Sukses

Melemah 6,93 Persen, Cek Perbandingan Depresiasi Rupiah dari Mata Uang Lain

Untuk mengantisipasi dampak pelemahan Rupiah secara berkepanjangan, pemerintah akan memaksimalkan kinerja ekspor dan menekan laju impor.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pelemahan atau depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat sejak Januari hingga 20 Juli 2018 telah mencapai 6,93 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan beberapa negara seperti Malaysia, Vietnam dan Thailand.

Berdasarkan data Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, depresiasi mata uang Malaysia sebesar 0,38 persen, Vietnam sebesar 1,52 persen, Thailand 2,60 persen dan China sebesar 4,42 persen. Namun di bawah Indonesia masih ada Filipina yang terdepresiasi sebesar 7,24 persen dan India sebesar 8,12 persen.

"Rupiah itu melemah mulai Januari sampai sekarang 6,93 persen. Yang lebih baik dari kita adalah China 4,42 persen kemudian Thailand bath, dong Vietnam, ringgit Malaysia, Japanese yen. Yang lebih jelek dari kita cuma dua, satu Filipina peso, kedua India rupee," ujarnya di Gedung Pusdiklat Kemenlu, Jakarta, Selasa (24/7/2018).

Data-data tersebut menunjukkan tidak hanya Indonesia yang mengalami pelemahan nilai tukar. Hal ini lebih kepada kondisi ekonomi global yang tidak menentu.

"Sehingga yang kita alami adalah akibat dari tren ekonomi global juga, kita kursnya goyang-goyang. Dan itu memang membuat orang mau investasi ngitung-ngitung dulu," jelasnya.

Untuk mengantisipasi dampak pelemahan Rupiah secara berkepanjangan, pemerintah akan memaksimalkan kinerja ekspor dan menekan laju impor. Salah satunya kebijakan perluasan penggunaan Biodisel 20 persen atau B20 sehingga Indonesia tidak lagi ketergantungan impor migas.

"Karena ini menyangkut crude oil migas, ya kita kerjakan ini juga. Sekarang namanya dikenal biodisel karena kita campur solar dengan CPO 20 persen. Nah, yang kita lakukan adalah mewajibkan semuanya pakai B20 dan kita yakin dalam satu tahun defisit migas hilang. Sehingga tekanan terhadap kita itu tidak seberat sebelumnya," jelas Menko Darmin.

Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut menambahkan, pemerintah juga berupaya memperbaiki investasi dalam negeri, terutama investasi yang berorientasi ekspor. Para investor kini dimudahkan dan diberi keringanan pajak melalui sistem pelayanan terpadu secara online atau online single submission.

"Kombinasi itu diapakai untuk mengundang investor yang berorientasi ekspor. Kemudian juga kita sambil mendorong kualitas SDM melalui perbaikan pendidikan dan pelatihan vokasi atau SMK yang akan kita terapkan tahun depan," tandasnya.

Reporter: Anggun P Situmorang

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Cerita Menko Darmin soal Sejarah Dolar AS Jadi Mata Uang Global

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution menjelaskan awal mula mata uang dolar Amerika Serikat yaitu United States Dolar atau USD dijadikan sebagai mata uang global.

Hal ini tidak lepas dari peran Menteri Luar Negeri Amerika Serikat periode 1973 hingga 1977, Henry Alfred Kissinger. Presiden AS pada masa tersebut mengutus Henry Kissinger melakukan pertemuan dengan pemerintahan Arab Saudi untuk meminta dukungan mengenai penjualan minyak asal negara tersebut menggunakan dolar Amerika Serikat (AS).

"Pada 1973, waktu AS juga menghadapi tekanan dalam ekonominya kemudian Henry Kissinger diutus menemui Raja Faisal dan minta dukungannya supaya siapapun yang membeli minyak harus pakai dolar AS," ujar dia saat menjadi pembicara di Gedung Pusdiklat Kemenlu, Jakarta, Selasa (24/7/2018).

Sebelum dolar AS, jual beli minyak asal Arab Saudi menggunakan mata uang milik negara tersebut yaitu Riyal. Kesepakatan akhirnya tercapai, perdagangan minyak ke seluruh belahan bumi menggunakan dolar AS dengan jaminan janji politik bagi Arab Saudi.

"Kalau tadinya pakai Riyal itu. Dengan janji politik dan Saudi Arabia mau. Enggak lama negara-negara teluk lain mau. Sejak itu dolar diperlukan oleh semua negara," ujar Darmin.

Sejak dolar AS menjadi mata uang global, Amerika Serikat mulai memainkan perannya untuk menyelamatkan diri dari berbagai kondisi global. Salah satunya melalui krisis yang terjadi pada 2007 hingga 2008.

"Tapi AS bisa mencetak uang banyak-banyak tidak inflasi. Kenapa? Karena orang lain perlu dolar AS bukan cuma negaranya. Sehingga pada waktu dia menjalankan kebijakan menyelamatkan ekonomi dari krisis tahun 2007, 2008. Itu bank sentralnya membeli segala macam kredit macet yang enggak karu-karuan dan 2 hingga 3 tahun kemudian krisis sembuh," ujar dia.

 

Reporter: Anggun P.Situmorang

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini