Ekonom: BLT Minyak Goreng Tak Bisa Selamatkan Warga dari Kesulitan Ekonomi

Ekonom menilai masyarakat akan pesimis dengan angka BLT minyak goreng Rp 300 ribu bisa mengeluarkannya dari kesulitan ekonomi.

oleh Tira Santia diperbarui 07 Apr 2022, 12:40 WIB
Aktivitas pedagang minyak goreng curah di pasar Cipete, Jakarta, Kamis (17/9/2022). Kini, minyak goreng satu harga yakni Rp 11.500 untuk minyak goreng curah per liter, Rp 13.500 untuk minyak kemasan sederhana dan Rp 14.000 untuk minyak goreng medium tidak berlaku. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita, mengatakan secara teoritis, BLT minyak goreng selama 3 bulan hanya akan menyelamatkan performa matematis perekonomian nasional kuartal I dan kuartal II tahun ini, yakni mempertahankan data kontribusi konsumsi rumah tangga pada PDB nasional, sebagai keberlanjutan performa ekonomi kuartal empat (akhir) tahun lalu yang digadang-gadang sudah membaik.

Artinya, dengan menggelontorkan BLT minyak goreng, Pemerintah hanya ingin menyelamatkan muka saja, terutama di mata para anggota G20 dan para kreditor plus calon kreditor yang akan memegang surat utang pemerintah.

"Saya yakin bahwa masyarakat pasti pesimis dengan angka BLT minyak goreng Rp 300 ribu itu jika dimaksudkan untuk keluar dari kesulitan ekonomi. Namun demikian, masyarakat tentu saja akan sangat terhibur menerimanya, meskipun akan dikembalikan lagi kepada para mafia-mafia minyak goreng versi pemerintah tersebut," kata Ronny dalam keterangannya, Kamis (7/4/2022).

Menurutnya, dengan adanya BLT tidak serta merta menyelesaikan masalah minyak goreng. Namun, boleh jadi masalah selesai karena masyarakat akhirnya terhibur dengan uang cash Rp 300 ribu. Tapi mafia jadi-jadian versi Menteri Perdagangan tetap dapat cuan dari harga pasar.

"Semuanya senang toh. Namun apakah berhasil mengatasi tingginya harga minyak goreng? Jelas tidak jawabannya. Justru kebijakan BLT minyak goreng membuat peta besar kebijakan minyak goreng nasional menjadi semakin absurd," tambahnya.

Selain itu, BLT minyak goreng justru akan bertentangan dengan jurus kambing hitam pemerintah tempo hari. Jika memang ada mafia minyak goreng, walaupun faktanya justru tidak ada mafia yang didakwa, dana BLT minyak goreng untuk 20 jutaan masyarakat plus 2,5 juta pedagang gorengan akan pindah ke saku mafia tersebut melalui mekanisme harga pasar.

"Jadi aneh toh! Pemerintah menyalahkan mafia, tapi justru dengan BLT Minyak Goreng pemerintah malah memanjakan mafia yang telah dituduh memainkan harga selama ini," ujarnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Harga Minyak Goreng Mahal

Puluhan buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung Kementerian Perdagangan, Jakarta Selasa (22/3/2022). Aksi menuntut Kementerian Perdagangan untuk menurunkan harga minyak goreng dan harga bahan pokok di pasar tradisional serta mendesak Menteri Perdagangan diganti. (merdeka.com/Imam Buhori)

Namanya saja BLT minyak goreng, gunanya pastinya untuk mensubstitusi kelebihan bayar masyarakat atas harga minyak goreng yang mahal.

Dengan kata lain, BLT minyak goreng adalah jurus halus pemerintah untuk menyenangkan para mafia minyak goreng yang digadang-gadang oleh menteri perdagangan sebagai biang kerok kenaikan harga dan kelangkaan supply.

"Melalui perantara 20 jutaan masyarakat dan 2,5 juta pengasong penerima BLT. Bukankah menjadi sangat absurd?" ujarnya.

Boleh jadi sebagian besar masyarakat penerima BLT minyak goreng tak menyadari dan merasa bahwa BLT adalah berkah Ramadhan. Namun faktanya jauh hari sebelum BLT minyak goreng ada, daya beli masyarakat sudah tergerus beberapa ribu perak dari setiap kilogram pembelian minyak goreng.

Menurutnya, mensubstitusinya dengan BLT minyak goreng tidak berarti daya beli masyarakat atas minyak goreng akan pulih. Tiga bulan BLT tak akan cukup untuk mensubstitusi pengikisan daya beli minyak goreng masyarakat yang sudah terjadi sejak beberapa bulan jelang akhir tahun 2021 lalu.

Tak hanya itu, BLT minyak goreng sangat tidak cukup untuk menghadapi potensi pengikisan daya beli lebih lanjut dari kemungkinan situasi normal baru minyak goreng di bulan-bulan mendatang jika harga tak turun-turun.

"Lantas mengapa memilih BLT atau Cash Transfer? Apakah pemerintah memang ingin menolong rakyat? Boleh jadi narasinya demikian," pungkas Ronny.

3 dari 4 halaman

Awas! BLT Minyak Goreng Rentan Dikorupsi dan Tak Tepat Sasaran

Pedagang tengah menata minyak curah yang dijual di pasar di Kota Tangerang, Banten, Kamis (25/11/2021). Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya lonjakan harga di komoditas minyak goreng. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemberian Bantuan Langsung Tunai atau BLT minyak goreng oleh pemerintah dinilai tidak berkorelasi dengan peningkatan taraf hidup masyarakat. Tak hanya itu, bantuan jenis ini rentan kurang tepat sasaran, dan sangat rentan dari aksi garong para koruptor.

Hal tersebut diungkapkan Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita menanggapi adanya BLT minyak goreng yang bakal disebar pemerintah.

"Namun masalahnya, berbagai penelitian menunjukan bahwa Conditional Cash Transfer atau bantuan langsung tunai tidak berkorelasi dengan peningkatan taraf hidup masyarakat, pun seringkali kurang tepat sasaran, dan sangat rentan dari aksi garong para koruptor. Masih ingat dana bansos yang disosor mantan Mensos beberapa waktu lalu kan?," jelas Ronny dalam keterangannya, Kamis (7/4/2022).

Selain itu, BLT minyak goreng justru akan bertentangan dengan jurus kambing hitam pemerintah tempo hari. Jika memang ada mafia minyak goreng, walaupun faktanya justru tidak ada mafia yang didakwa, dana BLT minyak goreng untuk 20 jutaan masyarakat plus 2,5 juta pedagang gorengan akan pindah ke saku mafia tersebut melalui mekanisme harga pasar.

"Jadi aneh toh! Pemerintah menyalahkan mafia, tapi justru dengan BLT Minyak Goreng pemerintah malah memanjakan mafia yang telah dituduh memainkan harga selama ini," ujarnya.

Namanya saja BLT minyak goreng, gunanya pastinya untuk mensubstitusi kelebihan bayar masyarakat atas harga minyak goreng yang mahal.

Dengan kata lain, BLT minyak goreng adalah jurus halus pemerintah untuk menyenangkan para mafia minyak goreng yang digadang-gadang oleh menteri perdagangan sebagai biang kerok kenaikan harga dan kelangkaan supply.

"Melalui perantara 20 jutaan masyarakat dan 2,5 juta pengasong penerima BLT. Bukankah menjadi sangat absurd?" ungkapnya.

4 dari 4 halaman

Daya Beli Masyarakat Sudah Tergerus

Seorang pedagang menimbang minyak goreng curah di kiosnya Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Rabu (19/1/2022). Pemerintah resmi mengimplementasikan kebijakan minyak goreng satu harga Rp14.000 per liter untuk semua jenis kemasan mulai hari ini. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Boleh jadi sebagian besar masyarakat penerima BLT minyak goreng tak menyadari dan merasa bahwa BLT adalah berkah Ramadhan. Namun faktanya jauh hari sebelum BLT minyak goreng ada, daya beli masyarakat sudah tergerus beberapa ribu perak dari setiap kilogram pembelian minyak goreng.

Menurutnya, mensubstitusinya dengan BLT minyak goreng tidak berarti daya beli masyarakat atas minyak goreng akan pulih. Tiga bulan BLT tak akan cukup untuk mensubstitusi pengikisan daya beli minyak goreng masyarakat yang sudah terjadi sejak beberapa bulan jelang akhir tahun 2021 lalu.

Tak hanya itu, BLT minyak goreng sangat tidak cukup untuk menghadapi potensi pengikisan daya beli lebih lanjut dari kemungkinan situasi normal baru minyak goreng di bulan-bulan mendatang jika harga tak turun-turun.

"Lantas mengapa memilih BLT atau Cash Transfer? Apakah pemerintah memang ingin menolong rakyat? Boleh jadi narasinya demikian," ujar Ronny.

Tapi secara teoritis, BLT minyak goreng (tiga bulan) hanya akan menyelamatkan performa matematis perekonomian nasional kuartal satu dan dua tahun ini, yakni mempertahankan data kontribusi konsumsi rumah tangga pada PDB nasional, sebagai keberlanjutan performa ekonomi kuartal empat (akhir) tahun lalu yang digadang-gadang sudah membaik.

Artinya, pemerintah hanya ingin menyelamatkan muka saja, terutama di mata para anggota G20 dan para kreditor plus calon kreditor yang akan memegang surat utang pemerintah.

"Saya yakin bahwa masyarakat pasti pesimis dengan angka BLT minyak goreng Rp. 300 ribu itu jika dimaksudkan untuk keluar dari kesulitan ekonomi. Namun demikian, masyarakat tentu saja akan sangat terhibur menerimanya, meskipun akan dikembalikan lagi kepada para mafia-mafia minyak goreng versi pemerintah tersebut," katanya.

"Apakah masalah selesai? Boleh jadi iya karena masyarakat akhirnya terhibur dengan uang cash Rp. 300ribu, mafia jadi-jadian versi Menteri Perdagangan tetap dapat cuan dari harga pasar. Semuanya senang toh. Namun apakah berhasil mengatasi tingginya harga minyak goreng? Jelas tidak jawabannya. Justru kebijakan BLT minyak goreng membuat peta besar kebijakan minyak goreng nasional menjadi semakin absurd," tambahnya. 

Infografis Langkah KPPU Bongkar Kartel Minyak Goreng Libatkan 8 Perusahaan Besar (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya