Sri Mulyani: UU HKPD Solusi Tantangan Desentralisasi Fiskal

Sri Mulyani Indrawati, mengatakan Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD) didesain untuk memperkuat fiskal

oleh Tira Santia diperbarui 10 Mar 2022, 16:40 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani menghadiri Kick Off Sosialisasi UU HKPD di Demak, Kamis (10/3/2022)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengatakan Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD) didesain untuk memperkuat dan menjawab berbagai tantangan dari pelaksanaan desentralisasi fiskal.

“Meskipun 20 tahun sudah mencapai berbagai capaian yang baik, kita mengakui masih banyak PR yang harus diselesaikan dan hal hal yang perlu diperbaiki,”  Menkeu dalam Kick Off Sosialisasi UU HKPD di Demak, Kamis (10/3/2022).

Menkeu menjelaskan, selama 20 tahun terakhir, desentralisasi fiskal telah menunjukkan berbagai kinerja positif. Namun demikian, masih terdapat tantangan yang harus dihadapi dalam pelaksanaannya, seperti pemanfaatan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang belum optimal dan struktur belanja daerah yang belum memuaskan.

“Kita melihat bahwa transfer ke daerah masih belum optimal dinilai apakah dari sisi kualitas belanja, maupun dari sisi sinkronisasi antara policy fiskal pusat dengan daerah. Belanja daerah juga masih didominasi oleh belanja yang sifatnya adalah untuk administratif atau dalam hal ini untuk membayar gaji pegawai. Belanja-belanja untuk membangun infrastruktur dan perbaikan sosial masyarakat masih sangat terbatas,” jelas Menkeu.

Di sisi lain, Menkeu menilai tax ratio di daerah juga masih perlu ditingkatkan. Meski Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) mengalami peningkatan, tax ratio di daerah masih berada di angka 1,2 persen pada tahun 2020 akibat pandemi.

“Basis pajaknya juga memang perlu untuk makin ditingkatkan atau diperluas. Saat ini baru 1,2 persen pada tahun 2020,” ujar Menkeu.

 

2 dari 2 halaman

Pemanfaatan Pembiayaan Terbatas

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (Dok. DJP)

Adapun pemanfaatan pembiayaan juga masih terbatas. Menkeu mengatakan daerah bisa lebih fleksibel meminjam di dalam rangka untuk tujuan produktif juga masih belum optimal. Sementara itu, sinergi fiskal pusat dan daerah juga masih belum optimal.

“Sinergi pusat daerah yang tidak sinkron menyebabkan kebijakan fiskal APBD dan APBN memberikan dampak yang kurang optimal, baik dari sisi ekonomi dalam bentuk pertumbuhan penciptaan, kesempatan kerja, penurunan kemiskinan dan dari sisi pelayanan publik,” kata Menkeu.

Oleh karena itu, pemerintah bersama dengan DPR dan DPD, serta masukan secara luas dari masyarakat, akademisi, dan pemerintah daerah, melakukan amandemen Undang-Undang HKPD untuk mengevaluasi undang-undang sebelumnya.

Tujuannya adalah untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah, meningkatkan kualitas belanja di daerah, dan harmonisasi antara kebijakan fiskal pusat dengan fiskal di daerah. Harapannya, dapat tercipta hubungan keuangan pusat dan daerah yang transparan, akuntabel dan berkeadilan, guna mewujudkan pemerataan kesejahteraan masyarakat.

“Dampak akhirnya adalah output dan outcome, yaitu layanan kualitas layanan kepada masyarakat membaik,” pungkas Menkeu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya