Sukses

Rizal Ramli: Cetak Tenaga Kerja Terampil Perlu Dana Rp 44 Triliun

Untuk mendorong penyediaan tenaga kerja terampil membutuhkan dana sekitar Rp 44 triliun dalam waktu 5 tahun

Liputan6.com, Jakarta - Untuk mendorong penyediaan tenaga kerja terampil, Indonesia membutuhkan dana sekitar Rp 44 triliun dalam waktu 5 tahun. Angka tersebut hanya sekitar 10 persen anggaran pemerintah yang digelontorkan untuk pendidikan yang bersifat umum.

Demikian dikatakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli usai Rapat Koordinasi Tenaga Profesional Indonesia di Kantor Kemenko Kemaritiman di Jakarta, Selasa (19/4/2016).

Rizal mengatakan, untuk mendorong tenaga kerja terampil perlu ada transformasi dari yang selama ini fokus pada pendidikan umum ke pendidikan khusus atau kejuruan. Langkah itu yang diterapkan pada negara maju seperti Jerman dan Swiss.

Dia bilang, anggaran tersebut digunakan salah satunya untuk penyediaan pelatih (trainer), kurikulum, dan infrastruktur. Lalu, pemerintah akan menggandeng mitra kerja dengan perusahaan negara lain.

"‎Anggaran untuk 5 tahun butuh Rp 44 triliun minimum. Kurang dari 10 persen dari pendidikan umum. Itu untuk pembiayaan selama 4 tahun. Bukan bangunan fisiknya, itu sudah ada. Yang penting trainer-nya. Jadi di setiap Balai Latihan Kerja (BLK) ada country partner atau negara sahabat yang jadi partner yang sediakan kurikulum dan infrastrukturnya," kata dia.

Dia mencontohkan seperti dengan menggandeng Jerman yang memiliki keterampilan di bidang teknik dan otomotif. Dengan begitu, pemerintah akan mendatangkan peralatan serta pengajarnya langsung di Jerman.

"Misalnya, Jerman yang bagusnya engineering atau otomotif. Nanti peralatan dan infrastrukturnya kita kerjasama dengan Jerman. Lalu ada corporate associate, jadi perusahaan yang terkait misalnya dengan otomotif ada BMW, Mercy jadi pengajarnya langsung dari mereka," ujar Rizal.

Selain itu, untuk mempercepat adanya tenaga kerja terampil, pemerintah akan memilah-milah BLK yang disesuaikan dengan kebutuhan tempat atau lokasi.

"‎Kalau ada ratusan BLK di Indonesia kita mesti pilah-pilah, misalnya di 10 lokasi wisata baru, BLK-nya khusus pariwisata saja. Untuk daerah industri beda lagi. Jadi ada spesialisasi masing-masing," kata dia.

‎Di kesempatan itu, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menjelaskan profil pendidikan masyarakat Indonesia masih rendah sehingga butuh percepatan untuk mewujudkan tenaga kerja terampil. Dia menyebutkan, sebanyak 90 persen angkatan kerja masih di bawah level Sekolah Menengah Atas (SMA). Kemudian sekitar 60 persen untuk jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sekitar 42 persen untuk SD dan ada pula yang tidak lulus.

Dia menuturkan untuk mempercepat penciptaan tenaga kerja terampil telah melakukan kerjasama dengan negara lain. Hal inilah yang akan terus dipacu oleh pemerintah.

"Untuk corporate associate, kita juga pakai model itu. Misalnya BLK di Kupang milik Pemprov Kupang, itu sudah dikelola oleh PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, itu mereka langsung menangani," tutup dia. (Amd/Zul)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini