Sukses

Dikucilkan AS dan Eropa, Rusia Jadikan Asia Benteng Ekonomi

Moskow kini mulai melirik negara-negara Asia yang mungkin berperan sebagai benteng perekonomiannya.

Liputan6.com, Moskow Setelah Amerika Serikat (AS) dan Eropa mengancam Rusia dengan sejumlah sanksi perdagangan, Moskow kini mulai melirik negara-negara Asia yang mungkin berperan sebagai benteng perekonomiannya.

Seperti dikutip dari Money CNN, Jumat (28/3/2014), perdagangan Rusia kini sangat bergantung pada China. Hal ini mengingat China adalah importir barang terbesar kedua bagi Rusia dan telah menjadi konsumen berbagai jenis produk energinya.

Peningkatan ketergantungan Rusia pada China akan banyak terbantu dengan eratnya hubungan Beijing dan Moskow dalam beberapa dekade ini. Kedua negara ini banyak bekerjasama di berbagai bidang termasuk dalam perdagangan peralatan militer.

Negara-negara Barat kemungkinan akan mengajukan sanksi baru guna mengisolasi Rusia merespons aksinya merebut Crimea dari Ukraina. Untuk itu, pemerintah Rusia juga harus mencari dukungan bisnis dari Jepang dan India.

Pasokan energi kemungkinan besar menjadi fitur yang paling penting untuk dialihkan ke Asia.

Sejauh ini, Rusia tercatat mengirim lebih dari 7 juta barel minya per hari ke berbagai negara di dunia. Sementara total perdagangan energinya mampu menghasilkan 70% dari pendapatan ekspor senilai US$ 515 miliar per tahun.

Selama ini Rusia telah berupaya memperoleh kesepakatan dagang di bidang energi dengan China. Akan tetapi perjanjian final belum bisa diputuskan antara dua perusahaan minyak negera, Gazprom dan China National Petroleu, Corp karena tersandung kendala harga.

Saat ini, Rusia mungkin akan menerima tawaran harga rendah demi memperoleh pembeli dari negara lain. Rusia juga dapat menggelar kerjasama perdagangan dengan Korea Selatan dan Jepang yang sama-sama berperan sebagai importir besar energi dari AS.

China memang berpotensi menjadi pelarian ekspor Rusia. Kondisi ini mengingat China memilih untuk abstain dibandingkan memilih Rusia saat terjadi perebutan Crimea dari genggaman Ukraina.

"Kami berterima kasih pada masyarakat China yang para pemimpinnya selalu memandang situasi di Ukraina dan Crimea dengan mempertimbangkan konteks sejarah dan politik secara utuh. Kami juga sangat menghargai objektivitas India," ujar Presiden Rusia Vladimir Putin pekan lalu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.