Sukses

Pemerintah Bakal Kaji Batas Atas Pengenaan Tarif Bagasi Pesawat

Tarif angkutan udara salah satunya tarif bagasi merupakan salah satu penyumbang inflasi sehingga perlu diatur.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan, pemerintah akan mengatur batas atas pengenaan tarif bagasi penumpang pesawat. Pengaturan ini dilakukan agar pengenaan tarif bagasi tak berdampak besar pada inflasi.

"Dari Kementerian Perhubungan sedang melihat lagi karena pada dasar aturannya memang bisa (mengenakan tarif). Tetapi, apakah harus ada limit charge-nya (batasan tarif) ini sedang diperhatikan," ujar Rini di Gedung BI, Jakarta, Selasa (29/1/2019).

Senada dengan Menteri Rini, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan tarif angkutan udara merupakan salah satu penyumbang inflasi sehingga perlu diatur.

"Memang tadi dibahas bagaimana supaya inflasi bisa terkendali. Mereka (Kementerian Perhubungan) mengemukakan ada cap-nya juga, ada maksimum. Sekarang bagasi bayar, dari mereka (Kementerian Perhubungan) bilang ada batas maksimumnya," kata Iskandar.

Meski demikian, kata Iskandar, dalam rapat tersebut pemerintah belum merincikan besar batas atas yang akan diberlakukan pada maskapai penerbangan. Hal ini akan diputuskan oleh Kementerian Perhubungan. "Kami tidak bahas detail itu," tandasnya.

Sebelumnya, Direktur Niaga Citilink Indonesia Benny Rustanto mengatakan maskapai berbiaya hemat atau Low Cost Carrier (LCC) akan memberlakukan kebijakan bagasi berbayar dalam setiap penerbangan domestik mulai Jumat (8/2).

Nantinya, penumpang Citilink yang telah membeli tiket penerbangan sebelum 8 Februari 2019 masih berhak mendapatkan fasilitas bagasi hingga 20 kg, meskipun dijadwalkan untuk terbang melewati tanggal yang dimaksud.

"Dalam rangka memberikan kualitas layanan yang prima ditengah ketatnya persaingan industri penerbangan, Citilink sebagai maskapai dengan standar layanan no frills (pelayanan standar minimum) akan memberlakukan ketentuan baru mengenai tarif bagasi tercatat," kata Benny di Jakarta, Senin (28/1).

Dia menjelaskan, tarif bagasi termurah akan dikenakan sebesar Rp 9.000 per kg. Sementara untuk perhitungan selanjutnya akan berdasarkan berat barang bawaan hingga jarak tempuh pesawat.

"Hitungannya Rp 9.000 per kg dibawah 1 jam, sampai maksimal Rp 25 atau 35 ribu," jelasnya.

Ketentuan bagasi tercatat ini hanya akan diberlakukan untuk penerbangan domestik saja. Sementara untuk penumpang dengan rute penerbangan internasional baru akan dikenai biaya bila bawaan bagasinya diatasi 10 kg.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

DPR Minta Pemerintah Tunda Kebijakan Bagasi Berbayar Maskapai Penerbangan

Komisi V DPR RI memanggil Kementerian Perhubungan (Kemenhub) beserta lima perwakilan maskapai penerbangan antara lain Garuda Indonesia, Lion Air, Air Asia, Citilink Indonesia, dan Sriwijaya Air pada Selasa (29/1/2019) ini. Rapat kerja ini terkait kebijakan bagasi berbayar dalam sebuah maskapai penerbangan.

Di akhir rapat kerja, Wakil Ketua DPR RI Komisi V yang menjadi pimpinan Sidang Sigit Susiantomo menyatakan jika regulasi tersebut harus ditunda sampai pemerintah selesai mengkaji ulang keputusan penghapusan layanan bagasi cuma-cuma (Free Baggage Allowance).

"Kami mendesak Kementerian Perhubungan untuk menunda pemberlakuan kebijakan bagasi berbayar hingga selesainya kajian ulang terhadap kebijakan tersebut dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan kelangsungan industri penerbangan nasional," tegas dia di Jakarta, Selasa (29/1/2019).

Selain itu, Sigit juga meminta Kementerian Perhubungan untuk mengkaji ulang besaran komponen tarif pesawat udara agar tidak memberatkan masyarakat.

Serta meningkatkan koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait guna memformulasikan ulang besaran komponen tarif batas atas dan tarif batas bawah.

Di luar itu, Sigit Susiantomo pun menyebutkan, Komisi V DPR RI turut menyinggung soal kesiapan Indonesia dalam menyelenggarakan kontrol navigasi di wilayah udara Indonesia (Flight Information Region/FIR) yang saat ini masih berada dibawah kendali Singapura.

"Untuk itu, Komisi V DPR RI mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah percepatan pengambilalihan pengelolaan ruang udara tersebut dari Singapura," tutur dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini