Bolehkah Daging Aqiqah Dibagikan dalam Bentuk Mentah? Ini Pandangan Imam Syafi'i

Kesunahan mendapatkan karunia anak dari Allah SWT biasanya diwujudkan dalam bentuk acara aqiqah.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Jun 2023, 00:30 WIB
Seorang pria melakukan tahnik dengan memasukkan kurma yang sudah dikunyah ke mulut bayi saat prosesi aqiqah di Banda Aceh, Aceh, 4 November 2021. Aqiqah adalah tradisi menyambut bayi yang baru lahir dalam agama Islam. (CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Pasutri yang mendapat anak disunhahkan melakukan aqiqah. Ini adalah bentuk syukur atas karunia Allah yang teah memberikan keturunan.

Saking dianjurkannya, bahkan, ada pandangan bahwa aqiqah seperti utang bagi orang tua. Saat dia mampu, maka segera meng-aqiqah-kan anaknya.

Aqiqah adalah tradisi menyambut bayi yang baru lahir dalam agama Islam. Lazimnya, aqiqah dilakukan bersamaan dengan memberi nama anak, kisaran 6-7 hari usia bayi.

Pada umumnya, yang berlaku di masyarakat Indonesia adalah membagikan daging aqiqah dalam kondisi yang sudah dimasak.

Bukan dalam bentuk daging mentah. Pembagiannya pun komplit dengan nasi serta lauk lainnya. Daging dimasak sate, gulai atau menu lainnya, komp[lit dengan kerupuk udangnya.

Lalu bagaimana jika pembagiannya dalam bentuk daging mentah atau segar?

 

 

 

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Ini Keterangan dalam Mazhab Syafi’i

Orang-orang berdoa untuk bayi yang baru lahir saat prosesi aqiqah di Banda Aceh, Aceh, 4 November 2021. Aqiqah adalah tradisi menyambut bayi yang baru lahir dalam agama Islam. (CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP)

Dalam Kanal Kiai NU Menjawab, laman nujateng.or.id disebutkan, aqiqah merupakan ibadah penyembelihan hewan yang dianjurkan atas kelahiran anak manusia. Daging hewan sembelihan kemudian dibagikan kepada kaum fakir dan miskin. 

Secara umum hewan aqiqah memiliki kriteria yang sama dengan hewan kurban. Hal yang sama berlaku dengan ketentuan pembagian dagingnya meski pembagian daging aqiqah dianjurkan dalam kondisi matang.

Pembagian daging aqiqah dalam kondisi matang atau siap saji bersifat pilihan. Pembagian daging aqiqah juga dapat dilakukan dalam bentuk daging segar sebelum dimasak sebagaimana keterangan dalam mazhab Syafi’i berikut ini.

 قَوْلُهُ (لَكِنْ لَا يَجِبُ التَّصَدُّقُ إلَخْ) أَيْ وَلَوْ كَانَتْ مَنْذُورَةً م ر أَيْ بَلْ هُوَ مُخَيَّرٌ بَيْنَ التَّصَدُّقِ بِالنِّيءِ، وَالْمَطْبُوخِ

 Artinya, “(Tetapi tidak wajib disedekahkan…dan seterusnya) sekalipun itu dinadzarkan sebagaimana keterangan Syekh M Ramli. Ia boleh memilih antara menyedekahkannya dalam keadaan daging segar (daging mentah) dan dalam kondisi matang,” (Lihat Syekh Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyatul Bujarimi alal Manhaj).

Dari keterangan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa pembagian daging aqiqah tidak harus dilakukan dalam keadaan matang. Pembagian daging aqiqah boleh dilakukan dalam kondisi mentah atau belum dimasak.

  فَيَجِبُ التَّصَدُّقُ بِجَمِيعِهَا عَلَى الْفُقَرَاءِ شَوْبَرِيٌّ، وَيَتَخَيَّرُ بَيْنَ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِجَمِيعِهَا نِيئًا، وَبَيْنَ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِالْبَعْضِ نِيئًا، وَبِالْبَعْضِ مَطْبُوخًا وَلَا يَصِحُّ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِالْجَمِيعِ مَطْبُوخًا

 Artinya, “Semuanya wajib disedekahkan kepada orang fakir sebagaimana pandangan As-Syaubari. Seseorang boleh memilih antara menyedekahkan semuanya dalam keadaan mentah, atau menyedekahkannya sebagian dalam keadaan mentah dan sebagiannya dalam kondisi matang. Tidak sah menyedekahkan semuanya dalam keadaan matang,” (Lihat Syekh Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyatul Bujarimi alal Manhaj).

Demikian ulasan singkat mengenai pembagian daging aqiqah semoga bisa dipahami dengan baik, dan bermanfaat. Wallahu A’lam.

Penulis: Nugroho Purbo

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya