Negara G20 Tetap Dukung Berbagi Data Virus Lewat GISAID

Komitmen negara-negara G20 tetap mendukung berbagi data virus lewat GISAID.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 18 Nov 2022, 14:00 WIB
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin memimpin Pertemuan Kedua Menteri Kesehatan Negara G20 (G20 2nd Health Ministers Meeting) di Hotel InterContinental Bali Resort, Bali yang digelar 27 - 28 Oktober 2022. (Dok Kementerian Kesehatan RI)

Liputan6.com, Bali - Pada Pertemuan Kedua Menteri Kesehatan Negara G20 (G20 2nd Health Ministers Meeting), salah satu komitmen adalah tetap mendukung platform berbagi data virus Global Initiative on Sharing ALL Influenza Data (GISAID) yang sudah berjalan sekarang ini. GISAID terbentuk sejak 2008 berdasarkan hasil kesepakatan para peneliti dan pemimpin negara di dunia. 

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, penggunaan dan pemanfaatan data GISAID terutama dalam masa pandemi COVID-19 sangat berharga. Setiap negara di dunia dapat melihat persebaran virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 yang beredar secara global. 

“Tindakan nyata soal genomik sekuensing, kami dapat bersepakat bahwa selama pandemi kita dapat berbagi data pengurutan genom. Kami akan menggunakan platform yang ada dan agresif seperti sekarang ini,” ujarnya saat memberikan keterangan pers 'G20 2nd Health Ministers Meeting' di Hotel InterContinental Bali Resort, Bali, ditulis Jumat, 18 November 2022.

“Yakni platform de facto untuk genom sekuensing adalah GISAID. Jadi, kami akan mendukung GISAID. Setiap ilmuwan di setiap negara, jika mereka menemukan patogen lain yang mereka tahu akan mengekspos potensi patogen berbahaya ke negara mana pun, maka kami dapat menggunakan platform GISAID.”

Berbagi data genom lewat GISAID juga tak hanya menampilkan varian virus influenza dan SARS-CoV-2 saja, melainkan sejumlah virus Penyakit Infeksi Emerging (PIE) lain di antaranya, cacar monyet (monkeypox), Middle East Respiratory Syndrome (MERS), dan Ebola.

Penyakit Infeksi Emerging adalah penyakit yang muncul dan menyerang suatu populasi untuk pertama kalinya atau telah ada sebelumnya namun meningkat dengan sangat cepat, baik dalam jumlah kasus baru di dalam satu populasi ataupun penyebarannya ke daerah geografis yang baru (re-emerging infectious disease).

GISAID ini membuat kita belajar lebih cepat. Seperti yang Anda tahu, cacar monyet sudah diunggah ke GISAID. Kami masih memiliki beberapa potensi wabah virus seperti COVID-19, Ebola yang lagi wabah terjadi di Uganda dan Afrika, dengan jenis virus yang berbeda,” imbuh Budi Gunadi.

“Ini akan menjadi ujian yang baik bagi kami, apakah informasi (data genom) itu cepat disampaikan ke laboratorium genom sekuensing pusat (GISAID).”

2 dari 4 halaman

GISAID Penghimpun Data

Lab. Foto: Unsplash/ Louis Reed

GISAID bertugas menghimpun data penyakit yang kemungkinan menyebabkan pandemi. Sementara itu data penyakit yang diberikan kepada GISAID dilakukan oleh para ahli yang ada di tiap negara.

Sehingga apabila ada negara atau perusahaan yang membutuhkan data penyakit, maka tetap harus berhubungan langsung dengan negara pemilik data.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengatakan, GISAID paling banyak dipakai saat pandemi COVID-19. Platform berbagi data ini paling banyak digunakan dan hampir semua negara G20 mengumpulkan data ke GISAID.

“Kita sudah melihat seluruh platform yang mempunyai pekerjaan yang sama dengan GISAID. Dari berbagai macam platform tadi, GISAID yang paling mumpuni,” katanya saat konferensi pers di sela-sela agenda ‘2nd Health Working Group’ di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa (7/6/2022). 

Saling berbagi data bertujuan mengetahui penyakit yang berpotensi pandemi, melakukan pencegahan sedini mungkin, dan menentukan penatalaksanaan yang tepat jika suatu penyakit mewabah.

Di sisi lain, Kunta menyebut, ada kendala dalam pengumpulan data penyakit ke GISAID, yakni negara-negara yang mengumpulkannya banyak, ada pula negara-negara yang mengumpulkannya sedikit. Dalam hal ini, masih ada kesenjangan dalam pengumpulan data.

Kendala selanjutnya, terkait kecepatan pengiriman data. Ada negara-negara yang baru mengumpulkan enam bulan setelah datanya dikumpulkan, ada pula kendala kapabilitas dalam menganalisis data.

“Itu yang nanti kita coba dorong supaya negara-negara lebih banyak mengumpulkan data dan cepat, karena ini dalam konteks penyebaran virus,” lanjut Kunta.

3 dari 4 halaman

Data Genomik Diakurasi

Ilmuwan menemukan virus baru pada kelelawar yang dapat menghindari perlindungan kekebalan dari vaksin COVID-19. (pexels.com/Anna Shvets)

GISAID adalah inisiatif berbagi data global dan sumber utama genomik dan metadata terkait semua virus influenza, Respiratory Syncytial Virus (RSV), dan sindrom pernapasan akut parah Coronavirus 2 (SARS-CoV-2), pandemi virus Corona yang menyebabkan COVID-19.

Platform berbagi data GISAID yang dapat diakses publik memungkinkan kolaborasi lebih dari 42.000 peneliti yang berpartisipasi dari 198 negara dan penghasil data dari lebih dari 3.500 institusi di seluruh dunia. 

Sejak pengurutan seluruh genom pertama diunggah CDC China melalui GISAID pada 10 Januari 2020, lebih dari 5 juta urutan genetik SARS-CoV-2 dari 194 negara dan wilayah telah tersedia untuk umum melalui database GISAID’s EpiCoV pada 9 November 2021.

Data yang dikurasi dan berkualitas tinggi ini memungkinkan perkembangan pesat tindakan diagnostik dan profilaksis terhadap SARS-CoV-2, termasuk tes diagnostik pertama dan vaksinasi untuk memerangi COVID-19 serta pemantauan terus menerus terhadap varian yang muncul.

Dalam jurnal berjudul, GISAID’s Role in Pandemic Response yang diterbitkan China CDC Weekly tertanggal 3 Desember 2021, kontributor data mengandalkan berbagi data genomik mereka melalui GISAID karena semua data yang dikirimkan ditinjau dan dikuratori secara real-time serta dianalisis oleh tim kurator global sebelum dirilis.

Data genomik yang dikurasi ini diperkuat dengan hasil hitung dan analisis oleh banyak lembaga kesehatan dan penelitian masyarakat lewat umpan data yang disesuaikan menggunakan Application Programming Interface (API).

GISAID dikenal dengan standar data genomik berkualitas tinggi dan menjadi pendorong teknologi inovatif. GISAID memfasilitasi pengiriman through put tinggi dengan menggunakan teknologi Command Line Interface (CLI) dan interkonektivitas API yang memungkinkan analisis dalam pengawasan kesehatan masyarakat serta penelitian dan pengembangan.

GISAID juga bekerja sama dengan pengembang dan produsen vaksin dan terapi untuk memfasilitasi pengumpulan urutan genetik virus dan metadata dari spesimen uji klinis.

Seperti halnya GISAID memungkinkan pemantauan data genom SARS-CoV-2 secara real-time. Pelacak pengiriman menyediakan statistik pengiriman berdasarkan negara. Melacak distribusi varian yang muncul, misal Variant of Concern (VOC) Delta di seluruh dunia bersama dengan estimasi prevalensi berdasarkan negara yang dimungkinkan melalui GISAID.

Varian SARS-CoV-2 lain yang mungkin relevan juga dipantau untuk melihat peningkatan persebaran yang diperkirakan terutama oleh perubahan jumlah lokasi dan faktor lainnya.

4 dari 4 halaman

Platform ‘Tuan Rumah Patogen’

Ilustrasi Penularan Virus Credit: pexels.com/Klein

GISAID diluncurkan pada tahun 2008 dengan dukungan dari berbagai pemerintah dan kemitraan kesehatan masyarakat dan lembaga ilmiah, termasuk Chinese Academy of Sciences untuk merespons keengganan negara dan ilmuwan di seluruh dunia berbagi data mereka selama wabah penyakit.

Pada waktu itu, akses ke data genomik terbaru untuk flu burung (H5N1) terbatas, sebagian karena keragu-raguan Negara-negara Anggota WHO berbagi data genom virus. Selain itu, keengganan komunitas ilmiah untuk berbagi data pra-publikasi. Arsip domain publik tidak memberikan perlindungan terhadap kepentingan penyedia data juga tidak memberikan transparansi penggunaan data.

Sebab, akses dan penggunaan data dilakukan secara anonim. Ini membatasi insentif untuk berbagi data secara sukarela. Adanya mekanisme berbagi data baru, yang mengakui kontribusi dan kepentingan penyedia data dan pengguna, GISAID berhasil mengatasi keengganan berbagi data dengan menyediakan opsi untuk berbagi data dengan publik. 

Mekanisme berbagi GISAID memberi insentif dan mendorong pembuat data mempublikasikan data mereka sehingga dapat diakses publik. Publikasi ini menjamin bahwa peneliti yang menggunakan data akan berkontribusi dan berkolaborasi, menurut jurnal yang ditulis Shruti Khare dan Céline Gurry dkk.

Inisiatif GISAID adalah kemitraan publik-swasta independen, nirlaba, yang melibatkan berbagai pemerintah dengan kontribusi dari Brasil, Tiongkok, Prancis, Jerman, Senegal, Singapura, Inggris, dan Amerika Serikat (AS). Selanjutnya, GISAID menerima hibah dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan donor publik. 

Sejak penanganan pandemi COVID-19, GISAID dianggap punya posisi unik dalam menyediakan mekanisme berbagi datanya patogen lain. Ini memungkinkan GISAID menjadi platform ‘tuan rumah patogen (host of pathogen).’ 

GISAID juga menyediakan mekanisme berbagi untuk menyediakan akses ke repositori data yang ada yang saat ini tidak dapat diakses oleh publik. GISAID terus mematuhi standar kualitas tinggi dan menawarkan kerangka kerja tepercaya untuk berbagi data.

Infografis Manfaat KTT G20 Bali Bagi Masyarakat Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya