Hari Anti-Hukuman Mati Sedunia, ICJR Soroti Perempuan dalam Pidana Mati

Menurut ICJR, ada sejumlah faktor yang membuat perempuan terjerat hukuman mati.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 10 Okt 2021, 16:40 WIB
Ilustrasi hukuman mati atau hukuman gantung (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) merilis penelitian dalam rangka memperingati Hari Anti Hukuman Mati Sedunia yang jatuh pada hari ini, Minggu (10/10/2021). Dalam laporannya, ICJR membahas hal yang luput yaitu soal perempuan dalam pusaran pidana mati.

"Perjuangan mengakhiri pidana mati di Indonesia memang sepertinya masih panjang. Namun, kita harus terus tak kenal lelah dalam menyerukan hapusnya hukuman yang bertentangan dengan kemanusiaan yang adil dan beradab ini," tulis ICJR dalam laporannya, seperti dikutip dari siaran pers diterima, Minggu. 

Melalui metode penelitiannya, lanjut ICJR, ada 884 kasus pidana mati dalam database internal yang dimilikinya dan terdapat sekitar 42 kasus pidana mati (dituntut dan/atau diputus pidana mati) dengan terdakwa perempuan yang dapat teridentifikasi.

Menurut ICJR perempuan yang terjerat hukuman tindak pidana mati ada sejumlah faktor. Seperti karena melindungi keluarga atau terpaksa mengikuti perintah dari pengendali peredaran gelap narkotika karena diancam anaknya akan dibunuh.

Namun, faktor kerentanan itu tidak sama sekali dipertimbangan oleh hakim, bahkan hakim memberlakukan pidana mati sekalipun tidak dituntut. Bahkan pada salah satu kasus dalam penelitian, ICJR menemukan kondisi faktor kerentanan anaknya justru dinilai sebagai dalih oleh hakim dan dijadikan alasan memberatkan.

"Terdapat juga kerentanan lainnya yang ditemukan yang tidak dilakukan indeksasi dalam putusan pengadilan. Seperti perempuan sebagai korban perkawinan anak dan perempuan sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga," ungkap ICJR.

2 dari 2 halaman

Diskriminasi Gender Masih Terasa

ICJR pun berkesimpulan, meski sebagian besar perempuan yang menghadapi pidana mati bukan merupakan pelaku utama, aparat penegak hukum tetap menuntut atau memutus pidana mati bagi perempuan tersebut.

"Ketika berhadapan dengan sistem peradilan pidana, perempuan yang menghadapi pidana mati berada dalam level risiko tertinggi. Diskriminasi berbasis gender ini, masih nyata terasa," demikian ICJR.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya