Sukses

Cerita Ketua KPPU yang Minta Merpati Ganti Nama Jadi Capung

Pemerintah membuka kesempatan pihak lain untuk menggarap bisnis penerbangan di Indonesia, namun masih dibatasi dengan norma persaingan.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Nawir Messi menceritakan pengalaman saat lembaga ini beroperasi 14 tahun silam. Kala itu, pihaknya untuk pertama kali menelusuri persoalan di sektor penerbangan.

Di masa awal KPPU bekerja, Nawir mengaku, terbentur dengan permasalahan mahalnya harga tiket pesawat dengan tujuan ke berbagai daerah di Indonesia. Padahal laporan banyak berasal dari daerah, sehingga memaksa dirinya untuk menyambangi daerah itu.

"Waktu itu maskapainya cuma ada Garuda Indonesia dan Merpati. Nah mulailah kami telusuri sektor ini. Saya minta ke pemerintah untuk membuka izin asing masuk, namun bukan berarti dibuka selebar-lebarnya," terang dia di Penandatanganan Nota Kesepahaman Pengawasan Praktik Monopoli di Sektor Jasa Keuangan, Jakarta, Selasa (15/7/2014).

Namun, kata Nawir, hal ini ditentang oleh maskapai penerbangan. Pihak Garuda Indonesia dan Merpati khawatir datangnya kompetitor baru hanya akan membuat perusahaan gulung tikar.

"Kalau tahun itu dibuka, maka tahun depannya mereka bilang bisa tutup. Merpati malah lebih galak lagi, minta jangan dibuka dengan alasan yang sama. Tapi saya bilang, ganti saja nama Merpati jadi Capung kalau tidak bisa bersaing," jelasnya.

Sektor penerbangan di Tanah Air saat itu, tambah dia, belum tersentuh dengan persaingan sehingga jumlah penumpang tak bergerak di angka satu juta orang atau stagnan sebanyak 900 ribu penumpang.

"Negeri ini pun masih terkotak-kotak sehingga pendapatan Garuda pun belum besar karena pasar ini tidak terintegrasi satu sama lain," papar Nawir.

Dia menilai, pemerintah membuka kesempatan pihak lain untuk menggarap bisnis penerbangan di Indonesia, namun masih dibatasi dengan norma-norma persaingan yang sehat.

Dengan kebijakan ini, sambungnya, dalam kurun waktu tiga tahun, harga tiket mengalami penurunan drastis sekitar 60 persen hingga 70 persen.

"Jumlah penumpang pun melonjak menjadi 43-44 juta orang. Ini adalah fenomena terdahsyat yang hanya terjadi di Indonesia. Jakarta-Yogyakarta yang tadinya PP bisa Rp 5 juta per orang, sekarang tidak lagi. Bahkan saat ini ada penerbangan langsung dari Jakarta ke kota kecil di Tanah Air," tutur Nawir.

Selain itu, dia bilang, KPPU juga melakukan pembenahan di sektor telekomunikasi. Sektor ini, dinilainya, merupakan sektor paling tidak efisien di dunia.

"Tapi sekarang sudah efisien. Implikasinya ke pertumbuhan ekonomi, di mana marhin barang-barang pertanian yang hanya dinikmati importir, kini bisa dirasakan petani. Tengkulak desa juga nggak bisa seenaknya lagi ngasih harga beli yang rendah, karena petani sudah bisa cari diinternet sesuai harga referensi pemerintah," tandas Nawir. (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini