Sukses

RI Kalah dari Thailand soal Penindakan Truk Kelebihan Muatan

Dari seluruh kendaraan yang lewat, 75 persennya melanggar.

Liputan6.com, Jakarta - Pelanggaran kendaraan yang berkaitan dengan kelebihan dimensi dan muatan (over dimension over loading) di Indonesia masih sangat tinggi. Keadaan ini diakui kalah jauh dengan negara tetangga, Thailand, yang sudah berhasil mengatasi masalah ini.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi, menjelaskan, di Indonesia masih banyak sopir nakal yang tidak menaati aturan soal muatan. Alhasil, banyak kendaraan angkut melebihi muatan yang ditentukan. 

Budi Setiyadi pun ingin belajar penegakan hukum pengendalian kelebihan muatan dari negara tetangga, salah satunya adalah Thailand. Di negara tersebut sangat sedikit kendaraan angkut yang melebihi muatan. 

"Saya ingin belajar keberhasilan Thailand dalam memerangi masalah overdimension dan overloading. Indonesia salah satu yang sampai sekarang, 2018, belum menyelesaikan yang overdimension dan overloading ini," ungkapnya di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (17/7/2018).

Menurut dia, sepanjang 2017, terdapat 75 persen dari kendaraan yang lewat diperiksa di jembatan timbang melakukan pelanggaran.

"Dari 100 persen kendaraan yang lewat, 75 persen melanggar semuanya, hanya 25 persen yang tidak. Dari 75 persen itu, 25 persen itu pelanggaran itu sampai 100 persen. 20 ton sampai 40 ton," kata dia.

Pelanggaran berupa overdimension dan overloading ini, kata dia dapat menyebabkan kerugian negara hingga Rp 43 triliun setahun.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tindak Tegas

Dia menegaskan mulai 1 Agustus nanti pihaknya tidak akan segan-segan menindak tegas pelanggaran. "Yang kami lakukan penurun barang sampai Kalau 100 persen pelanggaran saya turunkan barang nya. 50-75 persen masih kami tilang," kata dia.

Selain itu, dia akan mendorong lembaga penegakan hukum agar memberikan sanksi tegas, dalam hal ini denda yang benar-benar sesuai peraturan yang ada.

"Denda itu maksimal Rp 500 ribu. Kenyataannya Pengadilan Negeri setempat beri denda ada yang Rp 100 ribu, Rp 150 ribu jadi belum ada efek jera," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.