Bukan WFH, Pemerintah Diminta Tekan Polusi Udara Jakarta dengan Optimal Gelar Uji Emisi

Trubus memandang, WFH tidak mampu memberikan pengaruh jangka panjang pengentasan polusi udara di Jakarta. Sebab, kata dia masyarakat bakal tetap menjalankan mobilitas seperti biasa.

oleh Nila Chrisna YulikaWinda Nelfira diperbarui 15 Agu 2023, 12:14 WIB
Berdasarkan data IQAir pukul 16.29 WIB, Jakarta tercatat menjadi kota dengan kualitas udara dan polusi terburuk di dunia dengan nilai indeks 168 atau masuk kategori tidak sehat. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai, sistem bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH) tak tepat menjadi solusi jangka pendek guna mengatasi polusi udara di DKI Jakarta.

Menurut Trubus, pemerintah DKI Jakarta mestinya mengoptimalkan uji emisi kendaraan bermotor yang termaktub dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 66 Tahun 2020 tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor.

"Itu sudah mengatur semua tinggal diterapkan. Selama ini kan tidak dilaksanakan secara sungguh-sungguh, akibatnya persoalan polusi muncul seolah-olah ada kebakaran jenggot," kata Trubus saat dikonfirmasi, dikutip Selasa (15/8/2023).

Trubus memandang, WFH tidak mampu memberikan pengaruh jangka panjang pengentasan pencemaran udara di Jakarta. Sebab, kata dia masyarakat bakal tetap menjalankan mobilitas seperti biasa.

"Dulu masyarakat mau karena ada Pandemi Covid. Sekarang dengan kondisi new normal dan betu-betul normal, sudah tidak ada masyarakat yang mau (WFH), perusahaan swasta juga nggak ada yang mau (WFH)," jelas Trubus.

Terlebih, kata Trubus pemerintah harus memberikan kompensasi ke perusahaan swasta, jika ingin swasta terlibat menerapkan WFH.

Oleh sebab itu, Trubus meyebut uji emisi kendaraan bermotor sebagai langkah tepat menekan polusi udara di Ibu Kota. Selain itu, Trubus juga menyarankan pemerintah mengambil langkah berani lainnya, semisal mengeluarkan kebijakan pembatasan usia kendaraan sebagai upaya serius mengatasi polusi.

"Kalau memang sumber utamanya dari transportasi itu uji emisi dan kalau bisa keluarkan kebijakan pembatasan usia kendaraan, tapi itu juga butuh keberanian karena musuhnya pelaku usaha mobil, mobil bekas sama motor bekas marah semua," kata dia.

2 dari 2 halaman

WFH Jadi Solusi Paling Cepat Atasi Polusi Udara di Jakarta?

Berdasarkan data indeks standar pencemaran udara maksimum dari aplikasi JAKI, tampak ada perbedaan kualitas udara di setiap wilayah Jakarta. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pengamat Tata Kota Yayat Supriyatna setuju dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengusulkan hybrid working untuk mengatasi polusi udara di Jakarta. Sebab, kata Yayat, solusi jangka pendek yang paling efektif adalah memberlakukan Work From Home (WFH) untuk seluruh karyawan di Jakarta.

"Inisiatif presiden bagus itu work from home, kurangi kegiatan di luar saya terasa banget kemarin kegiatan di luar pas dijalan macet ada kebakaran di halte Transjakarta Tendean, itu engap sesak banget artinya orang jangan dipaksa diluar lagi, buruk itu udaranya karena bagaimanapun bagi mereka yang diluar tanpa masker itu lebih parah lagi," kata Yayat di Jakarta, Selasa (15/8/2023).

Menurutnya, udara buruk akan berdampak pada kesehatan masyarakat di masa depan. Paling tidak, kata Yayat, mengurangi kegiatan di luar dapat dicoba selama sepekan ke depan dan dimulai setelah 17 Agustus 2024.

"Kita coba aja lah (WFH) selama seminggu ini ke depan, jadi akan berkurang aktivitasnya polusi udara karena kendaraan, bisa dilakukan," ucapnya.

Selain itu, Yayat mendorong adanya rekayasa cuaca meski biayanya memang tidak sedikit. Menurutnya, rekayasa cuaca bisa mereduksi cuaca agar tidak terlalu kering dan berdebu.

"Kalau yang jangka panjang seperti uji emisi naik transportasi publik itu lagu lama, itu kalau sebatas imbauan-imbauan banyak nggak efektifnya karena banyak masyarakat yang rumahnya jauh jauh, angkutan umumnya belum terintegrasi, itu masih jauh," kata dia.

"Paling dekat itu saja kurangi bekerja ke kantor yang terlalu jauh di perjalanan," ujar Yayat.

Solusi lainnya, Yayat mengusulkan dibuat rambu-rambu monitor cuaca. Di situ bisa dibuat informasi jika cuaca sedang buruk maka masyarakat diimbau tidak melakukan aktivitas di luar.

"Buat posko-posko atau rambu rambu monitor cuaca, itu kan tidak ada tidak ada ini titik-titik, dulu ada beberapa parameter cuaca Jakarta kondisnya berapa, nanti ada tulisan dibawah sebaiknya tidak keluar rumah, tidak melakukan aktivitas diluar," ucapnya.

"Itu gak ada informasi seperti itu di tiap lima wilayah Jakarta maupun Tangerang sama Tangerang Selatan," ujar Yayat.

Menurutnya, hampir 3 juta mobilitas orang keluar masuk Jakarta. Ditambah, ada belasan juta kendaraan bermotor dan mobil yang lalu lalang di Jabodetabek.

"Alam itu nggak mau tau dia kalau udah buruk, tinggal bagaimana manusianya menyikapi itu," pungkasnya.

Infografis Bagimana Ancaman Bahaya Polusi Udara?.(Tri Yasni/Liputan6.com)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya