Sukses

Pelemahan Rupiah Saat Ini Dipastikan Beda Jauh Dibandingkan 1998

Bertolak belakang dengan 1998, fundamental ekonomi Indonesia yang dibangun Pemerintahan Jokowi sangat kuat, sehingga tidak mungkin merembet ke krisis moneter apalagi krisis kepercayaan kepada Pemerintah.

Liputan6.com, Jakarta Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) saat ini dinilai berbeda jauh dibandingkan 1998 meski sama-sama menembus angka Rp 15.000. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari fundamental ekonomi dan beberapa indikator makro yang ada.

Demikian disampaikan pengamat ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul) Aji Sofyan Effendi, dalam keterangannya. “Jauh berbeda. Dari berbagi indikator makro, saat ini kondisi kita jauh lebih kuat dibandingkan 1998 sehingga sama sekali tidak mengkhawatirkan,” kata Aji.

Fundamental ekonomi era Soeharto, menurut Aji, sangat rapuh. Buktinya, ketika pelemahan menimpa mata uang negara-negara Asia Tenggara, hanya Indonesia yang tidak bisa bangkit. Sedangkan Singapura dan Malaysia cepat bangkit. Termasuk Baht Tahiland yang mengalami pelemahan cukup parah.

Indonesia pada 1998, menurut dia tidak mengalami recovery. Pelemahan nilai tukar Rupiah justru merembet pada krisis yang sangat kompleks. Mulai krisis moneter, hingga krisis kepercayaan dan krisis politik yang menyebabkan Soeharto tumbang.

Bertolak belakang dengan 1998, fundamental ekonomi Indonesia yang dibangun Pemerintahan Jokowi sangat kuat, sehingga tidak mungkin merembet ke krisis moneter apalagi krisis kepercayaan kepada Pemerintah.

Dua indikator makro terkait kuatnya fundamental ekonomi Indonesia saat ini, kata Aji, adalah pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,2-5,3 persen, sedangkan inflasi juga bagus, di bawah lima persen.

“Pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi adalah indikator terpenting. Ibarat manusia, keduanya adalah jantung. Dan karena masih kuat, dipastikan bahwa kondisi Indonesia masih sangat aman,” kata dia.

Tak kalah penting, tingkat pelemahan (depresiasi) pada 1998 dan sekarang juga berbeda jauh. Pada 1998 depresiasi mencapai sekitar 600 persen, yaitu dari Rp 2.000 menjadi Rp 15.000 lebih. Sedangkan sekarang hanya sekitar 10 persen, yaitu Rp 13.500 menjadi Rp 15 ribu. “Kita jauh lebih baik dibandingkan Turki yang sekarang anjlok 300 persen,” lanjutnya.

Senada, Guru besar Universitas Indonesia (UI) Profesor Budyatna juga setuju bahwa kondisi 1998 dan saat ini sangat berbeda jauh. Dulu terjadi krisis moneter, saat ini tidak.

Saat ini, tingkat kepercayaan terhadap Pemerintahan Jokowi masih sangat tinggi, sedangkan 1998, kepercayaan terhadap Soeharto begitu anljok.

Tingginya kepercayaan kepada Jokowi, menurut Budyatna, tidak lepas dari kinerja Pemerintahan yang memang baik serta sikap antikorupsi Presiden Jokowi. Berbagai prestasi yang ditorehkan Presiden, terutama dalam pembangunan infrastruktur, menunjukkan bahwa Pemerintah memang fokus pada kerja.

Tingginya kepercayaan terhadap Jokowi, memang bertolak belakang dengan kondisi yang dialami Soeharto pada saat krisis 1998. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ini Upaya Pemerintah dan BI Perkuat Rupiah

Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mendorong Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk tetap waspada menjaga rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sejumlah langkah dilakukan agar gerak rupiah stabil hadapi tekanan eksternal dan internal.

Rupiah melemah 9,52 persen sepanjang tahun berjalan 2018. Rupiah bergerak dari posisi 13.542 per dolar Amerika Serikat (AS) pada 2 Januari 2018 ke posisi 14.835 per dolar AS pada Senin 10 September 2018. Hal itu berdasarkan patokan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor).

Nilai tukar rupiah bahkan sempat sentuh level terendah di posisi 14.927 per dolar AS pada 5 September 2018. Bila melihat kurs tengah BI, rupiah merosot terjadi sejak Mei 2018. Rupiah pertama kali sentuh posisi kisaran 14.000 pada 9 Mei 2018 di posisi 14.074.

Pelemahan nilai tukar rupiah ini masih lebih baik ketimbang mata uang negara berkembang lainnya. Mata uang Argentina peso sudah melemah sekitar 51,1 persen, lira Turki sekitar 42,9 persen, real Brazil sekitar 20,4 persen, rand Afrika Selatan sekitar 16,7 persen, dan rupee India sekitar 10,4 persen.

Akan tetapi, pelemahan rupiah lebih dalam ketimbang mata uang ringgit Malaysia yang hanya turun 2,46 persen sejak awal tahun. Selain itu, mata uang baht Thailand yang hanya turun 0,77 persen sejak awal tahun 2018. Hal itu berdasarkan data Bloomberg.

Pelemahan rupiah, menurut sejumlah ekonom dan pemerintah didorong dari sejumlah faktor baik eksternal dan internal. Pertama, ada kekhawatiran krisis keuangan yang terjadi di Argentina dan Turki menular ke negara berkembang yang alami defisit transaksi berjalan yang melebar. Salah satunya Indonesia.

Kedua, sentimen kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve (the Fed). Ketiga, risiko perang dagang antara Amerika Serikat dan China serta negara lainnya.

Sedangkan dari internal, Indonesia hadapi masalah defisit perdagangan dan defisit transaksi berjalan atau current account defisit (CAD). Tercatat defisit transaksi berjalan sudah mencapai tiga persen dari produk domestik bruto (PDB).

Data BI menunjukkan defisit transaksi berjalan pada kuartal II 2018 tercatat USD 8 miliar.  Angka itu juga lebih besar dibandingkan kuartal I 2018 sebesar 2,2 persen dari PDB atau USD 5,5 miliar.

Sedangkan  Argentina defisit 4,8 persen, India defisit 1,9 persen, Brazil defisit 0,48 persen, Filipina defisit 0,8 persen, Turki defisit 5,5 persen dan Afrika Selatan defisit 2,5 persen.

"Kelemahan kita transaksi berjalan, ekspor kita memang tidak tumbuh secepat impor kita, pada waktu ekonomi pelan-pelan pulih, impor kita meningkat lebih cepat dari ekspor, 90 persen bahan baku dan modal. 10 persen barang konsumsi,” ujar Menko Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, pada Rabu 5 September 2018.

Darmin juga menuturkan, ekonomi Indonesia juga alami kelemahan lain yaitu devisa hasil ekspor yang tidak kembali ke Indonesia. "Kelemahan lain, ekonomi kita, valuta asing (valas) yang masuk dari ekspor tidak semuanya masuk," ujar dia.

Dia mengungkapkan, angka saat ini  menunjukkan sekitar 85 persen DHE dari ekspor masuk. "Yang tidak ditukar ke rupiah malah banyak sekali, dari 85 persen yang masuk hanya 6 bulan yang sama ditukarkan ke rupiah paling-paling sekitar 15 persen," ujar dia.

Langkah BI dan Pemerintah

Oleh karena itu, BI dan pemerintah bergerak cepat menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.  Berikut rangkuman langkah-langkah yang dilakukan BI hingga pemerintah untuk stabilkan nilai tukar rupiah:

Dari BI mengeluarkan sejumlah kebijakan. Salah satunya menyesuaikan suku bunga acuan atau BI 7-day reverse repo rate. BI sudah naikkan suku bunga acuan 125 basis poin dalam tiga bulan. Suku bunga acuan BI kini di posisi 5,5 persen.

Langkah lain yang dilakukan BI meningkatkan volume intervensi di pasar valuta asing (valas), membeli surat berharga negara di pasar sekunder, membuka lelang FX swap, dan membuka windows swap hedging. BI juga senantiasa meningkatkan koordinasi dengan pemerintah termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

BI pun sudah intervensi di pasar surat berharga negara (SBN) dengan melakukan pembelian kembali mencapai Rp 11,9 triliun. Hal itu disampaikan Gubernur BI Perry Warjiyo saat rapat dengan DPR.

Dalam kondisi saat ini BI sudah meningkatkan intensitas intervensi pasarnya. Perry mengungkapkan, terhitung hingga saat ini BI telah mengeluarkan dana sebanyak Rp 11,9 triliun.

"Kalau kita lihat, Kamis, Jumat, Senin, kita juga sudah lakukan, Kamis sudah Rp 3 triliun, Jumat Rp 4,1 triliun , Senin Rp 3 triliun, kemarin  Rp 1,8 triliun," ujar Perry pada 5 September 2018.

OJK pun mulai intensifkan pengawasan penggunaan valas di seluruh industri jasa keuangan. "OJK mengintensifkan pengawasan di sektor jasa keuangan sebagai bagian monitoring secara reguler baik secara on site maupun off site supervisory terhadap seluruh kegiatan industri jasa keuangan, termasuk terkait transaksi valas. Terutama pengawasan yang ketat dan intensif untuk memastikan transaksi valas dilakukan berdasarkan kebutuhan sesuai dengan underlying-nya," kata Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini