Polri Benarkan Akui Gunakan Gas Air Mata Kedaluwarsa di Tragedi Kanjuruhan Malang

Polri menyampaikan, berdasarkan keterangan tim dokter, tidak ada kandungan zat kimia berbahaya yang dapat mematikan seseorang dalam gas air mata, baik itu dalam kondisi baik ataupun kedaluwarsa.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 10 Okt 2022, 17:40 WIB
Tetapi pihak keamanan melakukan kebijakan yang kontroversial. Mereka justru menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa yang terus merengsek ke dalam lapangan. Langkah tersebut justru membuat kondisi di lapangan makin runyam. (AP/Yudha Prabowo)

Liputan6.com, Jakarta Polri membenarkan adanya penggunaan gas air mata yang kedaluwarsa dalam tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.

Namun begitu, justru kondisi tersebut membuat efeknya berkurang, bukan malah mematikan.

"Ada beberapa yang diketemukan. Yang tahun 2021 ada beberapa, saya masih belum tahu jumlahnya. Tapi itu yang masih didalami, tapi ada beberapa," tutur Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022).

Menurut Dedi, berdasarkan keterangan dokter disebutkan bahwa tidak ada kandungan zat kimia berbahaya yang dapat mematikan seseorang dalam gas air mata, baik itu dalam kondisi baik ataupun kedaluwarsa.

"Kembali lagi saya mengutip apa yang disampaikan oleh dokter Masayu Evita. Di dalam gas air mata memang ada kedaluwarsa atau expired-nya. Sedangkan harus mampu membedakan ini kimia, beda dengan makanan. Kalau makan ketika dia kedaluwarsa, maka di situ ada jamur, ada bakteri, yang bisa mengganggu kesehatan," jelas dia.

"Kebalikannya dengan zat kimia, atau gas air mata ini, ketika dia expired, justru kadar kimianya itu berkurang. Sama dengan efektifitasnya gas air mata ini. Ketika ditembakkan, dia tidak bisa lebih efektif lagi," sambungnya.

Ketika gas air mata kedaluwarsa ditembakkan, lanjut Dedi, maka partikel CS yang seperti serbuk bedak akan keluar, namun efektivitasnya semakin berkurang.

"Ditembakkan, jadi ledakan di atas, ketika tidak diledakkan di atas maka akan timbul partikel-partikel yang lebih kecil lagi daripada yang dihirup, kena mata mengakibatkan perih. Ya jadi kalau misalnya sudah expired, justru kadarnya dia berkurang secara kimia, kemudian kemampuannya gas air mata ini akan menurun. Gitu," Dedi menandaskan.

2 dari 2 halaman

Temuan Komnas HAM

Kericuhan tak terelakkan di stadion yang menjadi markas Arema FC itu. Aremania turun ke lapangan setelah tim kesayangan mereka kalah dari rival bebuyutannya. (AP/Yudha Prabowo)

Sebelumnya, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam mengatakan, pihaknya mendapatkan adanya informasi gas air mata yang dalam tragedi Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, sudah kedaluwarsa. Diketahui, dalam kejadian itu telah menyebabkan ratusan orang menjadi meninggal dunia.

"Iya jadi soal yang apa (gas) kedaluwarsa itu informasinya memang kita dapatkan. Tapi memang perlu pendalaman," kata Anam, Senin (10/10). 

Dia menegaskan, yang menjadi pemicu utama atas tragedi Kanjuruhan tersebut, yakni gas air mata. Karena, dengan adanya gas air mata itu membuat para suporter menjadi panik.

"Dinamika di lapangan itu pemicu utama memang gas air mata yang menimbulkan kepanikan, sehingga banyak suporter atau Aremania yang turun berebut untuk masuk ke pintu keluar dan berdesak-desakan dengan mata yang sakit, dada yang sesak, susah nafas dan lain sebagainya," tegasnya.

"Sedangkan pintunya juga yang terbuka juga pintu kecil. Sehingga berhimpit-himpitan, kaya begitulah yang sepanjang hari ini yang mengakibatkan kematian. Jadi eskalasi yang harusnya sudah terkendali ya, kalau kita lihat dengan cermat itu kan terkendali sebenarnya terkendali tetapi semakin memanas ketika ada gas air mata. Lah gas air mata inilah yang penyebab utama adanya kematian bagi sejumlah korban," tutupnya.

 

Infografis Tragedi Arema di Stadion Kanjuruhan Malang. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya