Sukses

Masalah Stunting Bisa Bikin Ekonomi RI Rugi Rp 300 Triliun per Tahun

Kondisi stunting pada anak-anak Indonesia akan merugikan ekonomi nasional ratusan triliun rupiah per tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengungkapkan dampak stunting sangat berpengaruh terhadap kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan perkembangan ekonomi suatu negara. Apabila jika terus dibiarkan, stunting dapat merugikan ekonomi Indonesia.

Stunting adalah kondisi anak dengan tinggi badan lebih rendah dari standar usianya. Hal ini diakibatkan asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama sebagai dampak dari pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.

"Stunting dapat menimbulkan kerugian ekonomi bagi negara sebesar 2-3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) per tahun. Jika PDB negara kita Rp 13.000 triliun pada 2017, maka diperkirakan potensi kerugian akibat stunting dapat mencapai Rp 200-300 triliun per tahun," kata Bambang pada acara Stunting Summit, "Bersama Cegah Stunting” di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu, (28/3/2018).

Pemerintah Indonesia, kata dia telah menjadikan upaya penurunan stunting sebagai solusi sekaligus investasi untuk menghasilkan SDM yang berdaya saing. Tentunya di era ekonomi digital yang memerlukan penguasaan teknologi yang tinggi, serta diharapkan mampu memutus rantai kemiskinan antar generasi.

"Dalam RPJMN 2015-2019, pemerintah telah menargetkan penurunan stunting pada anak usia di bawah dua tahun dari 32,9 persen di 2013 menjadi 28 persen di 2019. Sementara di dalam RKP 2018, pemerintah telah menjadikan penurunan stunting sebagai salah satu proyek prioritas nasional," jelas Bambang.

Lanjut Bambang, dalam pelaksanaanya, percepatan penurunan stunting tidak dapat diselesaikan sendiri oleh sektor kesehatan, melainkan harus dilakukan secara bersama-sama melalui penguatan komitmen daerah serta koordinasi lintas sektor dan lintas Kementerian dan Lembaga (K/L).

"Komitmen daerah sangat penting dalam memastikan progran penurunan stunting dan perlu direncanakan dan dianggarkan dalam dokumen perencanaan di daerah. Kepala daerah bersama harus turun tangan mengawal dan memantau pelaksanaan setiap kegiatan penurunan stunting di daerah masing-masing agar berjalan baik dan tepat sasaran," imbuh Bambang.

Untuk itu, mantan Menteri Keuangan tersebut mengajak para kepala daerah didukung pemangku kepentingan pembangunan lainnya untuk berinvestasi dalam menurunkan angka stunting karena berpotensi dapat mencapai keuntungan 48 kali lipat.

"Melalui Stunting Summit Ini, pemenntah berharap dapat menggalang komitmen kepala daerah, serta meningkatkan keterlibatan para pemangku kepentingan dengan bersama-sama mencegah dan menurunkan prevelensi stunting di Indonesia," terang Bambang.

 

Reporter : Dwi Aditya Putra

Sumber : Merdeka.com

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menjangkau 160 Kabupaten

Bambang menambahkan, Stunting Summit merupakan tindaklanjut arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai pentingnya mengatasi masalah stunting. Pemerintah harus melaksanakan intervensi penurunan stunting terintegrasi yang dlfokuskan pada 100 kabupaten atau kota pada 2018.

"Direncanakan, kegiatan ini diperluas mencakup 160 kabupaten atau kota pada 2019, dengan menambahkan 60 kabupaten kota terutama kabupaten-kabupaten di Provinsi Papua dan Nusa Tenggara Timur," tuturnya. 

Stunting Summit sendiri merupakan pertemuan nasional yang diselenggarakan untuk pertama kalinya di Indonesia dalam rangka mendorong percepatan penurunan stunting di Indonesia. Stunting Summit, menjadi momentum bagi pemerintah Indonesia untuk mencanangkan intervensi penurunan stunting terintegrasi di kabupaten atau kota prioritas, dan memperluas lokasi intervensi secara bertahap.

Sementara untuk diketahui, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 hari pertama kehidupannya, dari janin hingga dua tahun. Kondisi ini menyebabkan perkembangan otak dan fisik terhambat, rentan terhadap penyakit, sulit berprestasi, dan saat dewasa mudah menderita obesitas sehingga berisiko terkena penyakit jantung, diabetes, dan penyakit tidak menular lainnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.