Anak Cucu di Indonesia Bakal Tanggung Jutaan Rupiah Utang Pemerintah, Kemenkeu Buka Suara

Mengutip data BI, posisi utang pemerintah pada kuartal II 2021 mencapai USD 205,0 miliar.

oleh Tira Santia diperbarui 10 Sep 2021, 09:00 WIB
Ilustrasi utang Indonesia (Liputan6.com / Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta Ada yang bilang jika setiap anak Indonesia menanggung utang hingga jutaan rupiah seiring bertambahnya utang yang dimiliki pemerintah.

Mengutip data Bank Indonesia (BI), posisi utang pemerintah pada kuartal II 2021 mencapai USD 205,0 miliar atau tumbuh 4,3 persen (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan pada triwulan I 2021 sebesar 12,6 persen (yoy).

Apakah benar begitu?

Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) buka suara perihal ini. Mengutip laman instagram resmi @ djpprkemenkeu, Jumat (10/9/2021), instansi di bawah naungan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani berusaha menjelaskan kondisi utang pemerintah.

DJPRR menganalogikan utang pemerintah sebagai sebuah perusahaan yang memiliki pabrik. Bila utang digunakan untuk membeli mesin di pabriknya atau membeli tanah dan bangunan untuk menambah pabrik baru, maka akan dapat meningkatkan kapasitas produksi yang akan menambah pendapatan pabrik tersebut.

"Sama hal nya dengan utang Pemerintah. Kebijakan pembiayaan defisit APBN melalui utang merupakan alternatif dalam mengakselerasi pembangunan," mengutip penjelasan DJPPR, dikutip, Jumat (10/9/2021).

Selain itu, pembiayaan defisit APBN melalui utang tidak hanya didasari kondisi di mana belanja Pemerintah yang lebih besar dibanding penerimaan, tapi juga untuk menjaga momentum pembangunan di beberapa sektor prioritas, yakni infrastruktur dan sumber daya manusia.

Oleh karena itu, belanja prioritas Pemerintah perlu dilakukan pada periode sekarang dan tidak dapat ditunda, sehingga mampu memberi multiplier pertumbuhan ekonomi di masa mendatang.

"Karena jika belanja produktif itu ditunda, justru akan membuat beban yang lebih besar di masa depan. Kebijakan utang pemerintah juga dibatasi oleh Undang-undang sehingga Pemerintah tidak serta merta menerbitkan utang tanpa tujuan jelas dan tanpa memper timbangkan solvabilitas di masa mendatang," cuitnya.

 

2 dari 2 halaman

Perbandingan Utang Pemerintah di Negara Lain

Ilustasi Utang. (Foto: Ilustrasi)

DJPPR menjelaskan jika sebagai anggota G20, Indonesia termasuk dalam 20 negara dengan ukuran ekonomi terbesar di dunia. Dibandingkan dengan negara G20 lainnya, rasio debt to GDP Indonesia masih tergolong rendah.

Per Februari 2020, debt to GDP ratio Indonesia hanya 30,82 persen. Jika dibandingkan negara di seluruh dunia, posisi Indonesia ada di luar ranking 150 dunia berdasarkan worldpopulationreview.com.

DJPPR Kemenkeu menjelaskan, bahwa dalam masa pandemi saat ini pun, rasio debt to GDP Indonesia tergolong moderat dibandingkan negara-negara lain yang mengalami peningkatan rasio secara signifikan sebagai dampak kebijakan pelebaran defisit fiskal.

Semakin maju ekonomi suatu negara, ternyata utangnya juga semakin besar, namun tidak untuk Indonesia. Karena di ASEAN sendiri, ada 7 negara Asean yang rasio utangnya jauh lebih besar dari Indonesia.

"Jadi kalau ada yang membesar-besarkan bahwa setiap bayi yang lahir punya utang Rp 13-24 juta di Indonesia, jangan kaget, setiap bayi yang lahir di Singapura harus menanggung Rp 700 juta," kata @djpprkemenkeu.

Kendati begitu, kata DJPPR Kemenkeu, jika dianalogikan seperti ini tidak relevan dan tidak dapat dibenarkan untuk mengukur kebijakan keuangan suatu negara. Sebab, pertumbuhan ekonomi yang diharapkan memberi outcome nyata di masa depan tentu akan berdampak positif pada generasi mendatang.

"Sehingga aset yang diwarisi generasi mendatang pun akan bertambah signifikan. Jadi, kita tidak perlu khawatir dengan nilai utang diberitakan fantastis, apalagi bila sampai harus membebani anak cucu kita di masa depan," pungkas @djjprkemenkeu.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya