Pengamat: Regulasi HPTL Masih Mandek

Rencana untuk mengadakan aturan khusus untuk produk hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) masih belum terealisasi.

oleh Septian Deny diperbarui 07 Agu 2021, 16:30 WIB
Seorang pelanggan mempersiapkan rokok elektrik di sebuah toko vape di Manila (20/11/2019). Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengumumkan akan melarang penggunaan e-rokok dan memerintahkan polisi untuk menangkap orang-orang yang merokok e-rokok di depan umum. (AFP Photo/Dante Diosina Jr)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah perlu lebih mengintensifkan upaya baru untuk menekan prevalensi perokok di Indonesia. Sebab, prevalensi perokok di Indonesia masih belum mengalami penurunan signifikan.

Sebagai informasi, saat ini sekitar 65,7 juta penduduk Indonesia masih tercatat sebagai perokok.

Pengamat Kebijakan Publik Satria Aji Imawan, menilai upaya pemerintah untuk menekan prevalensi perokok belum maksimal. Khususnya, setelah rencana untuk mengadakan aturan khusus untuk produk hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) masih belum terealisasi.

Padahal, produk ini telah cukup banyak diteliti dan terbukti memiliki profil risiko yang lebih rendah daripada rokok, sehingga bisa membantu menekan bahaya kesehatan akibat rokok.

“Regulasi yang sempat dicanangkan untuk HPTL masih mandek,” katanya ketika dihubungi wartawan.

Menurut Aji, saat ini pemerintah masih gamang. Pasalnya, industri tembakau merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia. Belum lagi, di era pandemi seperti saat ini.

"Saya pikir pemerintah berpikir dua kali untuk melakukan inovasi radikal di bidang rokok,” pungkasnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Derita Industri Rokok Elektrik Kala Pandemi dan PPKM, Penjualan Anjlok 50 Persen

Seorang pria meneteskan cairan vape atau rokok elektronik di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Selasa (12/11/2019). Pemerintah melalui BPOM mengusulkan pelarangan penggunaan rokok elektrik dan vape di Indonesia, salah satu usulannya melalui revisi PP Nomor 109 Tahun 2012. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Meningginya angka infeksi Covid-19 membuat pemerintah terus memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Hal ini pun turut berdampak pada penjualan produk di sektor ritel, salah satunya produk hasil produk tembakau lainnya seperti rokok elektrik.

Ketua Umum Asosiasi Personal Vapers Indonesia (APVI) Aryo Andriyanto menuturkan, pandemi yang saat ini belum usai ditambah makin ketatnya PPKM yang membatasi mobilitas turut memberi dampak buruk kepada industri HPTL.

“Kami pun terdampak pandemi, PPKM karena adanya pembatasan waktu penjualan yang diperbolehkan untuk ritel fisik,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Kamis (29/7/2021).

Tidak hanya akibat pembatasan operasi, Aryo menjelaskan tekanan terhadap penjualan produk-produk HPTL juga terjadi akibat daya beli masyarakat yang terus melemah. Mengingat gelombang kedua infeksi Covid-19 ini terjadi saat ekonomi sama sekali belum pulih.

APVI bahkan memperkirakan penjualan HPTL tahun ini akan turun lebih dalam dibandingkan tahun lalu. Sampai semester I-2021 penjualan produk HPTL menurun sampai 50 persen, sementara sampai akhir tahun nanti diprediksi akan terjadi penurunan sampai 35 persen.

Sekretaris Jenderal APVI Garindra menambahkan, saat ini sejumlah produsen produk HPTL bahkan telah mengurangi produksi untuk meminimalkan potensi kerugian. Sekaligus sebagai upaya bertahan di tengah pandemi ditambah pembatasan operasi ritel vape dikarenakan PPKM.

“Fokusnya sekarang bagaimana buat survive, beberapa produsen ada yang mengurangi produksi, ada juga yang memotong marjin. Tapi paling banyak kasusnya adalah mengurangi produksi. Sejumlah toko juga banyak tutup secara permanen, meskipun pertumbuhan beberapa toko baru juga ada,” kata dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya