Dalami Percobaan Suap Calon Hakim Agung, BK: Tunggu Komisi III

"Belum jelas tanggalnya, kita tunggu pimpinan. Biar Komisi III dulu, dari situ bola kan menggelinding," kata Wakil Ketua BK DPR, Ali Maschan

oleh Riski Adam diperbarui 23 Sep 2013, 15:01 WIB
Badan Kehormatan (BK) DPR RI enggan tergesa-gesa memanggil Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Imam Anshori. Pemanggilan itu terkait pernyataannya yang mengakui ada praktik percobaan suap dalam seleksi calon hakim agung (CHA) beberapa waktu lalu.

Wakil Ketua BK DPR Ali Maschan Moesa menjelaskan, pemanggilan tersebut idealnya dilakukan usai Komisi III DPR yang memintai keterangan kepada Imam terlebih dahulu. Setelah itu BK akan menindaklanjuti.

"Belum jelas tanggalnya, kita tunggu pimpinan. Biar Komisi III dulu, dari situ nanti bola kan menggelinding. Tidak harus BK langsung," kata Ali di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (23/9/2013).

Ketika disinggung sanksi yang akan dijatuhkan kepada anggota Komisi III DPR Baharuddin Nashori, terkait peristiwa pertemuan di toilet DPR dengan salah satu Calon Hakim Agung Sudrajad Dimyati, Ali mengaku belum mau bersikap. Sebab harus ada putusan pengadilan yang menyatakan bahwa pertemuan itu bersalah.

"Teguran lisan sampai PAW (pergantian antar-waktu). Tapi kalau itu terbukti urusan pidana, kita serahkan KPK dulu, sehingga kalau sudah putusan hakim, baru kita bersikap. Sebab kalau melanggar pidana kan pasti melanggar kode etik. Sedangkan pelanggaran kode etik belum tentu melanggar pidana," papar Ali.

Sebelumnya, Komisioner KY Imam Anshori Saleh mengakui ada praktik percobaan suap dalam seleksi calon hakim agung. Imam mengaku kerap mendapat telepon dari para anggota dewan dari beberapa fraksi yang meminta calon tertentu diloloskan dalam seleksi awal calon hakim agung di KY. Anggota dewan bahkan sempat menjanjikan imbalan sebesar Rp 1,4 miliar jika calon tersebut lolos.

Namun, Imam menolak tawaran itu. Di dalam sebuah rapat pleno KY pada tahun 2012 untuk menentukan calon hakim agung yang lolos ke seleksi lanjutan, dia membuka adanya praktik suap itu. Alhasil, semua komisioner KY sepakat calon yang dititipkan itu dinyatakan tidak lolos. Tetapi, keputusan ini menimbulkan protes di DPR.

"Memang sempat marah-marah orang DPR walau tentu saja tidak marah ke saya. KY dikatakan tidak mampu. Lalu, DPR menunda uji kelayakan dan kepatutan," ucap Imam.

Pada 2012, DPR sempat menolak melanjutkan proses seleksi calon hakim agung dengan alasan kuota belum terpenuhi. Saat itu, KY yang seharusnya mengirimkan 18 calon hakim agung hanya mengirimkan 12 calon. (Rmn/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya