabah virus corona (covid-19).

"Dalam Perppu ini diatur bahwa BI diberikan kewenangan untuk membeli SUN dan SBSN di pasar perdana, bukan sebagai first lender tapi sebagai last lender. Dalam hal pasar tidak bisa memnyerap kebutuhan penerbitan SUN maupun SBSN baik karena jumlahnya ataupun karena suku bunga terlalu tinggi,” Ujar Perry.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.