Sukses

Jika Tarif Ojek Online Melonjak, Jumlah Penumpang Bakal Turun 71 Persen

Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan tengah menggodok regulasi terkait ojek online (ojol).

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan tengah menggodok regulasi terkait ojek online (ojol).

Tarif menjadi salah satu isu yang akan diatur dalam regulasi tersebut. Rencana pemerintah menaikkan tarif ojek diprediksi banyak memiliki dampak negatif ketimbang positif.

Berdasarkan survei yang dilakukan Research Institute of Socio-Economic Development (RISED), permintaan konsumen akan turun dengan drastis, sehingga menurunkan pendapatan pengemudi ojol.

Hal itu bahkan meningkatkan frekuensi masyarakat menggunakan kendaraan pribadi dalam beraktivitas sehari-hari, sehingga dapat menambah kemacetan. 

Ketua Tim Peneliti RISED, Rumayya Batubara, mengatakan konsumen sangat sensitif terhadap segala kemungkinan peningkatan tarif. Hal ini terlihat dalam hasil survei.

"Kenaikan tarif ojek online berpotensi menurunkan permintaan konsumen hingga 71,12 persen," kata Rumayya Batubara pada acara peluncuran hasil survei di kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (11/2/2019). 

Survei dengan 2.001 responden konsumen ojol yang tersebar di 10 provinsi tersebut juga memperlihatkan hasil 45,83 persen menyatakan tarif ojek online yang ada saat ini sudah sesuai.

"Bahkan 28 persen responden lainnya mengaku bahwa tarif ojol saat ini sudah mahal dan sangat mahal," ujar dia.

Jika memang ada kenaikan, sebanyak 48,13 persen responden hanya mau mengeluarkan biaya tambahan kurang dari Rp 5.000 per hari. 

"Ada juga sebanyak 23 persen responden yang tidak ingin mengeluarkan biaya tambahan sama sekali," ujar dia.

Dia mengungkapkan, survei tersebut juga mencatat jarak tempuh rata-rata konsumen adalah 8,8 km per hari.

Dengan jarak tempuh sejauh itu, apabila terjadi kenaikan tarif dari Rp 2.200/km menjadi Rp 3.100/km (atau sebesar Rp 900/km),  pengeluaran konsumen akan bertambah sebesar Rp 7.92O/hari.

"Bertambahnya pengeluaran sebesar itu akan ditolak oleh kelompok konsumen yang tidak mau mengeluarkan biaya tambahan sama sekali. dan yang hanya ingin mengeluarkan biaya tambahan kurang dan Rp 5.000/hari. Total persentasenya mencapai 71,12 persen," ujar dia.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Uji Publik Aturan Ojek Online di Semarang, Pengemudi Usul Sediakan Shelter

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah mengadakan uji publik terkait Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang ojek online di lima kota besar, yakni Medan, Bandung, Semarang, Balikpapan, dan Makassar.

Demi mensukseskan program uji publik ini, Kementerian Perhubungan mengajak pihak stakeholder atau pemangku kepentingan untuk turut memberikan masukan. 

"Mengingat pentingnya rancangan peraturan menteri tentang ojek online ini, maka kami mengajak kepada seluruh peserta dan stakeholder terkait untuk memberikan masukan, saran, dan tanggapan baik secara langsung maupun lisan demi kesempurnaan peraturan ini," ungkap Staf Ahli Bidang Hukum dan Reformasi Birokrasi Umar Aris dalam sesi uji publik di Semarang, dikutip Minggu, 10 Februari 2019.

Salah satu permintaan pengemudi dan organisasi dalam sesi uji publik di Semarang tersebut yakni terkait dengan ketersediaan shelter. 

Pengemudi meminta pemerintah daerah juga dilibatkan dalam pembangunan dan pengaturan shelter agar tidak menganggu ruas jalan. 

Lebih lanjut, Umar menjelaskan beberapa ruang lingkup yang akan diatur dalam RPM tersebut, antara lain kriteria aspek pelayanan sepeda motor, formula biaya jasa, mekanisme penghentian operasional penggunaan sepeda motor yang berbasis aplikasi (suspend), perlindungan masyarakat, pengawasan, dan peran serta masyarakat.

Dia menganggap, penggunaan sepeda motor mempunyai peran penting dalam meningkatkan mobilitas masyarakat. Sehingga dinilai sangat penting jika pengguna perlu mendapatkan kepastian hukum terhadap aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan, keterjangkauan, dan keteraturan.  

"Maka dari itu, pemerintah perlu dalam memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna sepeda motor untuk kepentingan masyarakat atau pengemudi ojek online itu sendiri," ucap dia.  

Direktur Angkutan Multimoda Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub Ahmad Yani menjelaskan salah satu hal yang akan dibahas mengenai biaya jasa. Lantaran hal itu masih belum pasti, lanjutnya, maka uji publik sengaja dilakukan untuk mendapatkan saran dan masukan apabila ada yang perlu ditambahkan dalam RPM.

"Semua masih kita tampung tanggapan dan masukannya agar peraturan ini dapat mencakup semua pihak," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.