Sukses

BI Tetap Waspadai Keterpurukan Rupiah

Dibandingkan kurs mata uang negara berkembang lain, depresiasi kurs rupiah merupakan yang terendah.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengatakan Indonesia harus tetap mewaspadai situasi ketidakpastian ekonomi global yang berpeluang menekan kurs rupiah lebih dalam. Pasalnya Indonesia masih dibayang-bayangi defisit transaksi berjalan dan inflasi cukup tinggi. 
 
Gubernur BI, Agus Martowardojo mengungkapkan, fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sejak akhir tahun lalu sampai saat ini terjadi pelemahan 4,8 persen (year to date). 
 
Dibandingkan kurs mata uang negara berkembang lain yang sepadan dengan Indonesia, yakni Brasil, Turki dan India, depresiasi kurs rupiah merupakan yang terendah. 
 
"Depresiasi kurs Real Brasil di periode yang sama 13 persen, Lira Turki tertekan 11 persen. Jadi mata uang negara-negara berkembang terpengaruh," jelasnya di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (6/3/2015). 
 
Lebih jauh dikatakan Agus, seluruh mata uang di dunia bergejolak akibat berbagai faktor global. Utamanya, lanjut dia, karena penguatan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang semakin mengangkat mata uang dolar AS. Penguatan ekonomi ini ditunjukkan dengan penurunan angka pengangguran di AS. 
 
"Penguatan selalu ditandai risk on dan risk off. Juga karena Fed Fund Rate akan naik, ditambah perkembangan di Eropa ketika Mario Draghi mengumumkan kebijakan QE senilai US$ 60 miliar setiap bulan," terangnya. 
 
Sambung dia, Bank Sentral Tiongkok ikut menurunkan suku bunga acuan guna merespons pertumbuhan ekonomi yang melambat. Perlambatan ekonomi Tiongkok sebesar 7 persen memicu harga komoditas semakin terperosok, sehingga berdampak pada penurunan ekspor produk andalan Indonesia. 
 
"Sebenarnya kita nggak perlu khawatir karena makro ekonomi kita baik, depresiasi kurs rupiah 4,8 persen dan inflasi terkendali. Hanya saja kita perlu waspada," tegas Agus. 
 
Wanti-wanti BI ini, menurutnya, merujuk pada catatan defisit transaksi berjalan yang masih ditorehkan Indonesia. Sehingga depresiasi kurs rupiah masih tinggi dibanding mata uang Ringgit Malaysia dan Dolar Singapura. 
 
"Karena dari anggota ASEAN, Indonesia yang punya transaksi berjalan masih defisit, kebetulan juga diantara negara ASEAN, inflasi kita yang tinggi. Jadi ini dinamikanya," tutur Agus.  (Fik/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini