Kejagung Dinilai Perlu Minta BPK Audit Kerugian Rp8,03 Triliun di Kasus Korupsi BTS Kominfo

Sekretaris IAW Iskandar Sitorus meminta agar Kejaksaan Agung (Kejagung) berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit kembali atas angka kerugian tersebut, agar data yang dihasilkan sahih, valid, dan faktual.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 05 Jun 2023, 11:40 WIB
Gedung Kejaksaan Agung RI (Kejagung). (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Audit Watch (IAW) meragukan hasil perhitungan kerugian keuangan negara Rp8,03 triliun di kasus korupsi dalam penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Tahun 2020-2022.

Sekretaris IAW Iskandar Sitorus meminta agar Kejaksaan Agung (Kejagung) berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit kembali atas angka kerugian tersebut, agar data yang dihasilkan sahih, valid, dan faktual.

Seperti diketahui, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah menyimpulkan kerugian negara di kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo mencapai Rp8.032.084.133.795.

“Kami ragu dengan angka Rp8,03 triliun,” tutur Iskandar kepada wartawan, Senin (5/6/2023).

Menurut Iskandar, dalam proyek pembangunan BTS tersebut para vendor diketahui telah melakukan belanja berbagai perangkat penunjang untuk pembangunan BTS.

“Artinya barangnya sudah dibeli, apa iya kerugiannya hingga 80 persen. Maka dari itu kami meragukan penghitungan BPKP” jelas dia.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menambahkan, Kejagung mesti menjawab keraguan publik atas hasil perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP di kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo.

“Sebab BPKP hanya menghitung prestasi terbangunnya BTS berdasarkan cut of proses pembangunan hingga tahun Maret 2022, yang secara kumulatif baru terbangun 20 persen,” kata Boyamin.

Padahal secara faktual, sambungnya, sampai dengan Desember 2022 anggaran sebesar Rp8,03 triliun itu sudah terserap sebesar 90 persen atau setara Rp7,47 triliun untuk belanja perangkat BTS, seperti akomodasi angkutan perangkat sampai ke lokasi dan konstruksi BTS.

“Namun belum dibuatkan berita acara serah terima BTS dengan BAKTI” ujarnya.

2 dari 3 halaman

BPKP Dinilai Hanya Menghitung Jumlah Menara

BTS 4G yang dibangun oleh BAKTI Kominfo di Daerah 3T di Desa Selong Belanak, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. (Liputan6.com/ Agustin Setyo W).

Boyamin menyebut, BPKP dinilai hanya menghitung dari jumlah menara sebanyak 1.200 unit dari 4.800 unit yang seharusnya terbangun. Namun, BPKP belum menghitung nilai perangkat BTS yang sudah dibelanjakan oleh sub kontraktor yang tersebar di seluruh wilayah.

“Penjelasan Kejagung atas keraguan publik harus rasional, logis, dan ilmiah. Hal ini dibutuhkan untuk menepis adanya tudingan motif politik dalam penanganan kasus korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G ini, yang dipakai untuk membunuh lawan politik, sekaligus menaikan kawan politik menjelang pilpres tahun 2024,” tuturnya.

Boyamin pun mengingatkan Kejagung agar tetap meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian negara, sebagaimana Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) No. 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar MA Tahun 2016, sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.

“Salah satu rumusan pidana khusus yang menyatakan hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang secara konstitusional berwenang men-declare kerugian negara. Karena BPKP hanya berhak untuk menghitung kerugian negara, namun tidak berhak menyatakan adanya kerugian negara,” Boyamin menandaskan.

3 dari 3 halaman

Kejagung Petakan Sebaran Kerugian Negara

Menkominfo Johnny G. Plate ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo oleh Kejagung pada Rabu (17/5/2023). (Foto: Istimewa).

Diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mempetakan sebaran kerugian keuangan negara yang mencapai Rp8,03 triliun lebih di kasus korupsi penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2020 sampai dengan 2022.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah menyampaikan, upaya tersebut menyusul hasil laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bahwa kerugian keuangan negara di kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo mencapai Rp8.032.084.133.795.

“Nah itu sedang kita dalami lah (ke mana saja uangnya). Takut kita ganggu penyidik. Itu kan didalami dari berkas, dari BPKP Rp8 triliun. Itu kan belum dipelajari, baru hari Senin (15 Mei laporannya),” tutur Febrie kepada wartawan, Jumat (19/5/2023).

Menurut Febrie, penyidik mempelajari lebih lanjut hasil temuan kerugian keuangan negara tersebut dengan melakukan pendalaman lewat pemeriksaan saksi. Selain itu, tim juga akan berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

“Itu pasti butuh waktu lah,” jelas dia.

Salah satu yang dinanti, lanjut Febrie, adalah fakta persidangan dari lima tersangka awal yakni Anang Achmad Latif (AAL) selaku Direktur Utama BAKTI Kominfo, Galumbang Menak S (GMS) selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, dan Yohan Suryato (YS) selaku Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) Tahun 2020.

Kemudian Mukti Ali (MA) selaku Account Director PT Huawei Tech Investment, dan Irwan Hermawan (IH) selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy.

“Oleh karena itu saya dorong agar dibuka semua di persidangan supaya cepat. Supaya masyarakat bisa tahu ini kenapa rugi Rp8 triliun, siapa yang terlibat, siapa yang diuntungkan, kan kebuka semua itu nanti. Masing-masing tersangka berapa keuntungannya, nah kebuka itu nanti di persidangan. Oleh karena itu jaksa punya kewajiban untuk mempercepat disidangkan perkara ini,” Febrie menandaskan.

Infografis Ada Intervensi Politik di Balik Kasus Johnny G. Plate? (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya