Sukses

Di Balik Maraknya Fintech Ilegal di Indonesia

Financial Technology (fintech) atau perusahaan teknologi keuangan yang saat ini terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru ada 88 perusahaan.

Liputan6.com, Jakarta - Financial Technology (fintech) atau perusahaan teknologi keuangan yang saat ini terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru ada 88 perusahaan.

Padahal jumlah fintech yang beroperasi di Indonesia jauh lebih banyak dari itu. Ketua Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tongam Lumban Tobing menyebutkan, sesuai peraturan OJK (POJK) No 77 tahun 2016 setiap fintech wajib terdaftar di OJK.

"Sehingga kami dari satgas waspada investasi mengatakan bahwa fintech-fintech yang tidak terdaftar itu bukan merupakan fintech yang memang sesuai dnegan per undang-undangan. Oleh karena itu, kegiatan fintech yang tidak terdaftar itu adalah kegiatan ilegal yang dalam hal ini dari satgas juga sudah menyampaikan laporan informasi ke bareskrim," kata Tongam di Bareskrim Polri Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (8/1/2019).

Tongam mengungkapkan, fintech ilegal terutama yang bergerak di sektor peer to peer lending atau pinjam meminjam tumbuh subur di Indonesia sebab akses keuangan masyarakat masih minim. Masih cukup banyak masyarakat yang belum tersentuh layanan keuangan formal atau istilahnya bankable.

"Sehingga banyak sekali masyarakat yang membutuhkan uang tapi tidak terlayani dengan sektor-sektor yang formal. Oleh karena itu, para pelaku ini (memanfaatkannya) untuk mencari keuntungan sebesar - besarnya dengan membuat suatu fintech ilegal hanya dengan membuat aplikasi tanpa mendaftar di OJK," ujar dia.

Dia mengungkapkan, OJK sudah menjalin koordinasi dengan Google untuk menahan penerbitan aplikasi fintech pada google play atau pun play store.

"Kalau ada yang membuat aplikasi mengenai fintech tolong minta izin dulu dari OJK, ternyata emang dia open source. Jadi pada saat kriterianya tidak pada fintech bisa aja dia pilih training, edukasi, sosial udah masuk dia . Hal ini memang yang perlu kita deteksi," ujar dia.

Dia mengungkapkan, sangat sulit sekali mencegah dari sisi penerbitan atau pembuatan aplikasi. Sebab dengan kemajuan teknologi banyak pihak yang dapat melakukan manipulasi saat registrasi.

"Dari sisi orang membuat aplikasi itu akan sulit bagi kita mempengaruhi. Yang kita pengaruhi adalah demand masyarakat. Demand masyarakat kita edukasi agar mereka gunakan finetch yang legal, begitu aja," ujarnya.

Di sisi lain, dia menyatakan otoritas dan pemerintah turut bertanggung jawab untuk meningkatkan literasi keuangan kepada masyarakat agar tidak jatuh korban dari pengguna fintech ilegal.

"Perlu kita tingkatkan literasi penggunaan teknologi ini terutama fintech. Satu - satunya cara adalah bagaimana kita mengedukasi masyarakat untuk melakukan cara pinjam meminjam uang terhadap fintech yang legal," tutur dia.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pantau 36 Fintech Ilegal

Dalam kesempatan serupa, Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol Rickynaldo Chairul mengatakan, saat ini pihaknya tengah memantau 36 fintech ilegal yang beroperasi di Indonesia.

"Kemudian 36 fintech yang kita pantau itu belum ada masalahnya cuma kita melakukan pemantauan bahwa 36 fintech ini tersebar servernya di berbagai macam negara. Yang ada di Indonesia sekarang yang ada di aplikasi itu dan kita ambil sampel 36 itu ternyata ada servernya di beberapa negara dan hostingannya pun juga bukan hanya dari Indonesia aja. Hostingnya dari beberapa negara juga," ujar dia.

Dengan server yang berlokasi di luar negeri tersebut disebutkan penanganan aduan fintech ilegal akan menjadi sulit. Sebab nantinya pihak kepolisian harus melakukan koordinasi dengan negara-negara di mana server tersebut berada.

"Hambatannya kita akan banyak melakukan koordinasi di beberapa negara yang punya servernya," ujarnya.

Dia juga mengingatkan masyarakat yang merasa menjadi korban fintech untuk melakukan pelaporan pada pihak kepolisian. Sebab fintech masuk ke dalam ranah delik aduan sehingga dapat diproses secara hukum jika ada laporan yang masuk.

Adapun saat ini yang paling banyak dikeluhkan oleh pengguna fintech adalah cara penagihan yang tidak manusiawi dan bunga yang terlampau tinggi.

"Jadi harus melapor, kalau tidak melapor ya tidak bisa kita proses," ujar dia.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.