Mengkhawatirkan, Sebagian Masyarakat Lebih Pilih Beli Rokok Dibanding Telur

Pemerintah berencana menaikkan tarif cukai rokok di 2022. Hal ini dilakukan demi menekan angka konsumsi rokok, terutama pada perokok anak.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Sep 2021, 20:10 WIB
Barang bukti hasil penindakan barang kena cukai di Kantor Pusat Bea Cukai, Jakarta Timur, Jumat (25/10/2019). Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan merilis hasil tindakan produk-produk ilegal, di antaranya rokok elektrik, rokok, hingga minuman keras . (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom senior Faisal Basri mengatakan, ketergantungan masyarakat Indonesia kepada rokok sudah sangat mengkhawatirkan. Hal ini karena masyarakat kalangan bawah justru lebih mengutamakan membeli rokok dibanding makanan bergizi.

"Orang lebih banyak membelikan uangnya untuk rokok daripada telur, beli ayam, tahu dan makanan lainnya. Mie instan juga tidak lebih penting dibandingkan rokok," kata Faisal, Kamis (2/9/2021).

Faisal melanjutkan, penyebab kemiskinan di Indonesia setelah harga beras yang tinggi adalah rokok. Masyarakat khususnya kalangan menengah ke bawah lebih memilih berhalusinasi lewat rokok untuk menghilangkan beban hidup.

"Ini mungkin orang miskin bisa menikmati delusi, berhalusinasi lewat rokok. Mitos ini harus kita selesaikan," kata dia.

Pemerintah berencana menaikkan tarif cukai rokok di 2022. Hal ini dilakukan demi menekan angka konsumsi rokok, terutama pada perokok anak.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Konsisten

Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Faisal menduga cara yang diambil pemerintah mengikuti banyak negara yang sukses menekan konsumsi rokok dengan menaikkan tarif cukai. Kenaikan cukai ini dinilai mulai selaras dengan harga rokok eceran di masyarakat.

"Kalau sekarang Anda lihat, harga bandrol lebih tinggi dari harga eceran. Artinya, perusahaan mulai kelojotan, dia enggak berani harga eceran sesuai harga bandrol," kata dia.

Sehingga secara umum, implemantasi kebijakan peningkatan tarif cukai untuk mengurangi konsumsi rokok sudah berjalan. Ke depan, Faisal berharap agar pemerintah secara konsisten menaikkan tarif cukai.

"Nah jadi ini bagus on the track jadi naikkan terus. Kalau harga jual jauh di bawah harga eceran, ini berarti efektif. Misalnya per bungku Rp 34 ribu dan eceran Rp 31 ribu. Di masa lalu harga eceran lebih tinggi dari bandrol," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya