Sukses

YLKI Ingin Urun Biaya JKN-KIS Bukan untuk Tekan Defisit BPJS Kesehatan

Pemerintah membentuk tim khusus untuk mengkaji sistem urun biaya dalam penggunaan BPJS Kesehatan.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah membentuk tim khusus untuk mengkaji sistem urun biaya dalam penggunaan BPJS Kesehatan.

Pengenaan urun biaya ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan. 

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi menuturkan, pengenaan urun biaya sendiri program JKN-KIS tidak melanggar aturan yang ada. Sebab sudah diatur dalam undang-undang sistem jaminan sosial nasional (SJSN) nomor 40 tahun 2004 pasal 22. 

"Urun biaya itu diatur dalam Undang-Undang SJSN pasal 22. Jadi sebenarnya dalam konteks itu, Permenkes dan juga kebijakan urun biaya tidak melanggar regulasi karena ada di UU," kata dia, saat ditemui, di Kantornya, Jakarta, Jumat (25/1/2019).

Namun, dia menekankan agar pengenaan urun biaya program JKN-KIS tersebut jangan dijadikan kedok sebagai upaya BPJS Kesehatan dalam menekan angka defisit.

"Tapi saya menekankan agar jangan sampai urun biaya menjadi kedok untuk menekan defisit di BPJS. Urun biaya bukan untuk itu," tegas dia.

Dia menuturkan, ada urun biaya sebenarnya sebagai upaya BPJS Kesehatan untuk mengantisipasi penyalahgunaan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pasien, dokter maupun rumah sakit. 

"Justru melawan Undang-Undang kalau urun biaya dijadikan untuk menekan defisit," ungkapnya.

Oleh karena itu, Tulus mengatakan, untuk menekan defisit anggaran BPJS Kesehatan, Pemerintah harus berani mengambil dua pilihan, yakni menyuntikkan dana atau menaikkan besaran iuran. 

"Kalau mau menekan defisit ya pemerintah harus berani apakah naikkan iuran atau menyuntik lagi karena memang masih jauh defisitnya," ujar dia.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

BPJS Kesehatan Bakal Terapkan Aturan Urun Biaya untuk Peserta JKN

Sebelumnya, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) bakal menerapkan aturan baru soal urun biaya. Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bakal dikenai urun biaya pada beberapa jenis pelayanan kesehatan yang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan pelayanan.

Ketentuan mengenai urun biaya ini merupakan impelentasi dari Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes) Nomor 51 Tahun 2018. Mengenai jenis pelayanan apa saja yang akan dikenai urun biaya ditentukan oleh tim yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan kemudian direkomendasikan ke Menteri Kesehatan.

Baru kemudian disosialisasikan dan diimplementasikan, seperti disampaikan Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS kesehatan, Budi Mohamad Arief.

Saat urun biaya nantinya diimplementasikan, fasilitas kesehatan wajib menginformasikan jenis pelayanan apa saja yang dikenai urun biaya dan estimasi besarannya ke peserta JKN. Peserta atau keluarga harus memberikan persetujuan kesediaan membayar urun biaya sebelum mendapatkan pelayanan.

"Urun biaya dikenakan kepada peserta yang dapat pelayanan tertentu yang punya tendensi penyalahgunaan karena pengaruh selera atau perilaku si peserta. Intinya seperti itu. Saya tidak bisa menyebutkan tentang (pelayanan) apa, biarlah tim yang menetapkan," kata Budi di Kantor Pusat BPJS Kesehatan Jakarta pada Jumat 18 Januari 2019.

Mengenai besarnya urun biaya, berbeda antara rawat jalan dengan rawat inap. Untuk rawat jalan, besarannya Rp20.000 setiap kali kunjungan rawat jalan di RS kelas A dan RS kelas B. Sementara bila rawat jalan di RS Kelas C, D dan klinik utama sebesar Rp10.000.

Sementara, untuk rawat inap besaran urun biaya adalah 10 persen dari biaya pelayanan dihitung dari total tarif INACBG's setiap kali melakukan rawat inap atau paling tinggi Rp30 juta.

Budi pun meminta masyarakat tak perlu khawatir terkait implementasi urun biaya. Sebelum pelaksanaan urun biaya dijalankan, dipastikan ada sosialisasi terlebih dahulu.

"Setelah penetapan pun tidak langsung diimplementasiklan, tapi disosialisasikan dulu," tutur Budi.

Di kesempatan yang sama, Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Anas Ma'ruf, menekankan bahwa bukan berarti peserta JKN-KIS harus membayar urun biaya setiap berobat. 

"Urun biaya ini  untuk jenis-jenis tertentu, kan masih ada (pelayanan kesehatan) yang tidak dikenakan urun biaya. Tergantung jenis apa saja, misalnya penyakit apa sering disalahgunakan oleh peserta," kata Iqbal.

Ketentuan urun biaya ini tidak berlaku bagi peserta JKN dari segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah. 

 Budi mengelak bila mengaitkan adanya aturan urun biaya dengan defisit yang melanda BPJS Kesehatan. Menurutnya tujuan dari urun biaya adalah mengedukasi masyarakat untuk tidak mendapatkan pelayanan yang tidak dibutuhkan.

"Bagi BPJS sendiri, tidak menganggap ini merupakan bagian dari menurunkan defisit," tutur Budi.

"Tujuan utamanya adalah peserta teredukasi untuk tidak mendapatkan pelayanan yang tidakk dibutuhkan," katanya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.